Kereta Cepat Jakarta Bandung Whoosh Hanya Sebatas Ambisi yang Manfaatnya Sangat Minim dan Kerugian yang Dirasakan Indonesia Bisa Sampai Kiamat

Kereta Cepat Jakarta Bandung Whoosh Obsesi yang Dipaksakan (Unsplash)

Kereta Cepat Jakarta Bandung Whoosh Obsesi yang Dipaksakan (Unsplash)

Beroperasinya Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) alias Whoosh jadi momen bersejarah. Kereta yang kecepatannya hampir 350 kilometer per jam itu bisa melahap jarak 142 kilometer dalam waktu cuma 45 menit saja. Ini adalah rekor kecepatan tertinggi yang pernah dicapai oleh kereta api di bumi Indonesia.

Meski menjadi sejarah, Kereta Cepat Jakarta Bandung Whoosh memang terkesan dipaksakan. Mbak Tiara Uci lewat Terminal Mojok menjelaskannya dengan baik. Kamu bisa membaca tulisan Mbak Tiara lewat sini: “Kereta Cepat Jakarta-Bandung Whoosh Menang Cepat dari Shinkansen Jepang, tapi Kalah Telak Soal Menjawab Kebutuhan Warga”.

Namun, di saat bersamaan, Whoosh membuktikan bahwa tradisi kereta cepat di Jawa nggak pernah hilang. Niat tulisan ini cuma mau menambahkan perspektif di tulisan tersebut.

Wacana yang sudah ada dari masa Belanda dan Presiden SBY 

Sejak zaman Presiden SBY, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung Whoosh sudah ada, lalu lanjut di era Jokowi. Namun, sebetulnya obsesi akan kereta yang lebih cepat sudah ada sejak zaman Belanda. Semuanya berawal dari dari tersambungnya jalur kereta Batavia ke Surabaya. Staatsspoorwegen atau SS sebagai perusahaan kereta milik negara waktu itu, berupaya mempersingkat waktu tempuh.

Langkah pertama dari Belanda dulu bikin jalur baru yang lebih pendek dan datar. Mereka menghindari jalur lama yang lewat pegunungan, banyak tikungan tajam, dan tanjakan curam. Adanya jalur yang datar bikin kereta bisa dipacu lebih cepat, jadi jarak Batavia dan Surabaya bisa ditempuh selama matahari masih bersinar.

Langkah selanjutnya adalah mendatangkan lokomotif super yang bisa diajak ngebut. Waktu itu ada loko uap seri 700 yang pada uji coba 1914 jadi loko pertama di dunia yang bisa mencapai kecepatan 120 kilometer per jam di lebar gauge 1067 mm. 

Pencapaian ini bahkan ngalahin Jepang yang saat itu sudah jadi negara industri maju. Ada juga loko perkasa lainnya seperti loko seri 1000 dan seri 1300. Perusahaan kereta api swasta Belanda, NIS juga nggak mau kalah dengan memodifikasi lokomotifnya biar bisa lari di kecepatan antara 80-105 kilometer per jam.

Pada 1929, kereta Express Batavia-Surabaya bisa ditempuh 13 setengah jam dan dipercepat lagi jadi 12 jam pada 1934, lalu dipangkas jadi 11 setengah jam pada 1939. Saking getolnya sama kereta cepat, SS sering diplesetkan jadi “Steeds Sneller” yang artinya selalu lebih cepat. Jadi inget iklan Komeng sama Valentino Rossi yang punya tagline “semakin di depan”.

Baca halaman selanjutnya: Kecera cepat Whoosh adalah sebuah ambisi, yang berubah menjadi obsesi.

Leluhur Kereta Cepat Jakarta Bandung Whoosh

Jalur yang menarik bagi SS adalah jalur Batavia-Bandung. Ini karena Bandung adalah kantor pusat SS dan menguntungkan karena ramai. Makanya SS harus menyediakan kereta terbaiknya. 

Tapi kendalanya, jalur Bandung itu berupa pegunungan, jadi kereta nggak bisa diajak ngebut. SS mengakali dengan menghitung berdasarkan waktu tempuh bukan kecepatan, yaitu nggak boleh lebih dari 3 jam. Maka, SS meluncurkan 4 kereta express Batavia-Bandung pada 1939 yang punya waktu tempuh 2,5 jam. Inilah buyut dari Kereta Cepat Jakarta Bandung Whoosh.

Tradisi kereta cepat Jakarta Bandung berlanjut ke masa PJKA. Kereta Parahyangan muncul dengan loko diesel BB 301-nya dan jadi kereta favorit penumpang rute Jakarta-Bandung karena perjalanannya selalu diutamakan. Kemudian, Parahyangan dipercepat lagi dengan mengganti loko yang lebih baru, yakni CC 201. Waktu tempuhnya jadi 2 jam 21 menit.

Ambisi yang nggak pernah padam

Walaupun kondisi serba terbatas, obsesi pada kecepatan nggak pernah padam. Ambisi yang kemudian “agak memaksa” kelahiran Kereta Cepat Jakarta Bandung Whoosh.

Pada 1995, Perumka mewujudkan ambisi kereta tercepat Jakarta ke Surabaya dengan menghadirkan Argo Bromo. Ini adalah kereta eksekutif yang punya waktu tempuh 9 jam.

Argo Bromo sedikit banyak mengubah gambaran perkeretaapian Indonesia yang awalnya terkesan lambat dan kumuh. Lokomotif CC 203 juga dipesan khusus dari Amerika biar bisa diajak berlari 120 kilometer per jam serta armada kereta terbaru dipesan dari PT INKA, Madiun. Kemudian muncul brand-brand Argo lain yang menawarkan kenyamanan juga kecepatan.

Hadirnya lokomotif canggih CC 206 dan selesainya pembangunan double track di seluruh Jawa, juga memungkinkan untuk mempersingkat waktu tempuh perjalanan kereta api. PT KAI mulai melakukan uji coba untuk menaikkan kecepatan dari 120 kilometer per jam menjadi 160 kilometer per jam. Tapi ini perlu kajian dan uji coba lebih lanjut, apalagi ini menyangkut keselamatan perjalanan kereta api itu sendiri.

Dari ambisi menjadi obsesi

Obsesi untuk selalu jadi yang tercepat terus hidup dalam perkeretaapian Indonesia yang terbukti dengan adanya Kereta Cepat Jakarta Bandung Whoosh. Walau ini adalah sebuah momen penting dalam satu setengah abad lebih kereta api hadir di Nusantara, tapi kebermanfaatannya masih sangat minim. Sudah begitu kerugiannya bisa sampai kiamat, kata Faisal Basri.

Pemerintah lebih baik melakukan pemerataan transportasi umum di seluruh Indonesia dulu baru membangun proyek semacam Kereta Cepat Jakarta Bandung Whoosh. Saya sepakat dengan pendapat Mbak Tiara Uci di dalam tulisannya bahwa negara yang maju adalah negara yang punya transportasi umum yang baik dan terhubung ke semua wilayahnya.

Apakah obsesi kereta cepat ini akan sampai ke kota lain di Pulau Jawa dan luar Jawa? Biar waktu yang menjawab.

Penulis: Rizqian Syah Ultsani

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Kereta Cepat Jakarta Bandung Sumber Petaka Masa Depan: Indonesia Dicaplok, Cina Menang Banyak

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version