Tahun ini, serial Upin Ipin berumur 18 tahun. Jumlah episodenya sudah lebih dari 600 episode. Meskipun demikian, serial ini masih tetap seru untuk dinikmati. Salut untuk tim kreatif Les’ Copaque Productions yang idenya nggak pernah kering. Mirip seperti tagline-nya Mr. DIY: Ada aja idenya~
Siapa pun yang dengan setia mengikuti serial Upin Ipin, pasti setuju bahwa serial ini penuh dengan warna. Ada episode yang bikin haru, ada yang menegangkan, namun ada pula yang bikin kesel hingga cukup ditonton sekali saja. Serunya lagi, tak jarang episodenya memicu geger gaden. Gongnya adalah ketika Fizi meledek Upin Ipin dengan sebutan ‘yatim’. Rumah produksi Upin Ipin sampai-sampai membuat video Fizi klarifikasi. Serial lain? Mana bisa.
Melihat bagaimana serial dari Negeri Jiran ini begitu populer, saya jadi tergelitik membayangkan apa yang akan terjadi andai serial Upin Ipin tidak pernah diproduksi.
Jika serial Upin Ipin nggak pernah ada, bahasa Malaysia tidak akan populer
Andai Les’ Copaque Productions tidak menciptakan karakter Upin dan Ipin, hal yang sangat mungkin terjadi adalah bahasa Malaysia tidak akan populer di Indonesia. Bocil-bocil tidak akan dengan mudahnya bilang “tau tak pe”, “korang”, “budak”, “macem mana pulak”, dan ungkapan lain yang sering kali muncul di serial ini.
Ingat nggak ketika awal-awal serial ini booming di Indonesia? Mendadak banyak sekali orang yang menyelipkan bahasa Malaysia di kehidupan sehari-hari, baik anak-anak maupun orang dewasa.
Nggak akan ada pernak-pernik bergambar si kembar
Seperti yang kita tahu, tiap kali ada karakter yang banyak disukai, karakter tersebut akan muncul di berbagai macam pritilan. Mulai dari kaos, tas anak, topi, dll.
Bayangkan kalau serial Upin Ipin tidak pernah diproduksi. Nggak ada lagi bocil yang seneng banget dibelikan kaos gambar dua bocah kembar itu untuk lebaran. Nggak ada pula buku-buku dengan sampul anak-anak Kampung Durian Runtuh. Sepi. Kang percetakannya sampai bingung mau bikin desain dengan karakter apa lagi.
Jika serial Upin Ipin nggak pernah ada, nggak ada yang nonton MNCTV
Pahit, tapi mau bagaimana lagi. Dalam bayangan saya, andai serial Upin Ipin ini tidak pernah diproduksi, MNCTV selaku pemegang hak siar akan kehilangan banyak sekali penonton. Jujur saja, TV di rumah kalian nyetel MNCTV cuma buat nonton si botak, kan? Botak yang ini, maksudnya. Bukan botak yang onoh.
Maka dengan tidak adanya serial dari Malaysia ini, bisa dipastikan TV di rumah lebih sering menayangkan acara dari stasiun TV lain, bahkan… mati.
Nggak ada tulisan tentang Upin Ipin di Terminal Mojok
Terakhir, jika serial Upin Ipin tidak pernah ada, hal yang pasti akan terjadi adalah tidak ada tulisan tentang si kembar botak ini di Terminal Mojok. Padahal tulisan yang mengulas tentang serial ini cukup sering kita temukan di Terminal Mojok. Mulai dari tulisan yang biasa-biasa saja seperti daftar episode terbaik, hingga tulisan-tulisan nyeleneh, seperti menghitung kekayaan Tok Dalang, termasuk membayangkan andai si kembar dan kawan-kawan masuk ke Kabinet Merah Putih.
Gilak!!! Antimainstream banget nggak sih tulisan-tulisan itu? Media lain mana ada tulisan-tulisan kocak seperti itu. Dan, yah, harus diakui itulah yang membuat Terminal Mojok terasa Istimewa. Di sini, tulisan-tulisan yang terbit ada gila-gilanya.
Itulah beberapa hal yang mungkin terjadi andai serial Upin Ipin tidak pernah diproduksi. Akhir kata, semoga Upin dan Ipin panjang episode, sehingga lebih banyak lagi keceriaan yang bisa dibagikan. Jangan cepet gede ya Upin, Ipin~
Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 5 Alasan Abang Iz Lebih Cocok dengan Kak Ros di Upin Ipin.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
