Korupsi Masa Aktif Kuota Data Internet 28 Hari Benar-benar Merugikan Pelanggan, Provider Segera Tobat!

Korupsi Masa Aktif Kuota Data Internet 28 Hari Benar-benar Merugikan Pelanggan, Provider Segera Tobat!

Korupsi Masa Aktif Kuota Data Internet 28 Hari Benar-benar Merugikan Pelanggan, Provider Segera Tobat!

Masa aktif kuota data internet cuma 28 hari itu akal-akalan siapa sebenarnya? Logikanya tuh gimana?

Perkembangan teknologi pembayaran digital telah membuat hidup kita jauh lebih praktis. Sebagai anak muda yang terbiasa hidup serba cepat, Saya sering mengandalkan QRIS saat berbelanja di swalayan. Semuanya berjalan lancar, hingga momen membuat dag-dig-dug itu tiba.

Bayangkan skenarionya seperti ini. Anda sudah berdiri di depan kasir, antrean mulai mengular di belakang, dan ponsel sudah di tangan, siap untuk memindai kode. Tapi, ketika mau buka m-banking, tiba-tiba saja muncul notifikasi bahwa koneksi internet Anda bermasalah. Aplikasi jadi buffering atau bahkan tidak bisa diakses sama sekali. Jantung mulai berdebar kencang karena rasa malu dan panik.

Secara refleks, pikiran kita langsung menyimpulkan, “Pasti kuota datanya habis.” Tapi, setelah diperiksa lebih lanjut, ternyata bukan sisa kuota data Anda yang nol. Melainkan masa berlaku kuota bulanan itu sendiri yang sudah habis. Memang kesalahan saya tidak membawa uang cash, tapi rasa-rasanya hak saya sebagai pengguna layanan dimatikan secara perlahan.

Setelah saya cek lagi, ternyata masa aktif kuota internet saya cuman 28 hari. Bukan 30 hari, sebagaimana logika manusia pada umumnya jika bicara masa aktif bulanan.

Satu bulan itu 30 hari, Bos!

Kekesalan ini sungguh beralasan. Secara logika dasar, anak SD juga tahu bahwa satu-satunya bulan yang memiliki 28 hari adalah Februari. Nambah 1 hari doang 4 tahun sekali. Sama aja.

Pertanyaannya, mengapa perusahaan telekomunikasi menetapkan patokan Februari yang tidak ada dasarnya sebagai standar umum untuk kuota data sepanjang tahun? Praktik pemotongan dua hari per bulan ini bukanlah kebetulan, melainkan taktik bisnis yang secara halus mengurangi hak konsumen tanpa disadari.

Jika dilihat dari kacamata bisnis dan etika konsumen, praktik ini dapat disebut sebagai “korupsi kecil” yang diam-diam telah dinormalisasi. Secara individual, kehilangan dua hari masa aktif mungkin tampak sepele. Tapi, jika dikalikan dengan jutaan pelanggan di seluruh negeri dan dilakukan secara konsisten, menjadi kerugian kumulatif yang diderita konsumen dan keuntungan ekstra yang diraup penyedia jasa telekomunikasi menjadi sangat besar.

Konsumen membeli kuota data dengan ekspektasi bulanan, tapi yang mereka dapatkan adalah paket dengan durasi yang sengaja dipersingkat. Ini adalah isu transparansi dan etika bisnis yang harus segera dihentikan. Pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen harus turun tangan untuk mengembalikan hak konsumen seperti dahulu. Yaitu menetapkan standar minimum 30 hari untuk paket bulanan. Dan stop menggunakan bulan Februari sebagai patokan yang tidak ada dasarnya!

Kuota data dipotong durasinya, kualitasnya sama saja

Ironisnya, pemotongan durasi kuota data ini tidak diimbangi dengan kualitas layanan yang prima. Berapa kali kita mengalami koneksi jaringan yang kadang lemot secara tiba-tiba, streaming video yang tersendat, atau bahkan panggilan telepon yang terputus. Padahal kita sudah membayar harga penuh untuk layanan tersebut. Kualitas dan durasi paket yang terus berkurang membuat konsumen mencari alternatif.

Masalahnya, ketika muncul provider baru yang menawarkan layanan lebih baik dan transparan atau bahkan teknologi superior dari luar negeri, bukannya berbenah, operator domestik justru cenderung mengadu atau meminta perlindungan regulasi untuk mempertahankan dominasi mereka.

Bukannya bersaing secara sehat dengan meningkatkan infrastruktur dan kualitas, mereka justru berusaha melanggengkan dominasi dengan cara yang merugikan inovasi dan konsumen.

Lihatlah perkembangan teknologi di negara-negara lain. Ketika kita masih berjuang melawan buffering jaringan yang tidak stabil dan durasi paket 28 hari. Negara lain bahkan sudah mulai mengadopsi layanan broadband satelit seperti Starlink buatan Elon Musk. Yang menjanjikan koneksi cepat dan stabil bahkan di daerah terpencil. Ini menunjukkan betapa jauhnya kesenjangan antara inovasi global dan kondisi pelayanan domestik.

Kembalikan durasi kuota data yang normal!

Seharusnya yang dilakukan oleh perusahaan telekomunikasi adalah berinvestasi dan membuat layanan yang benar-benar fokus pada kenyamanan konsumen. Prioritas utama haruslah peningkatan infrastruktur agar koneksi selalu stabil dan cepat. Bukan malah bikin geleng-geleng kepala dengan gebrakan memotong durasi bulanan.

Oleh karena itu kembalikan durasi 30 hari. Dan untuk pemerintah harus segera menekan industri untuk mengembalikan durasi paket bulanan minimal 30 hari. Lalu provider harus transparan mengenai kecepatan minimum yang dijamin di area tertentu dan memberikan kompensasi jika layanan tidak sesuai janji.

Hentikan perilaku manja. Regulasi operator harus berkompetisi melalui inovasi teknologi dan pelayanan. Bukan melalui lobi regulasi untuk menghalangi pesaing yang lebih unggul. Hanya dengan mengembalikan integritas pada durasi paket dan meningkatkan kualitas jaringan, kepercayaan konsumen yang hilang dapat dibayar dengan impas.

Penulis: Alban Hogantara
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Harga Paket Internet Beda Bukan karena XL Provider yang Diskriminatif, tapi Salahmu Sendiri!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version