Salah satu daerah yang mengalami kemajuan cepat di Banyumas adalah Purwokerto Utara. Ada berbagai aspek yang melatar belakangi hal ini. Mulai dari kehadiran universitas hingga berbagai fasilitas publik yang menunjang aktivitas warga. Kali ini, saya akan membahas mengenai salah satu wilayah di kecamatan yang terletak di sisi utara Purwokerto ini, daerah tersebut bernama Karangjambu.
Selama empat tahun tinggal di Purwokerto, Karangjambu menjadi wilayah yang tak pernah luput dari perhatian saya. Mengapa? Karena daerah ini memiliki akses yang dekat dengan kampus saya, UIN SAIZU Purwokerto. Selain itu saya juga akrab dengan beberapa warga lokal yang sudah hidup puluhan tahun di wilayah padat penduduk itu.
Kini, Karangjambu menjadi sebuah daerah yang dihinggapi oleh berbagai masalah. Lantas, apa saja masalah yang ada di Karangjambu Purwokerto? Begini ceritanya, Lur!
Daftar Isi
Dominasi pendatang yang membuat warga lokal cemburu
Para pendatang adalah tamu yang lambat laun menjadi warga lokal. Mereka beranak pinak dan tumbuh di lingkungan baru. Meski demikian, mereka bukanlah warga asli. Kecemburuan warga lokal terhadap mereka adalah keniscayaan yang sulit dihilangkan. Kejadian itu tak hanya terjadi di satu daerah, di tempat lain pun demikian, termasuk Karangjambu Purwokerto.
Di sini, warga pendatang sudah mendominasi. Warga asli hanya bisa menjadi penonton dalam berbagai permainan ekonomi yang dilakukan para pendatang. Mereka seolah memantau dari pinggir lapangan tanpa bisa turun dan terlibat langsung dalam berbagai “pertandingan”.
Ada berbagai bangunan mewah berdiri di wilayah ini, kos-kosan mewah hingga homestay. Bahkan saya sulit membedakan mana yang pendatang dan mana warga asli Karangjambu. Mereka berbaur menjadi satu. Entah karena kahanan atau keterpakasaan.
Baca halaman selanjutnya: Kemacetan di perempatan Karangjambu bikin pengendara lelah…
Kemacetan di perempatan Karangjambu Purwokerto bikin lelah para pengendara
Hampir setiap hari saya melewati perempatan Karangjambu Purwokerto. Kemacetan menjadi sebuah pemandangan lazim yang tak bisa dilewatkan di siang dan sore hari. Di saat itulah mahasiswa berjubel di jalan.
Kondisi jalan yang sempit semakin memperkeruh suasana. Belum lagi lampu merah ini cukup unik sehingga pengendara menjadi sedikit gagap budaya. Sebenarnya keunikan yang lebih tepat disebut ketidaklaziman itu adalah saat lampu berganti menjadi hijau, dua ruas jalan bisa melaju bersamaan. Jadi, jika lampu sisi utara hijau, lampu lalu lintas sebelah selatan ikut menyala hijau. Begitu pula saat lampu hijau dari arah barat menyala, lampu lalu lintas sisi timur pun menyala hijau.
Sistem lampu merah di perempatan Karangjambu Purwokerto ini kadang menimbulkan kemacetan di tengah-tengah perempatan. Makanya di pagi hari para polisi akan siap siaga mengatur lalu lintas agar tetap tertib. Sialnya, di sore hari, para polisi itu tak lagi berjaga. Akhirnya pengendara harus jeli saat melewati perempatan yang menurut saya nggak jelas ini.
Keamanan terusik para pelaku curanmor
Salah seorang kawan saya yang kos di Karangjambu Purwokerto pernah kehilangan motornya. Kejadian tersebut berlangsung dengan cepat. Saat itu dini hari di mana dia terlelap tidur, ada maling yang membuka pintu gerbang dan menggasak motor matic yang terparkir di depan kamar. Padahal motor kawan saya ini masih bar, lho.
Setelah setahun lamanya, tak ada kabar apa pun tentang kasus curanmor tersebut. Padahal aksi pencurian itu terekam kamera CCTV. Seharusnya dengan adanya bukti yang kuat tersebut, malingnya bisa mudah ditemukan. Tapi apa daya, tak ada cara lain selain merelakan motor digasak maling. Sungguh nelangsa, Lur.
Kini Karangjambu Purwokerto menjelma menjadi daerah yang penuh dengan masalah. Layaknya kain putih, Karangjambu kini dihiasi coretan tinta hitam yang semakin banyak dan sukar dihapus. Saya hanya bisa berharap masalah-masalah yang ada di wilayah ini bisa segera diurai satu per satu sehingga Karangjambu bisa nyaman untuk ditinggali lagi.
Apakah kalian punya pengalaman tinggal di sini? Apa yang kalian rasakan selama tinggal di Karangjambu?
Penulis: Yanuar Abdillah Setiadi
Editor: Intan Ekapratiwi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.