Joker Kali Ini Humanis dan Kita Banget

joker

joker

Tawa Arthur selalu terngiang-ngiang di telinga saya.  Tawa dengan bermacam makna. Bahagia, sedih atau kecewa. Pada akhirnya Arthur Fleck tetap tertawa melihat dunia ini.

Satu kalimat buat Joaquin Phoenix, “you’re insane, Bro!” Lewat Joaquin Phoenix, Joker versi manusia hadir secara utuh. Lewat berbagai fase penderitaan yang terus memuncak dalam tiap adegan. Tidak salah memang banyak yang memuji film Joker karya Todd Phillips ini bahkan sebelum edar tayang di bioskop-bioskop. Dan pasti yang jadi pertanyaan kamu, apakah Joker versi Joaquin Phoenix sama dengan Joker versi Heath Ledger? Saya jawab: tidak! Tapi saya berani mengatakan bahwa Joker versi Joaquin Phoenix adalah apa yang kita butuhkan.

Humanisme yang terlupakan dari sebuah sistem yang menyakitkan. Dunia kita inilah yang melahirkan banyak Joker. Sedangkan  jika dibandingkan dengan Joker versi Heath Ledger, dia adalah Joker yang kita inginkan. Jahat, bengis dan cerdas. Kita melihat sebuah versi Joker dengan humanis lewat Phoenix dan versi keren Joker lewat Ledger. Lantas siapa yang terbaik? Walau tidak mengecilkan peran Jared Letto, saya mengakui Joaquin Phoenix telah berhasil mengambil hati banyak orang dan mungkin telah berhasil  membuat Heath Ledger tersenyum gembira. Phoenix boleh dibilang bisa menyamai level Ledger dengan gayanya sendiri. Yang terbaik? Entahlah~

Film Joker hadir dengan plot yang sebenarnya cukup mudah ditebak walau nantinya kamu akan menemui twist-twist yang menarik terkait alasan mengapa Joker dan Batman menjadi musuh abadi yang tak pernah damai. Jika kamu mencari adegan layaknya film-film Avengers, mohon maaf, film ini tidak seperti itu.  Film Joker lebih layak disebut sebuah drama dengan alur yang terbilang lambat. Namun bukan sembarang drama yang menyajikan unsur romansa nan lebay. Justru kamu akan menonton adegan drama berdarah dengan berbagai letupan-letupan tipis pistol yang akan membuatmu menarik dan menghembuskan napas secara perlahan.

Tone filmnya juga punya ciri khasnya tersendiri. DC yang dikenal memang suka menghasilkan film dengan tone-tone yang dark tentunya mengimplementasikan kebiasaannya tersebut di film ini. Namun tidak segelap Batman v Superman. Joker punya tone dark kebiru-biruan yang bikin adem mata setiap orang yang menonton. Gaya sinematografi yang ciamik inilah yang membuat Joker terlihat semakin spesial.

Seperti yang saya singgung sebelumnya. Joker versi Joaquin Phoenix ini adalah Joker-nya kita banget. Manusiawi banget. Kenapa begitu? Karena dari awal film hingga akhir film kita disuguhkan dengan banyak pesan moral yang tersirat secara langsung ataupun tidak langsung yang sangat relevan dengan dunia dan kehidupan kita saat ini. Tentang bagaimana seorang Arthur yang pada awalnya adalah individu dengan mental illness yang baik-baik. Lantas ia terus-terusan ditampar dengan kenyataan hidupnya yang ternyata tidak semenyenangkan panggilan ibunya kepadanya: Happy.

Arthur yang mencoba menjadi orang baik ternyata selalu membentur tembok yang bernama lingkungan dan ketidakadilan yang menjerumuskannya kepada kubangan kejahatan. Mulai dari teman, tetangga bahkan yang paling menyakitkan, ibunya sendiri nyatanya telah membuat Arthur sadar bahwa dunia yang ditinggalinya sedang tidak baik-baik saja. Ditambah dengan mental illness-nya yang  tidak terkontrol. Arthur akhirnya menjelma menjadi iblis pembunuh penuntut keadilan bagi para penguasa yang lalim. Arthur tidak terima dengan cara mereka yang kaya menggunakan kekuasaannya untuk menghancurkan si miskin. Ia juga tidak terima dengan mereka yang punya kedudukan, kekuatan dan kepopuleran yang hanya digunakan untuk mempermalukan orang lain. Arthur yang sudah mencapai titik terendah dari berbagai kegagalannya akhirnya bertransformasi menjadi seorang yang tak pernah percaya lagi dengan berbagai kebusukan di dunia ini.  Bagi Arthur dunia ini penuh tragedi.

Selain itu, ada satu ciri khas Joker yang ditampilkan dengan porsi yang lumayan mantap di film ini. Tawanya. Sebuah tawa ciri khas yang Joker abis dengan raut senyum bahagia tapi dengan makna yang sangat berbahaya.

Pada akhirnya yang menjadi pokok pertanyaan banyak orang, sekali lagi, antara Heath Ledger dengan Joaquin Phoenix, Joker versi mana yang terbaik? Jawabannya adalah mereka berdua lebih baik dari Jared Letto. Tendensius memang. Namun itulah dunia kita, selalu membandingkan apapun berdasarkan persepsi diri sendiri. Selalu mau menang sendiri dengan cara berpikir egois. Tidak mau tahu dengan banyaknya penderitaan yang dialami oleh orang lain. Hingga yang paling menyakitkan adalah, bahkan keluarga sendiri pun kadang tidak bisa terlalu dipercaya.

Banyaknya tragedi di dunia ini sudah seperti komedi yang sangat menghibur. Saking menghiburnya, kita sampai lupa bahwa banyak hal tak beres yang terjadi di sekitar kita. Seperti yang Arthur alias Joker bilang, “I used to think that my life was a tragedy. But now I realize, it’s a comedy.” (*)

BACA JUGA Baru Nonton Trailer Film-nya, Udah Ngegas Aja atau tulisan M. Farid Hermawan lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version