Siapa yang belakangan ini perasaannya dibuat campur aduk oleh Habib Rizieq? Saya juga. Mulai dari fandom Habib yang berkerumun di bandara Soekarno-Hatta beberapa waktu lalu itu. Eh, sekarang malah mau membuat kerumunan lagi. Yup! Reuni 212 yang rencananya akan digelar pada 2 Desember mendatang. Waduh. Sakit kepala saya membayangkan sebanyak apa kerumunan yang akan memenuhi Monas nantinya.
Tapi, katanya izinnya nggak keluar sih, ya udah lah ya mau gimana lagi.
Tapi, apa tidak berpikir dua kali ya sebelum memutuskan untuk menggelar acara besar-besaran seperti ini? Apa belum cukup ya setelah berkerumun di bandara dan mengadakan acara ceramah saat Maulid Nabi kemarin. Kok abis itu dengan sangat kukuh ingin mengadakan reuni 212. Wahai kalian semua penyelenggara apa sudah lupa pandemi ini masih merajalela di sini? Apa lupa dengan protokol kesehatan yang mestinya ditaati. Kok ya malah dilanggar!
Sudah lupa ya Indonesia memecahkan rekor dengan pasien bertambah sebanyak lima ribu orang. Hadeh. Kenapa sih tidak dipikirkan matang-matang kalau mau menggelar acara besar semacam itu. Acara reuni seperti itu kan bukan hanya perkara puluhan orang, tapi ratusan bahkan ribuan orang. Apalagi ini reuni 212. Sudah tahu kan sebanyak apa partisipasinya. Tahan dululah untuk sementara waktu. Apa tidak bisa?
Saya mengerti sih yang namanya takdir kematian itu memang di tangan Tuhan. Dia yang menentukan. Jadi saya pikir sah-sah saja kalau masyarakat Indonesia khususnya mereka yang hobinya berkerumun ini berpikir bahwa semua itu kehendak Tuhan. Kalau sakit ya kehendak Tuhan. Kalau mati ya kehendak Tuhan. Kalau tertular Covid-19 juga kehendak Tuhan. Paham lho saya maksud pernyataan ini.
Namun, masalahnya kita ini sebagai manusia ditambah masyarakat Indonesia yang harusnya bisa dong mematuhi aturan yang sudah ditetapkan pemerintah. Kita ini secara tidak langsung memutus rantai penyebaran Covid-19. Dengan begitu pandemi akan cepat usai. Lha kok ini malah ditambah-tambahi toh, Mas Mbak. Lantas, kapan pandemi ini akan berakhir kalau begitu?
Kemarin itu saat Habib Rizieq melakukan ceramah dalam rangka memperingati Maulid Nabi, beliau didenda sebesar 50 juta kan. Nah ini, masalahnya semua bisa diatasi dengan uang. Kalau begitu mah Habib enak sekali. Tinggal bayar denda besok-besok gelar acara lebih meriah lagi. Nggak tau deh apa lagi.
Kalau semua bisa selesai dengan bayar denda, semua orang tentu akan abai dengan protokol yang sudah disediakan. Kalau semua selesai dengan uang, orang-orang makin memandang remeh ini semua. Bagi yang punya duit, ketakutan nggak ada. Tapi, buat yang nggak punya, gimana? Kalau gitu hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas dong?
Baru-baru ini muncul larangan dari Wagub DKI terkait tidak boleh ada kerumunan saat Natal dan Tahun Baru mendatang. Oh, jelas isi seperti ini menyentil kaum minoritas kan. Tapi, jangan sedih, saya juga minoritas kok di Indonesia. Sebagai warga negara yang baik sebagai minoritas ya saya manut saja deh kalau dilarang berkerumun. Nggak usah macam-macam. Jangan cari perkara.
Mengingat saya dari masyarakat lain yang minoritas ini adalah bagian kecil dari Indonesia. Namanya juga minoritas ya kami nggak berani lah macam-macam. Salah sedikit kena hujat nanti kamu. Memang semenyeramkan itu lho mulut-mulut netizen ini. Hadeh. Ya meskipun mungkin kalau ada acara besar atau ibadah raya memang disediakan masker dan hand sanitizer, tapi kami mending mencegah. Mending tidak usah berkerumun saja sekalian. Seperti itu bukannya lebih aman.
Sebagai minoritas memang agak sulit sih karena di saat pandemi seperti ini dan suasana sedang memanas, apa yang kami ucapkan dan lakukan selalu menjadi dasar permasalahan nantinya. Maka dari itu. Ayolah kita manut saja. Nurut saja sama pemerintah. Toh segala bentuk ibadah juga bisa dilakukan dari rumah.
Saya akui kekuatan mayoritas itu luar biasa. Sudahlah jadi minoritas yang cinta damai saja. Nggak usah cari ribut. Nggak usah membuat kluster penyebaran baru. Kalau memang ada oknum-oknum yang rewel dan kukuh ingin membuat kerumunan Natal dan Tahun Baru ya diberi denda saja. Nanti pasti dibayar dan diulangi lagi. Hehehe.
BACA JUGA Mei Mei Adalah Representasi Wanita dengan Self Love Level Dewa atau tulisan Ayu Octavi Anjani lainnya.