Tanggal 13-15 Januari lalu, untuk ketiga kalinya saya menginjakkan kaki di Kota Jakarta. Saya main ke Jakarta juga bukan sekadar main. Toh rasanya bingung juga mau ke Jakarta itu ngapain karena saya bukan tipe yang suka menikmati hiruk pikuk kota besar. Tidak lain dan tidak bukan jelas untuk kebutuhan konser.
Itu main juga ya? Oh iya ya, hehehe.
Dulu sekali saat akan pertama kali ke Jakarta, sekitar 2022 lalu, saya dibuat overthinking sebelum keberangkatan. Sama-sama berangkat untuk kebutuhan konser, saya dibikin bingung nanti setelah turun dari stasiun harus naik apa. Mengingat lokasi konser saya ada di Tangerang, jadi akan cukup mahal jika harus naik ojek online dari stasiun Pasar Senen nantinya.
Teman saya juga menyarankan naik KRL saja, lebih hemat. Tapi, ketika kereta sampai di sana pada dini hari mau tidak mau harus menunggu dulu karena stasiun KRL baru buka jam 5 pagi.
Daftar Isi
Rute-rute KRL yang bikin bingung
Ketika seorang kawan menyarankan saya naik KRL, saat itu juga saya minta saran bagaimana nanti caranya dan harus ke mana dulu dari stasiun Pasar Senen. Dia menunjukkan sebuah rute dari google yang langsung bikin saya pusing untuk mencernanya. Dari Pasar Senen nanti saya bisa ke Stasiun Tanah Abang dulu. Katanya juga kalau pusing, nanti tanya saja sama petugas di stasiun Pasar Senen sana arah menuju Tanah Abang harus ke mana.
Tapi, ya syukurnya pada saat itu kawan saya di Jakarta sana bersedia menjemput saja karena tidak tega. Mana saya baru pertama kali ke Jakarta datang pada dini hari, batinnya mungkin daripada saya kenapa-napa mending dijemput saja.
Namun, saat pulangnya tidak ada opsi lain buat saya untuk naik KRL. Naik ojek online jelas kemahalan juga. Toh saya juga sudah terlanjur isi saldo di E-Money, jadi saya coba akhirnya pulang dari Stasiun Cicayur saat itu menuju Pasar Senen. Anggap saja juga pengalaman agar tau rasanya naik KRL. Dari sana kawan saya sudah memberi arahan untuk turun di Tanah Abang, dari Tanah Abang juga diberi tahu arah menuju Pasar Senen. Begitupun dengan petugas stasiun yang juga memberi arahan sebelum saya naik kereta.
Pengalaman pertama naik KRL di Jakarta ternyata lumayan bikin riweh buat saya yang dari kampung ini. Merasakan sesak crowd di KRL ternyata tidak buat saya nyaman walaupun keretanya sendiri terbilang nyaman saja. Sebuah pengalaman. yang bikin saya sepertinya enggan hidup di Ibu Kota.
Masalah lain juga masih datang setelah saya turun dari Tanah Abang. Di situ saya jadi bingung harus ke arah mana, entah kenapa arah yang diberitahukan teman saya sebelumnya tidak ketemu. Entah saya bodoh mencari jalan atau memang ruwet saja mencarinya. Tanya orang sekitar juga jawabannya tetap bikin bingung harus ke arah mana.
Sampai akhirnya seseorang menyarankan saya naik ojek online saja, dari Tanah Abang ke Pasar Senen tidak cukup mahal. Waktu saya cek, benar saja saat itu dengan belasan ribu saja saya bisa sampai Pasar Senen. Ya, daripada ribet mana saya bawa banyak barang akhirnya memutuskan untuk naik ojek online.
Baca halaman selanjutnya
Naik ojol malah tambah bingung
Naik ojek online yang tidak kalah bingung ditambah macet dan polusi
Saya sebenarnya senang saja datang ke Jakarta. Dibilang benci sekali dengan suasana kota pun tidak, tapi juga tidak terlalu suka. Mungkin di Kediri selama puluhan tahun saya tidak terbiasa di hadapkan dengan situasi macet saling adu klakson, ditambah panas dan polusi yang menyerang begitu luar biasa. Juga suasana padat merayap saat rush hour rasanya juga sudah bikin lelah batin.
Jadi, hal-hal kayak gini jadi suka bikin overthinking. Nanti, dari sini ke sini naik apa ya. Jalanan macetnya jam berapa. Ongkos kalau naik ojol mahal nggak. Turunnya dari ojol harus ke mana. Ini juga membayang-bayangi saya sebelum berangkat ke Jakarta.
Karena sudah merasakan betapa riwehnya naik KRL, saat kedatangan ke dua saya ke Jakarta memilih naik ojol saja dari berangkat sampai pulang nanti. Di sini saya benar-benar sendirian, karena kawan saya sebelumnya ada di Tangerang sedangkan lokasi konser yang saya tuju akan ada di Gelora Bung Karno. Jadi, tidak masalah rasanya kalau harus bolak-balik naik ojek online.
Cuma ya itu, lagi-lagi titik jemput dan titik turun ada beragam pilihan. Saya jadi bingung sendiri harus pilih yang mana. Salah titik saja kita harus dibuat muter dulu untuk saling cari dengan abang ojolnya. Ternyata masih tidak semudah itu, karena saya kan belum tau benar perlintasan di Jakarta ini.
Potensi tersesat di Jakarta kalau tidak ada kawan
Membayangkan bagaimana nasib saya kalau tak ada seorang kawan pun di Jakarta atau mengerti tentang Jakarta rasanya sudah pasti membuat perjalanan saya sering tersesat dan linglung. Pertama kali ke Jakarta masih syukur ada teman yang mau mengarahkan di awal dan di sana pun masih ada teman juga yang bersedia menjemput dan mengarahkan lagi.
Keberangkatan ke Jakarta yang ke dua kali walaupun sendiri masih cukup aman. Saya enggan mengambil resiko untuk naik KRL atau MRT, jadi mending naik ojol saja. Walaupun agak ada drama harus banyak bertanya titik jemput dan turun ini arahnya harus ke mana.
Terakhir saya ke Jakarta waktu lalu, ini lebih ramai-ramai. Di sana juga bertemu kawan baru saya orang Jakarta asli. Jadi, mau jalan ke mana dia mengarahkan harus naik apa nanti turun di mana. Nah, saya tim ngang-ngong cuma bisa ikut saja. Sambil mempelajari lagi, jika lain hari mau datang ke Jakarta sendiri tidak perlu merepotkan banyak orang.
Jakarta katanya keras, dan itu benar. Meski saya tak merasakan keras dalam artian yang orang pahami, tapi tetap saja, jalanan Jakarta itu keras, terutama bagi orang kampung kayak saya.
Penulis: Arsyanisa Zelina
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Jakarta Tak Segelap yang Ada di Pikiran Kalian, dan Jakarta Adalah Tempat Terbaik untuk Kuliah