Kenapa Emang Kalau Kaum Lelaki Suka K-Pop?

mendengarkan musik

mendengar musik

Salah satu hobi saya yang mainstream adalah mendengarkan musik. Ketika sedang dalam perjalanan, menyendiri, bahkan saat belajar pun harus memasang earphone di telinga, agar dapat sembari mendengarkan musik. Loh? Memangnya kenapa kalau belajar sambil dengar musik? Gaya belajar tiap orang, kan, beda-beda. Toh, dengan begitu juga saya masih dapat nilai yang cukup untuk naik kelas.

Mendengarkan musik kapan dan di mana pun ini memang sudah jadi bagian dari kebiasaan untuk kebanyakan orang, tak terkecuali saya. Tanpa musik dalam keseharian, rasanya sepi seperti tanpa kehadiranmu ada yang kurang dan mengganjal. Tidak genah.

Banyak genre musik yang ada di Indonesia, dari mulai musik tradisional yang memang asli berasal dari beberapa daerah, seperti keroncong, sampai dengan musik beraliran keras, rock, metalhead, dan lain sebagainya.

Pada dasarnya, saya akan mendengarkan lagu yang memang saya suka, apa pun genrenya. Mulai dari dangdut, keroncong, melayu, pop, rock, screamo, metal, bahkan dangdut koplo sekalipun. Kalau memang cocok, kenapa harus berpisah dan tidak dilanjutkan ke tahapan yang lebih serius tidak untuk didengar?

Sekarang, ada salah satu genre musik yang memang paling digemari oleh khalayak ramai. Tidak mengenal pria atau wanita, K-Pop.

K-Pop sendiri beranggotakan lebih dari satu orang, kalau hanya seorang jadinya solo karir.  Selain itu, suara dan tarian mereka wajib menarik untuk dilihat selain tampang yang rupawan. Tidak sedikit pula video clip atau aksi panggunh yang ditampilkan memanjakan mata penonton.

Saya menjadi salah satu dari (mungkin) sekian banyak lelaki yang memang menyukai aliran K-Pop. Apa salah jika saya sebagai lelaki menyukai K-Pop? Karena di lingkar pergaulan saya, nampaknya masih asing dengan aliran musik ini dan dianggap aneh dan tidak biasa. Memang di mana letak aneh dan salahnya, sih? Ini kan hanya soal selera, namun sepertinya jadi hal yang tidak biasa. Seperti kebanyakan para pendukung politik sekarang, jika beda pilihan dianggap aneh.

Dengar musik daerah, tradisional, dangdut, melayu, bahkan yang koplo sekali pun tidak lantas menjadikan seseorang terkesan ndeso, kan? Pun sebaliknya, dengar aliran musik rock, metal, screamo, tidak serta merta akan terlihat keren dan kekinian, khususnya di lingkar pergaulan.

Memang apa salahnya kalau saya punya list lagu Super Junior, Miss A, Black Pink, sampai dengan BTS di akun spotify saya walaupun masih pake yang gratisan dan banyak iklannya? Meski tidak semua lagu mereka yang saya dengar, tapi ada beberapa yang memang saya suka.

Ketika dengar lagu Super Junior, misalnya, saya suka dengar Mr. Simple, musiknya yang energetic bikin kepala saya seperti “manut-manut” ketika diperintah oleh atasan. Cukup bikin semangat sewaktu beraktivitas di pagi hari.

Untuk Miss A, walaupun sudah bubar pada akhir 2017 lalu, tidak menjadikan lagunya hilang dari peredaran. Jelas lagu dan videonya masih bisa dinikmati di internet. Walaupun Suzy itu memang cantik, tapi bagi saya Min tetap lucu dan menggemaskan. Lagu yang biasanya saya dengar Breathe, bad girl good girl, Good-bye Baby, dan I don’t need a man. Semuanya terasa menyenangkan di kuping saya dengan atau tanpa celaan dari teman-teman lain.

Untuk Black Pink yang baru saja melakukan comeback, pada lagu Kill This Love, musik terdengar “mewah” dan videonya “megah”. Betul-betul memanjakan mata dan telinga para penggemar mereka. Setelah sekitar satu bulan dirilis, video clip Kill This Love sudah dilihat sekitar 284 juta orang.

Terakhir BTS (Bangtan Sonyeondan), juga dikenal sebagai Bangtan Boys, mereka juga baru-baru ini juga melakukan comeback, dengan lagu yang dirilis berjudul Boy With Luv, yang sudah melihat video clipnya di youtube sampai dengan saat ini sekitar 247 juta.

Saya pikir, sah-sah saja mendengar aliran musik apa pun, ini kan tergantung selera, dan sudah pasti selera tiap orang itu beragam. Jadi, untuk apa menganggap aneh orang lain yang memang punya selera yang berbeda?

Toh, salah satu peribahasa latin pun sudah memberi penegasan ihwal selera, “De Gustibus Non Est Disputandum” yang bermakna, tidak perlu ada yang diperdebatkan menyangkut selera.

Exit mobile version