Kenapa sih, Orang yang Meminjam Buku Itu Sering Tidak Tahu Diri?

Jokowi Perlu Pamerkan Daftar Bacaan Favorit seperti Barack Obama terminal mojok.co

Jokowi Perlu Pamerkan Daftar Bacaan Favorit seperti Barack Obama terminal mojok.co

Walau saya bukanlah orang yang paham-paham banget menyoal sastra, tapi aktivitas membaca dan mengoleksi buku bagi saya adalah sesuatu yang menyenangkan. Sejauh ini buku saya telah mencapai kata lumayan banyak. Ada yang telah saya baca lalu saya pamerkan di media sosial dan ada juga yang masih mengkilap dengan plastik dan belum sempat saya baca. Mungkin sebagai seseorang yang dianggap memiliki buku yang berlebih, tidak hanya saya saja yang mengalami hal ini. Kalian-kalian (paansih bawa-bawa orang) yang juga punya buku yang cukup besar kuantitasnya pasti pernah mengalami hal ini. Sering kali teman, sahabat, keluarga atau orang lain meminjam buku kita.

Momen pinjam dan meminjamkan buku sudah sering saya lakukan. Baik kepada teman yang saya kenal hingga teman yang saya cuma tahu namanya tapi tidak akrab-akrab banget. Dan satu yang sering saya temukan dari aktivitas pinjam meminjam buku itu adalah hampir rata-rata orang yang meminjam buku sering tidak tahu diri. Ini menjadi hal yang sering saya pusingkan sendiri.

Saya pernah mencoba melakukan tindakan preventif untuk mencegah tindakan tidak tahu diri saat meminjam buku dengan tidak mau meminjamkan buku yang saya miliki. Namun di satu sisi, saya merasa bersalah dan tidak enak. Aktivitas tersebut membuat saya seolah-olah menghalang-halangi keinginan seseorang untuk mencari ilmu lewat buku-buku yang saya miliki. Hingga ada saja yang berujung cemoohan kepada saya mulai dari pelit, sok pintar, hingga ilmu itu dibagi bukan buat diri sendiri. Hal itulah yang akhirnya meruntuhkan tindakan preventif saya dan mulai melunak lagi untuk meminjamkan buku. Tapi hal yang saya hadapi ujung-ujungnya sama saja, mereka yang meminjam buku saya lagi-lagi tidak tahu diri.

Kasus yang terbaru, buku saya sudah dipinjam hampir sebulan. Usaha yang saya lakukan sudah lumayan, mulai dari DM Instagram dan ngasih komentar di kolom komentar Instagram-nya. Kelihatannya memang kayak orang pelit, tapi saya pikir hal yang saya lakukan sah-sah saja jika saya menuntut barang milik saya kembali. Jawaban dari si wanita yang meminjam buku saya pun kesannya santai sekali, “Iyaa nanti.” Dan sampai sekarang buku saya masih belum kembali.

Di setiap momen ketika saya meminjamkan buku kepada orang lain, saya menemukan sangat jarang sekali orang-orang yang meminjam buku itu kooperatif. Maksudnya, ketika perjanjian meminjam diteken lewat mulut misal selama satu minggu atau satu bulan. Sulit sekali saya menemukan mereka yang meminjam buku saya sadar dan berlaku kooperatif dengan cara nge-chat atau setidaknya memberi kabar jika bukunya belum selesai dibaca. Sebaliknya, rata-rata mereka yang meminjam buku ini akan bersikap bodo amat dan tidak pernah memberikan kabar apa pun setelah masa tenggang peminjaman telah lewat. Walau rata-rata sering tidak tahu diri, tapi ada juga kok mereka yang meminjam buku ke saya itu orangnya kooperatif. Namun itu bisa dihitung jari, tidak banyak.

Hingga akhirnya saya curiga, apa yang ada di pikiran orang-orang tidak tahu diri ini saat meminjam buku orang lain? Mengapa mereka bisa bersikap seperti itu? Satu yang terbersit di pikiran saya, apa jangan-jangan mereka yang meminjam buku ini ingin mengamalkan ucapan Bapak Pluralisme Indonesia, Almarhum Gus Dur? Bahwa pada hakikatnya orang yang meminjamkan buku itu bodoh dan orang yang mengembalikan buku itu gila.

Saya merasa apa yang diucapkan Gus Dur memang benar-benar menjadi pakem para peminjam buku yang sering saya temui. Membuat orang yang bukunya mereka pinjam terkesan menjadi orang bodoh yang gampang sekali diakal-akalin. Gampang sekali diacuhkan dari kehidupan ini dan mudah sekali tidak dianggap keberadaannya. Apakah semua orang yang meminjam buku selalu membaca kalimat Gus Dur yang tentang pinjam meminjam buku itu, ya? Mereka tidak mau menjadi orang yang disebut gila dengan mengembalikan buku yang mereka pinjam. Saya curiga rata-rata orang yang meminjam buku punya gengsi tidak mau dipanggil orang gila dan akhirnya memutuskan menjadi orang tidak tahu diri dan bodo amat soal mengembalikan buku. Ah sudahlah, pikiran saya terlalu penuh curiga.

Tapi kalau dipikir-pikir antara menjadi gila dan tidak tahu diri itu baikan yang mana, sih? Setahu saya Cak Dlahom saja tidak masalah dianggap gila. Setidaknya beliau menghindari perilaku tidak tahu diri. Tapi kenapa orang-orang yang minjam buku ini rata-rata tidak mau dianggap gila dan lebih memilih tidak tahu diri? Hadeeeh, kalah sama Cak Dlahom~

BACA JUGA Perkara Meminjam: Seperti Apa Pun Bentuknya, Kembalikan atau tulisan M. Farid Hermawan lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version