Setelah beberapa tahun tidak melintas di Jember, akhirnya saya berkesempatan pulang dengan Supra Geter X 125 kesayangan beberapa waktu lalu. Sebenarnya, tujuan saya untuk menjajal Gunung Gumitir, sekaligus mengunjungi saudara di Banyuwangi.
Namun, sebelum menjelaskan kondisi Gumitir selepas perbaikan, saya tertarik menulis jalan di wilayah Jember. Jadi, dari Kediri, saya melintasi Tulungagung, Blitar, Malang, Lumajang dan Jember. Nah, dari semua wilayah itu, hanya Jember yang saya rasa paling jago menjaga jalan rusak tetap rusak. Konsisten rusak.
Kalau daerah lain berlomba-lomba memperbaiki jalan rusak, Jember malah mempertahankannya. Dan sangat berhasil. Makanya saya curiga kalau jalan rusak itu sudah menjadi branding.
Masuk akal, dong. Saya melihat banyak jalan rusak yang sepertinya “dipelihara” oleh Pemda. Bahkan hingga saat ini, mereka semua seperti abai, tanpa berfikir bahwa jalan rusak itu juga menyumbang tingginya insiden kecelakaan di Jember.
Bahkan di tahun 2024 lalu Polres Jember membukukan catatan lalu lintas tertinggi di Provinsi Jawa Timur. Pada masa itu, kabarnya ada 1.322 kasus kecelakaan dengan 1.880 korban dilaporkan meninggal dunia, luka ringan, dan luka berat.
Bayangkan bagaimana Jember ingin dikenal di khalayak Jawa Timur sebagai wilayah dengan angka kecelakaan tinggi. Bukankah itu sebuah prestasi?
Branding jalan rusak Jember yang sangat berhasil
Saya merasakan upaya Pemda Jember itu berhasil maksimal. Saya melihat prestasi rusak ini di Jalur Puger-Rambipuji. Ini adalah jalan utama yang menjadi tumpuan warga Jember Selatan. Jika melihat fungsinya, jalur ini merupakan urat nadi ekonomi Jawa Timur. Tidak heran Jalur Lintas Selatan (JLS) Jatim dilewatkan Puger, Jember, meskipun kapan bakal tembus Banyuwangi juga tidak bisa diprediksi.
Kembali ke Jalur Puger-Rambipuji Jember. Pentingnya akses ini tidak hanya terjadi pada masa kini saja. Puluhan tahun lalu, saat bangsa Indonesia belum merdeka, pemerintah kolonial juga melihat urgensitas akses jalur ini.
Bahkan sebelum masifnya perkembangan transportasi mobil seperti sekarang. Bangsa kolonial membangun jalur kereta api Rambipuji-Balung-Puger pada 1929. Tujuannya untuk menjawab masalah transportasi warga menuju ke Kota Jember.
Saat ini, jalur itu kini tak aktif lagi karena persaingan beragam moda transportasi. Warga Jember makin apes sebab sekarang jalan utama Puger-Rambipuji kondisinya memprihatinkan sekali. Tapi ya nggak masalah. Namanya saja branding rusak yang harus dipelihara.
Berkali-kali pemimpin Jember berganti. Mulai era Faida, Hendy Siswanto, hingga Muhammad Fawait. Semua abai dengan kondisi Jalan Raya Puger-Rambipuji Jember.
Saya saja yang hanya sesekali melintas heran betul, kenapa jalur itu tidak pernah ada perubahan dari dulu. Jika dihitung, sudah banyak korban yang harus bertaruh nyawa. Apa perlu menunggu puluhan korban lagi baru jadi atensi bupati?
Jalan rusak Jember butuh perbaikan bukan pencitraan
Saya beberapa kali mencari berita mengenai Muhammad Fawait, Bupati Jember pemenang Pilkada 2024. Tapi tampaknya sama saja.
Seperti suksesornya, Hendy Siswanto dan Faida, tampaknya mereka perlu belajar dasar-dasar kepemimpinan. Tidak hanya menitikberatkan pencitraan saja. Seperti tulisan Adhitiya Prasta Pratama mengenai program Bupati Ngantor di Desa, apa manfaatnya untuk warga. Toh setelah acara, semuanya hanya seremonial saja tanpa ada hal konkret yang diselesaikan.
Harusnya, Bupati Muhammad Fawait sadar, Jember dalam tiga kali pilkada terakhir tidak ada petahana yang berhasil melanggengkan kekuasaan. Itu artinya warga Jember memilih bupati di setiap Pilkada karena petahana tidak layak untuk dipilih kembali.
Sebab, selalu banyak masalah yang ditimbulkan. Jadi, di sisa masa jabatan ini tolong jangan hanya pencitraan saja. Jalan rusak butuh perbaikan. Jika tidak, siap-siap saja di Pilkada tahun depan akan didepak oleh calon baru.
Aturan tonase kendaraan yang perlu ditegakan
Saya paham betul kenapa jalur ini selalu rusak berkali-kali setelah membaca tulisan mengenai kondisi di Selatan Jember. Memang, saya akui, kadang investasi bisa memberikan implikasi baik untuk suatu daerah.
Namun, tidak sedikit penanaman modal justru jadi pisau bermata dua yang malah memberikan aspek kerusakan. Entah itu rusak dari secara ekologi karena investasinya bergerak di bidang tambang. Atau kerusakan jalan seperti yang dialami ruas Puger-Rambipuji, Jember. Tonase muatan truk semen dari PT Semen Imasco Asiatic tentu perlu diatur.
Jangan karena mereka sudah berinvestasi besar, lalu Pemda Jember seakan ikut aturan investor. Jadinya malah abai dengan kondisi jalan. Meski sudah ada perbaikan, tanpa perhatian serius dari pemangku kebijakan untuk menindak tonase berlebih, jalan pasti akan rusak lagi. Harus ada atensi serius agar pelanggaran ini tidak dibiarkan.
Lagi-lagi pengguna jalan yang selalu jadi korban
Entah sudah berapa banyak korban yang harus meninggal di Jember Ini. Beberapa kali warga protes sepertinya sama saja. Perbaikan yang dilakukan ala kadarnya malah justru membuat jalan makin parah.
Bahkan, beberapa waktu lalu di Desa Kasiyan Timur, Kecamatan Puger, Kapolres Jember sampai turun tangan untuk membuka jalur yang diblokade warga. Saat itu, warga marah karena pemerintah tak kunjung memperbaiki jalan rusak.
Warga menutup jalan bukan tanpa alasan. sebab sering kali imbas jalan yang rusak truk tambang yang tetap nekat melintas justru mengancam warga.
Jangan heran jika sering terjadi kecelakaan. Baik pengemudi truk maupun pengendara motor sama-sama saling berebut jalan bagus sehingga risiko celakanya cukup besar. Padahal, jika dilihat, sepanjang jalur ini lebih banyak berlubangnya daripada yang bagus.
Lagi-lagi pengguna jalan yang menjadi korban, hingga warga memutuskan memblokade jalan. Saya saja yang melintas menggunakan sepeda motor merasakan kengerian itu.
Semoga setelah ini ada perhatian dari Bupati Jember. Kalau sudah dipilih rakyat, ya jangan cuma pencitraan. Atau memang benar kalau jalan rusak sudah jadi branding. Selamat Jember, daerah yang paling jago menjaga jalan rusak tetap rusak.
Penulis: Fareh Hariyanto
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Saya Rindu Jember, tapi Tidak dengan Kenangan Buruknya
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















