Saat merasa tersakiti, tiap orang tentu memiliki reaksi yang berbeda satu sama lain. Mungkin reaksi tersebut tergantung pada siapa orang yang menyakitinya dan seberapa besar kadar sakit hati yang ia peroleh. Biasanya nih ya, kalau ada orang yang tersakiti gitu pasti deh ada kalimat keramat untuk menyembuhkan atau paling tidak menyemangati rasa sakit hatinya tersebut. Kata-kata itu seperti halnya mantra yang seolah menguatkannya dari rasa sakit.
Nah, kali ini saya mau memaparkan kalimat keramat yang sering kali dipakai oleh orang Jawa ketika mereka tersakiti. Kata-kata ini seperti halnya copyright versi orang Jawa, yang kemudian dicopy paste oleh sebagian atau bahkan semua orang Jawa yang sedang mengalami sakit hati. Meski kalimatnya itu intinya hampir serupa, tapi pengucapan kalimat ini dilakukan tergantung pada jenis sakit hati yang dialami. Secara sederhananya, lain sakit hati maka lain juga penggunaaan kalimatnya.
Lantas, apa saja kalimat itu dan pada momen apa kalimat itu diucapkan, mari disimak list kalimat keramat versi sakit hatinya orang Jawa berikut ini:
Satu: Lemah Teles, Gusti Allah sing Bales
Kalimat ini kalau diartikan artinya tanah basah, Tuhan yang membalas. Ini kurang lebih ungkapan dari kaum tersakiti yang tak mau melakukan drama balas dendam tapi juga tak terima dengan perlakuan tersebut.
Luka harus dibalas luka, air mata harus dibalas air mata, kesedihan harus dibalas kesedihan, serta sakit hati yah harus dibalas dengan sakit hati juga. Mereka percaya bahwa setiap apa yang kita lakukan di dunia ini pasti ada balasannya.
Oleh karena itu, orang yang tersakiti ini kemudian menyerahkan tugas balas dendamnya itu pada Tuhan, agar Tuhanlah yang akan membalaskan dendamnya pada orang yang menyakitinya tersebut. Mereka meyakini orang yang sudah berbuat jahat pada mereka ini kelak juga akan mendapat balasan setimpal, dan kalau bisa yah lebih banyakan dikit balasannya. Hehehe.
Kalimat tentang lemah teles, Gusti Allah sing bales ini jadi mengingatkan saya pada kalimat yang dikatakan oleh Cak Lontong, “Ketika kamu bilang biar Tuhan yang membalas, yang harus kamu tahu adalah bahwa yang kamu alami sekarang adalah balasan dari Tuhan.”
Dua: Gusti Mboten Sare
Tuhan tidak tidur. Kalimat ini sering diucapkan bagi mereka yang mungkin mengalami sakit hati berupa teraniaya, dituduh, difitnah, dizalimi, tapi mereka ini tak bisa berbuat apa-apa untuk melawan dan menunjukan kebenarannya.
Kemudian mereka membuat perumpamaan bahwa Tuhan tidak tidur. Sehingga dengan kata lain, mereka ingin bilang kalau Tuhan itu melihat apa yang kita alami, termasuk saat di mana kita dianiaya oleh orang lain. Bagi mereka yang merasa sangat dekat dengan Tuhan, mereka meyakini Tuhan tak akan tinggal diam saja ketika melihat hamba-Nya yang tersakiti seperti itu.
Kalau kata Andrea Hirata, “Tuhan tahu, tapi menunggu.”
Tiga: Sapa sing Nandur Bakal Ngunduh
Siapa pun yang menanam nanti bakalan memanen juga. Kalau si orang itu menanam kebaikan maka kebaikan pulalah yang akan dituainya. Begitu juga sebaliknya jika orang menanam keburukan maka kelak dia juga akan memanen keburukan yang serupa.
Para orang Jawa yang tersakiti ini merasa bahwa perlakuan buruk yang dilakukan padanya itu merupakan benih keburukan yang sedang orang lain sebar padanya. Maka mereka dengan yakin, akan melihat orang yang menyakiti ini kelak akan memanen sakit hati yang sama seperti yang ia alami.
Empat: Wong Sabar Rejekine Jembar
Kalimat ini biasanya diucapkan ketika kita dibuat sebal yang teramat menyakitkan, tapi kita tak punya daya dan upaya melawan mereka. Misal anak buah yang dimarahi habis-habisan oleh atasannya, meski sakit hati yah mereka cuma bisa ngelus dada dan merapalkan mantra tersebut. Yah, apa boleh buat, mau ngajak gelut nanti juga gimana kan. Akhirnya yah gitu, cuma bisa sabar maning… sabar maning, Son!
Lantaran tak bisa berbuat apa-apa, sehingga mereka memilih untuk mengalah. Mereka kemudian mensugesti diri sendiri, dengan tetap sabar meski merasakan sakit hati ini. Mereka percaya dengan kesabaran tersebut kelak mereka akan mendapatkan reward. Apa reward-nya? Entahlah, mungkin bisa berupa rezeki ataupun pahala yang berlipat-lipat nantinya.
BACA JUGA Penyebutan Perempuan dalam Masyarakat Jawa dan Makna Filosofis di Baliknya dan tulisan Reni Soengkunie lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.