”Wih tinggal di dekat tambang nih, pasti banyak uang!”
Kalimat itu sering saya dengar dari teman-teman yang hidupnya jauh dari kawasan lingkar tambang, seakan-akan hidup di kawasan ini menjadi sebuah anugerah yang diberi oleh Tuhan. Padahal kenyataannya, hidup di sini begitu memuakkan. Amat memuakkan, malah.
Rumah saya tidak jauh dari salah satu kawasan industri pertambangan nikel terbesar di dunia, PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), jaraknya kurang dari lima kilometer saja. Dahulu hidup di sini begitu nyaman, sebelum perusahaan masuk mengeruk bukit-bukit yang dahulunya tampak hijau atau kapal tongkang pembawa batu bara yang hilir mudik di atas laut yang dahulu sangat biru.
Bukan hanya dari pengalaman pribadi saya. Perubahan ini juga sering kali saya dengar dari cerita para orang tua yang selalu diawali dengan ”dulu, Nak”. Seperti, ”Dulu, Nak, di sungai ini bisa ditempati mandi,” atau, ”Dulu, Nak, tidak perlu jauh-jauh mencari ikan.”
Ke mana-mana harus menggunakan masker. Kalau tidak, siap-siap makan debu
Hidup di kawasan lingkar tambang itu bikin kamu wajib pake masker ke mana-mana. Banyaknya mobil truk pengangkut material, seperti pasir, kerikil, hingga tanah, ditambah dengan truk perusahaan yang lalu-lalang, membuat jalanan berubah wujud bak penampungan sisa material yang siap beterbangan ke mana-mana. Entah itu ke mulut para pengendara atau makanan yang dijajakan di pinggir jalan.
Kerap kali, ketika pulang dari rumah teman, saya seperti habis pulang dari bergumul di padang pasir. Mulai dari ujung kaki hingga kepala dipenuhi dengan debu yang berwarna agak kekuning-kuningan.
Bukan persoalan truk saja. Pembongkaran batu bara di pelabuhan yang dekat dengan perkampungan juga kerap kali menambah persoalan. Berwarna hitam pekat, debu akibat batu bara kerap beterbangan hingga ke dalam rumah warga, menempel di pakaian hingga alat makan.
Sangat rawan kena ISPA gara-gara cerobong asap tambang
Batuk jadi hal yang menerikan kalau kau tinggal di kawasan lingkar tambang. Kalau hidup di lingkungan biasa, batuk mungkin hal yang biasa, ngerinya sedikit. Tapi di sini, beda. Potensi penyakitnya jadi jauh lebih mengerikan.
Saya terkadang khawatir jika terkena batuk, apalagi jika batuknya berkepanjangan. Walaupun biasanya hal itu merupakan gejala flu, saya yang tinggal di dekat kawasan pertambangan begitu cemas. Saya cemas apabila terkena ISPA. Pasalnya, menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah pada 2024, terjadi peningkatan signifikan penderita ISPA di Morowali. Di mana peningkatan itu diperkirakan terjadi akibat polusi udara yang dihasilkan oleh tambang nikel.
Tercatat, terdapat 176 cerobong asap yang aktif mengeluarkan asap hitam. Bayangkan saja, langit selalu tampak mendung, padahal hari sedang cerah. Mungkin butuh miliaran bungkus obat nyamuk bakar sehingga bisa menandingi banyaknya asap yang dihasilkan oleh pabrik.
Yang mengerikan di bayangan saya adalah, jika anak-anak terkena ISPA karena asap hitam tersebut. Bermain saja, mereka harus berjudi dengan penyakit mengerikan.
Panasnya minta ampun saat kemarau dan banjir kala hujan
Berkurangnya lahan hijau akibat aktivitas pertambangan menjadikan udara begitu panas. Saya seperti ingin mandi berkali-kali apabila musim kemarau tiba. Panasnya terkadang membuat kulit serasa terbakar. Orang yang sedang menjaga kulitnya terkadang menutup seluruh tubuhnya saat ingin bepergian, mulai dari kaki hingga kepala.
Sedangkan saat musim hujan, beberapa desa yang dahulu tidak pernah terkena banjir, kini dipaksa terbiasa bergelut dengan air bah. Sontak, penampakan banjir yang dulunya hanya dilihat di televisi, kini dialami langsung oleh warga. Beberapa video yang beredar saat banjir kemarin, memperlihatkan warga yang pasrah barang-barangnya terbawa derasnya banjir.
Macet gara-gara aktivitas tambang jadi hal yang biasa
Kemacetan yang mengular sudah menjadi pemandangan sehari-hari di kawasan lingkar tambang. Jalanan yang sempit tidak mampu menampung banyaknya kendaraan yang melintasinya, sehingga ketika waktu masuk dan pulang kerja para buruh pabrik tiba, kemacetan sudah tidak bisa terhindarkan lagi. Terkadang butuh berjam-jam hingga kendaraan bisa terlepas dari kemacetan.
Tidak seperti di kota yang memiliki banyak jalur alternatif, di tempat saya hanya terdapat dua jalan utama, itupun ukuran jalannya sempit. Belum lagi, posisi rumah jaraknya hanya sejengkalan dari ruas jalan. Betul-betul tidak ada celah untuk para pengendara bisa lolos dari perangkap kemacetan.
Para buruh pabrik pertambangan nikel yang terjebak macet juga kerap kali bertengkar. Perasaan lelah habis bekerja, ditambah suara klakson orang-orang yang sudah tidak sabar lagi mandi atau rebahan di kosan, menjadi titik kemarahan yang bisa buat gaduh di jalanan.
Gaji yang besar tidak ada artinya
Apa yang bikin orang bilang hidup di kawasan lingkar tambang menyenangkan? Jelas, uang.
Gaji yang terkadang hampir dua kali UMR Jakarta, bahkan ada yang lebih, bikin orang-orang merasa inilah hidup yang diimpikan. Tapi, angka tersebut sebenarnya hanyalah ilusi. Biaya hidup yang tinggi terlihat dari harga kosan dan sembako yang terbilang sangat tinggi. Berbagai kebutuhan dasar juga begitu tinggi, seperti tabung gas LPG 3 kg dibandrol Rp50 ribu. Harga lalapan (pecel lele) per porsi juga mencapai Rp30 ribu.
Kosan yang dindingnya dari tripleks atau kalsiboard saja, dengan fasilitas seadanya, seperti kamar mandi dalam dan dapur bisa seharga sejutaan lebih. Itu pun fasilitas penunjang lainnya hampir tidak ada. Jangan harap di dalamnya sudah disediakan lemari, kasur, atau AC.
Gaji yang hampir dua kali UMR Jakarta tersebut, tak ada artinya di sini.
Jadi, siapa bilang tinggal di dekat tambang itu enak? Kalau definisi enak adalah tiap hari sarapan debu, makan siang asap, dan makan malam dengan drama macet, tentu saja enak. Bonusnya, kemungkinan kena ISPA lebih tinggi daripada kemungkinan dapat beasiswa, hahaha.
Penulis: Achmad Ghiffary M
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 4 Tipe Orang yang Nggak Cocok Kerja di Sektor Pertambangan
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

















