Kemasan Bukan Segalanya, tapi Kemasan Roti Aoka Tercipta Memang untuk Dihina

Kemasan Bukan Segalanya, tapi Kemasan Roti Aoka Tercipta Memang untuk Dihina

Kemasan Bukan Segalanya, tapi Kemasan Roti Aoka Tercipta Memang untuk Dihina (unsplash.com)

Walaupun bukan termasuk makanan pokok, popularitas roti cukup menempati hati konsumen Indonesia. Selain mengenyangkan, roti juga praktis dan mudah didapatkan di berbagai minimarket maupun warung pinggir jalan. Salah satu merek roti yang sempat menjadi perbincangan warganet adalah roti Aoka.

Terlahir di Kota Paris van Java, popularitas roti Aoka sukses melejit di berbagai platform media sosial. Selain sangkut paut isu kesejahteraan buruh pabrik, kontroversi lain yang menyertai eksistensi panganan ini adalah banderol harga super murah serta rentang tanggal kedaluwarsa sangat lama. Tidak cukup sampai di situ, belakangan ini brand makanan tersebut kembali menuai hujatan lantaran desain kemasannya yang melampaui logika manusia.

Pemilihan model huruf yang bikin riskan membuat pembeli salah baca

Branding merupakan strategi marketing yang krusial guna membentuk positioning suatu merek di dalam suatu industri. Dengan keunggulan posisi yang kuat, niscaya umur suatu produk di pasar akan lebih lama ketimbang para kompetitornya. Satu di antara unsur yang mendukung branding adalah kemasan, termasuk model huruf atau font yang dipakai.

Keberhasilan penggunaan font sebagai identitas sebuah merek telah dibuktikan oleh Disney. Dengan mengesampingkan makna tulisan yang meniru bentuk huruf khas Disney, orang awam serta merta akan mengingat brand perusahaan hiburan multinasional tersebut seketika melihatnya. Entah karena tidak mengetahui fakta ini atau lantaran faktor lain, roti Aoka justru melakukan kesalahan fatal saat menetapkan font yang mereka gunakan.

Huruf “A” pada kata Aoka tidak terutup sepenuhnya di ujung atas sehingga tampak seperti huruf “H”. Alih-alih membaca Aoka dengan benar, tidak sedikit konsumen yang lantas terkecoh dengan mengiranya sebagai Hoka. Sementara huruf “A” yang terletak di akhir kata merek masih terselamatkan. Sebab, celah pada huruf tersebut tampak lebih sempit dan masih tersamarkan oleh huruf “K” yang seolah memayunginya. Pun, jarang ada produk lokal yang mengaplikasikan huruf konsonan berurutan. Alhasil, pembeli masih cenderung membenarkan huruf “A” terakhir itu.

Walau perkara ini terdengar sepele, kesalahan pengucapan merek dapat berakibat merugikan produsen dalam jangka waktu lama. Bagaimanapun merek adalah tanda untuk mengenali asal sebuah produk berikut kualitasnya. Tidak ada jaminan bahwa kelak akan ada pesaing yang memanfaatkan kelemahan ini untuk merugikan pihak roti Aoka. Lebih buruk, bisa jadi akan muncul perusahaan sejenis yang menduplikasi brand serta produk roti panggang ini guna merebut pangsa pasar Aoka.

Warna bungkus Roti Aoka nggak sesuai rasa isi selai

Komponen lain dari kemasan Roti Aoka yang layak diperdebatkan adalah warna pada plastinya yang tidak sesuai ekspetasi. Lumrahnya, terdapat korelasi antara warna yang dibubuhkan pada kemasan panganan dengan rasa yang ditawarkan. Misalnya saja, warna putih yang identik dengan rasa vanila.

Sialnya, kelaziman ini tidak akan ditemukan pada kemasan Roti Aoka. Sebagian besar bungkus roti Aoka terbilang ajaib. Kecuali untuk isian cokelat, nanas, dan roti pandannya yang sesuai dengan bayangan pembeli. Pasalnya, baik varian stoberi dan blueberry, keduanya dikemas dalam bungkus plastik dengan sentuhan warna hijau yang mirip dengan bungkus roti panggang pandannya.

Memang bagian kemasan tembus pandang kemasan memungkinkan konsumen untuk langsung mengetahui varian pandan karena warna rotinya yang berwarna kehijauan pula. Akan tetapi, tidak satupun pembeli yang bisa membedakan isian stoberi dan blueberry hanya berdasarkan warna bungkusnya saja. Orang normal pasti akan memautkan stoberi dengan warna merah dan blueberry dengan warna ungu.

Kelucuan penggagas packaging Roti Aoka tidak hanya berhenti sampai di situ. Varian keju yang semestinya lekat dengan warna kuning muda malah dibalut dengan plastik berwarna oranye stabilo yang lebih kental dengan citra buah jeruk. Selain itu, warna keunguan justru dipakai untuk merepresentasikan roti panggang isi vanila.

Bikin rumit pembeli yang mau beli roti

Warna kemasan yang tak sesuai isi selai tentu meresahkan. Sebab, banyak konsumen yang mengandalkan instuisi mereka ketika berbelanja semata-mata dengan memperhatikan bungkus produknya. Lagi pula, aktivitas berbelanja semestinya menyenangkan. Bukan malah memperumit hidup dengan repot-repot mengidentifikasi rasa setangkup roti panggang. Ditambah lagi, konsumen yang belum cakap membaca seperti anak kecil akan rentan merasa tertipu mentah-mentah.

Tidak ada yang paham segala keanehan ini disengaja atau tidak. Bisa jadi, inilah taktik Aoka untuk membedakan diri dengan para pesaingnya sehingga publik akan semakin notice dengan produknya. Atau mungkin, memang desainer kemasan Aoka tengah menghadapi masalah pelik saat menuangkan idenya. Namun yang pasti, bungkus roti Aoka memang terlahir untuk menjadi bahan hujatan kita semua.

Penulis: Paula Gianita Primasari
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Roti Viral Aoka Siap-siap Lengser, Roti NaNa Lebih Layak Dibeli Rakyat.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version