Saya yakin, dalam hidup ini, kita pasti sering mendapati tulisan dalam sebuah poster yang tertempel di depan pintu gerbang tentang larangan parkir. Yah, minimal sekali seumur hidup pasti pernah melihat. Kalaupun belum pernah melihat, paling tidak sudah pernah mendengar cerita tentang tempelan fenomenal ini.
Bunyi tulisan keramat itu kurang lebih begini, “Jangan parkir di depan pintu!!!!!” Tanda seru dalam tulisan itu pun seolah menegaskan bahwa tulisan tersebut bukan lagi sekadar himbauan semata, tapi sudah pada tingkat peringatan.
Biasanya rumah yang sering ditempeli dengan tulisan ini adalah rumah-rumah yang berdekatan dengan toko, warung, bengkel, kios, kafe, koperasi simpan pinjam, dan bisnis lainnya. Sehingga kios sebelah selalu ramai didatangi pembeli atau pelanggan baik siang atau malam.
Jika si pemilik usaha ini paham, tentu dari awal dia sudah mempertimbangkan kemungkinan kiosnya ramai, sehingga dia akan menyediakan tempat parkir yang layak. Nah, tapi kan tidak semua manusia itu diberi ilham untuk paham hal seperti itu. Maka seringlah terjadi, luberan pengunjung yang mengakibatkan mereka harus memarkir kendaraannya di rumah sebelahnya.
Si pembeli ini juga sepertinya kurang ilham atau belum menemukan hidayah, sehingga ada tempat kosong yang nganggur, maka buru-buru dia tempati untuk parkir. Masa bodoh, itu mau rumah orang, mau kendaraannya menghalangi jalan, yang penting dia dapat tempat untuk parkir dan dia bisa belanja atau makan dengan tenang. Hmmm…
Dulunya saya juga sempat mikir, orang kok segitunya amat yah sampai nempelin larangan parkir di depan rumah. Cuma ditumpangi parkir sebentar saja tak boleh. Yah, tapi itu dulu. Sebelum akhirnya saya merasakan apa yang orang-orang itu rasakan.
Ternyata ya, sumpah, dongkol banget rasanya waktu mendapati ada kendaraan parkir tepat di depan pintu. Sudah gitu ditinggal begitu saja dan dikunci stang. Lebih apesnya lagi, kalau pas mobil yang parkir. Tanpa ada sopir yang nunggu lagi.
Kebetulan, rumah depan saya berjualan baju sehingga orang-orang yang beli ke sana, suka memarkir di depan rumah saya karena memang rumah tetangga saya ini gak punya halaman untuk parkir.
Saya sendiri sebenarnya gak masalah ya orang mau parkir di depan rumah, tapi ya mbok liat-liat juga parkirnya. Mereka itu suka sekali parkir di depan pintu tanpa ada orang atau sopir yang nunggu, sehingga kalau saya hendak mengeluarkan kendaraan, saya harus menghampiri rumah tetangga untuk menyuruh si pembeli ini meminggirkan mobil atau motornya. Begitu juga kalau saya dari berpergian, mau masuk rumah juga harus nyamperin rumah tetangga untuk menyuruh tamunya itu menyingkarkan kendaraannya.
Kalau sekali dua kali gak masalah ya, tapi kalau setiap hari kayak gitu kan bikin naik darah ya. Mau masuk rumah sendiri kok kayak mau masuk lapas, harus laporan dulu baru bisa masuk atau keluar. Belum lagi kalau kita sedang terburu-buru mau pergi, dan kendaraan gak bisa keluar karena terhalang kendaraan lain. Hal seperti ini itu kelihatan sepele tapi jengkelin dan ngeselin banget loh ya.
Bicara baik-baik sama si tetangga rasanya kok sia-sia yah, mereka malah merasa kalau kita itu tak suka dengan bisnisnya. Kalau bisnis ya bisnis, kalau usaha ya usaha, tapi mbok ya jangan terus ganggu orang lain jugalah ya. Berhubung cara halus tidak direspon, saya pun akhirnya juga melakukan hal yang sama. Membuat tulisan besar-besar di depan pagar. Dengan konsekuensi secara estetika tulisan tersebut tak enak dipandang gara-gara ada tempelan itu. Belum lagi nanti tukang sedot wc juga akan ikut-ikutan nempelin stikernya di pagar sebagai bentuk dukungan moril.
Mari lebih peduli, dan jangan melakukan sesuatu seenaknya sendiri, sehingga bisa merugikan orang lain. Jika kita tak suka orang lain menghalangi jalan kita, maka jangan sampai kita juga menghalangi jalan orang lain. Jadi, bagi para manusia yang budiman, jangan pernah lagi memarkir kendaraan di depan pintu rumah orang lain. Itu jahat.
Nanti kalau himbauan ini tak juga digubris, maka di bawah tulisan itu akan saya tambahi tulisan, “Jangan parkir di sini, Bos, nanti bannya GEMBOS!”