Kalau kalian mendengar “Kediri”, kebanyakan mungkin akan langsung teringat pada Kecamatan Pare, yakni lokasi kampung Inggris yang sangat terkenal di Jawa Timur. Meskipun belum pernah mengunjungi tempat ini, tak jarang obrolan tentang Kediri akan berlanjut seputar Kampung Inggris Pare. Sebab, tempat ini dipercaya sebagai tempat paling cocok untuk mengasah kemampuan bahasa Inggris.
Tapi, tak sedikit seseorang terlalu memasang ekspektasi tinggi pada Kampung Inggris Pare ini—demikian pula saya. Apa yang saya bayangkan sebelum berkunjung ke Pare ternyata cukup berbeda dengan kenyataannya. Mudahnya, Kampung Inggris Pare Kediri itu sebenarnya mengalami krisis identitas. Yah, membayangkan sebuah “Kampung” dan “Inggris” saja sudah aneh di pikiran saya.
Bahasa Inggris hanya digunakan di tempat kursus
Kebanyakan orang yang belum berkunjung ke Kampung Inggris Pare akan berpikir bahwa di tempat ini bahasa Inggris sangat umum digunakan. Saya pun berpikir demikian. Meskipun teman saya sudah bilang bahwa sekarang sudah berubah, saya berasumsi bahwa perubahannya mungkin tidak begitu parah. Ternyata tidak, perubahannya jauh dari ekspektasi saya.
Di Kampung Inggris Pare, menggunakan bahasa Inggris pada orang yang belum dikenal masih terasa aneh dan canggung. Jangankan di warung makan, di toko-toko modern seperti minimarket kita tetap menggunakan bahasa Indonesia kok. Khutbah Jumat juga masih memakai bahasa Indonesia.
Bahasa Inggris hanya ketat digunakan di lingkungan tempat kursus, seperti di asrama, ngobrol sesama teman kursus, dan dalam kegiatan kelas. Jadi, ngobrol pakai bahasa Inggris ke orang yang belum dikenal masih tetap bukan kebiasaan di Kampung Inggris Pare.
Selama dua minggu di Pare saja, saya baru sekali ngobrol pake bahasa Inggris sama ibu-ibu warung. Itu pun tidak lama, hanya sepatah dua patah kata saja.
Tidak ada kampung-kampungnya
Memaknai Kampung Inggris Pare adalah kampung sebagaimana makna aslinya adalah salah besar. Lokasi Kampung Inggris tidak ada kampung-kampungnya sama sekali. Sebaliknya, lingkungan Kampung Inggris sudah seperti tampilan perkotaan pada umumnya. Bangunan-bangunan saling berdempetan, mulai dari asrama, kos-kosan, pertokoan, tempat kursus, hingga cafe-cafe.
Di Kampung Inggris Pare juga ada odong-odong kereta yang berkeliling dari kompleks satu ke kompleks lain. Ya, sama dengan odong-odong yang biasa kita temukan di kota. Parahnya, aktivitas kita kadang akan terganggu oleh penumpang odong-odong yang kerap bernyanyi bersama dengan nada yang keras. Hadeh! Jadi, jangan pikir Kampung Inggris adalah sebenarnya kampung yang jauh dari kegaduhan ya. Kampung ini kampung yang udah krisis identitas.
Namanya saja yang kampung, tapi suasananya tetap kota!
Baca halaman selanjutnya
Tinggal di Kampung Inggris Pare juga bisa hidup elit
Jangan anggap bahwa hidup di Kampung Inggris Pare itu selalu murah-meriah. Anggapan ini hanya berlaku untuk suasana Pare beberapa tahun lalu. Sekarang, anggapan tersebut hanya berlaku untuk golongan yang mendang-mending. Sebab, kini kalian bisa hidup elit di Kampung Inggris, tak jauh beda saat kalian hidup di kota.
Misalnya untuk tempat tinggal, banyak kos-kosan yang boleh diisi satu orang. Harganya pun beragam. Mau cari yang ber-AC, yang harganya di atas 1 juta? Ada. Bergantung dengan kemampuan kalian saja.
Lalu, saya sudah sedikit jelaskan di atas bahwa di Pare tidak sedikit cafe yang bisa kalian pilih untuk nongkrong. Tempat ngopi di Kampung Inggris bukan hanya warkop, tetapi juga banyak cafe-cafe modern, termasuk yang menyediakan billiard. Harganya juga bukan 5 ribu ya guys, tapi sudah menyentuh 10 ribu ke atas.
Di Kampung Inggris juga sudah ada Tomoro Coffee. Siapa yang tidak tahu franchise terkenal ini. Cafe elit yang tidak cocok untuk ekonomi sulit!
Haduh, bukankah di kampung ada Tomoro Coffee itu adalah fakta yang aneh, Gaes?
Ya, itulah alasan saya menganggap bahwa Kampung Inggris Pare Kediri sudah mengalami krisis identitas. Tapi bukan berarti belajar di Kampung Inggris itu sia-sia ya. Tidak. Semua tergantung niat dan usaha kita. Saya saja masih ada rencana untuk kembali ke sana. Tulisan ini hanya sebagai informasi supaya kalian tidak memasang ekspektasi tinggi!
Penulis: Abdur Rohman
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kampung Inggris dan Stigma Pare Jahat yang Disematkan Padanya
