Honda CB150X ini lahir di waktu yang tak tepat. Gagah, tapi sayangnya selera orang sudah berganti
Kegemaran saya pada dunia motor sudah tumbuh sejak masih duduk di bangku SMA, sekitar tahun 2015-an. Waktu itu bapak membelikan saya motor baru, CB150R old, tak lain tujuannya agar perjalanan ke sekolah bisa lebih gampang. Tapi tiap kali saya mandangi bodinya, selalu saja muncul keinginan buat ngoprek: shock depan-belakang pengin dinaikkan, pengin pasang visor panjang, nambah box belakang. Pokoknya dibikin lebih gagah lah, kayak motor touring semi adventure yang siap diajak keliling perjalanan dalam dan luar Kabupaten Blora.
Kebetulan, masa itu dunia perbiker-an memang lagi jaya-jayanya. Setiap akhir pekan selalu ada konvoi, kopdar, sampai klub motor baru yang muncul di tiap kecamatan. Nggak mau ketinggalan, saya akhirnya gabung juga ke HSFCI (Honda Street Fire Club Indonesia) dan resmi jadi member sekitar tahun 2018-an. Di situlah imajinasi soal motor ideal makin jadi-jadi. Saya membayangkan motor yang tinggi, kekar, punya shock upside down, lengkap dengan visor, tapi tetap nyaman buat harian. Dan semua itu seolah terwujud dalam sosok Honda CB150X, motor yang secara tampilan nyaris sempurna di mata saya waktu itu.
Sekarang saya cuma ingin bilang ke pabrikan Honda kalau seandainya CB150X diproduksi lebih awal, pasti motor ini bakal laku keras. Tapi tampaknya sekarang nggak berlaku. Banyak orang malah nggak tertarik membelinya. Mengapa? Berikut alasannya.
Sekarang selera orang soal motor nggak neko-neko
Saya masih ingat betul dulu orang-orang punya semangat luar biasa untuk memodifikasi motor. Setiap mampir ke bengkel langganan, selalu ada ide baru. Entah menambah shock biar lebih tinggi, memasang handguard atau tubular di samping mesin, bahkan menambahkan plat box di belakang. Saya pribadi selalu merasa puas melihat motor perlahan berubah sesuai imajinasi. Meski ya ada beberapa modifikasi yang terlalu ekstrem. Contoh, shock terlalu tinggi sampai bikin motor kurang stabil saat menikung.
Sebelum CB150X resmi rilis, dalam bayangan saya motor ideal persis seperti motor ini: tinggi, kekar, dan bergaya touring maksimal. Bukan tanpa sebab, motor dengan postur seperti itu biasanya hanya ada pada motor adventure ber-cc besar yang harganya sudah pasti fantastis. Jadi bagi saya, Honda CB150X seolah menjawab semua fantasi motor impian. Sudah gagah, bergaya, tapi tetap terjangkau. Tapi itu dulu, ya.
Sekarang, selera saya—dan mungkin banyak orang—sudah mulai berubah. Memang masih ada yang menyukai motor seperti CB150X, tapi saya yakin jumlahnya sedikit. Sekarang yang lebih diperhitungkan adalah motor yang sederhana, nyaman, dan praktis untuk kegiatan sehari-hari. Motor tinggi dan bongsor seperti CB150X mulai dianggap berlebihan, kurang cocok untuk aktivitas harian.
Wajah memang gahar, tapi masalah mesin sama aja, bahkan malah lebih parah
Tampilan Honda CB150X memang beda jauh dari pendahulunya, seperti CB150R old atau New CB150R. Secara visual, motor ini kelihatan lebih kekar, gagah, dan siap diajak touring. Tapi kalau soal mesin, masalah lama ternyata masih ikut terbawa—bahkan bagi sebagian orang, terasa lebih “ribet”.
Dari pengalaman saya dan beberapa teman, mesin K15 di CB150R old terasa lebih bersahabat dibanding CB150X. Mesinnya terdengar halus, lebih responsif, dan secara teknis lebih gampang diutak-atik. Sementara CB150X dan New CB150R menggunakan basis sasis K56 dengan mesin 150cc DOHC 4 katup berpendingin cairan dan transmisi 6 percepatan.
Teknologi memang lebih modern, tapi setelan ECM membuat tenaga maksimalnya berbeda: CB150X cuma menghasilkan 11,5 kW (15,6 ps), sedangkan New CB150R bisa mencapai 16,9 ps, meski torsinya sama-sama 13,8 Nm.
Artinya, meski bodinya tampak sangar, performa Honda CB150X di beberapa aspek terasa lebih rendah dibanding pendahulunya. Bagi saya pribadi, ini sedikit mengecewakan, karena ekspektasi awal motor “impian” ternyata nggak sepenuhnya terpenuhi. Motor baru, wajah baru, tapi masalah lama tetap ada, bahkan ada yang terasa lebih parah.
Semua motor ada masanya, begitu juga Honda CB150X
Terlepas dari semua alasan sebelumnya, saya semakin menyadari bahwa yang benar-benar membuat dunia motor begitu menarik bukan cuma dari kesempurnaan bentuk fisiknya—seperti CB150X yang tampak gagah itu—tapi juga dipengaruhi oleh pengalaman atau momentum di baliknya. Seperti di kala saya melakukan perjalanan ke sekolah dengan CB150R old yang sudah dimodifikasi seadanya. Setiap konvoi akhir pekan bersama teman-teman, obrolan santai di bengkel atau kopdar komunitas. Itulah yang meninggalkan kesan mendalam dan menumbuhkan rasa ketertarikan saya pada dunia kuda besi ini.
Pun saya juga percaya, setiap masa punya waktunya sendiri. Motor yang dulu terasa sempurna di benak saya kini terbukti tak lagi relevan. Bahkan motor paling “epik” versi saya adalah soal kapan, dengan siapa, dan bagaimana motor itu menjadi bagian hidup—yaitu momen-momen yang bahkan mustahil untuk diulang kembali.
Andai saja Honda CB150X dirilis lebih awal, mungkin ceritanya bakal berbeda. Motor ini bisa jadi pusat perhatian di jalanan, dicintai banyak orang, dan menjadi komunitas dengan anggota terbanyak. Tapi coba saja lihat sekarang. Seolah motor ini hidup segan, dijual nggak laku. Mati diganti pesaingnya pun tak ada yang peduli.
Oleh sebab itu, pesan saya untuk pabrikan Honda cuma satu: desain boleh epik, performa boleh lebih canggih, tapi kalau momennya salah dan waktunya tak tepat… ya jadinya gulung koming juga. Karena motor sehebat apa pun bisa saja tampak wagu dan tersisih, hanya karena gagal “nyambung” dengan kehidupan dan momentum para penggemarnya yang kadung berubah mengikuti perkembangan zaman.
Penulis: Dimas Junian Fadillah
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Honda CB150X, Motor Keren tapi Berisik. Ini Mesin Motor apa Diesel Hajatan, Bos?
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.



















