Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Hidup di Kawasan Lingkar Tambang Itu Nggak Menyenangkan, kalau Nggak Kena Debu, ya Kena Penyakit Paru-paru

Achmad Ghiffary M oleh Achmad Ghiffary M
23 September 2025
A A
Hidup di Kawasan Lingkar Tambang Itu Nggak Menyenangkan, kalau Nggak Kena Debu, ya Kena Penyakit Paru-paru

Hidup di Kawasan Lingkar Tambang Itu Nggak Menyenangkan, kalau Nggak Kena Debu, ya Kena Penyakit Paru-paru

Share on FacebookShare on Twitter

”Wih tinggal di dekat tambang nih, pasti banyak uang!”

Kalimat itu sering saya dengar dari teman-teman yang hidupnya jauh dari kawasan lingkar tambang, seakan-akan hidup di kawasan ini menjadi sebuah anugerah yang diberi oleh Tuhan. Padahal kenyataannya, hidup di sini begitu memuakkan. Amat memuakkan, malah.

Rumah saya tidak jauh dari salah satu kawasan industri pertambangan nikel terbesar di dunia, PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), jaraknya kurang dari lima kilometer saja. Dahulu hidup di sini begitu nyaman, sebelum perusahaan masuk mengeruk bukit-bukit yang dahulunya tampak hijau atau kapal tongkang pembawa batu bara yang hilir mudik di atas laut yang dahulu sangat biru.

Bukan hanya dari pengalaman pribadi saya. Perubahan ini juga sering kali saya dengar dari cerita para orang tua yang selalu diawali dengan ”dulu, Nak”. Seperti, ”Dulu, Nak, di sungai ini bisa ditempati mandi,” atau, ”Dulu, Nak, tidak perlu jauh-jauh mencari ikan.”

Ke mana-mana harus menggunakan masker. Kalau tidak, siap-siap makan debu

Hidup di kawasan lingkar tambang itu bikin kamu wajib pake masker ke mana-mana. Banyaknya mobil truk pengangkut material, seperti pasir, kerikil, hingga tanah, ditambah dengan truk perusahaan yang lalu-lalang, membuat jalanan berubah wujud bak penampungan sisa material yang siap beterbangan ke mana-mana. Entah itu ke mulut para pengendara atau makanan yang dijajakan di pinggir jalan.

Kerap kali, ketika pulang dari rumah teman, saya seperti habis pulang dari bergumul di padang pasir. Mulai dari ujung kaki hingga kepala dipenuhi dengan debu yang berwarna agak kekuning-kuningan.

Bukan persoalan truk saja. Pembongkaran batu bara di pelabuhan yang dekat dengan perkampungan juga kerap kali menambah persoalan. Berwarna hitam pekat, debu akibat batu bara kerap beterbangan hingga ke dalam rumah warga, menempel di pakaian hingga alat makan.

Sangat rawan kena ISPA gara-gara cerobong asap tambang

Batuk jadi hal yang menerikan kalau kau tinggal di kawasan lingkar tambang. Kalau hidup di lingkungan biasa, batuk mungkin hal yang biasa, ngerinya sedikit. Tapi di sini, beda. Potensi penyakitnya jadi jauh lebih mengerikan.

Saya terkadang khawatir jika terkena batuk, apalagi jika batuknya berkepanjangan. Walaupun biasanya hal itu merupakan gejala flu, saya yang tinggal di dekat kawasan pertambangan begitu cemas. Saya cemas apabila terkena ISPA. Pasalnya, menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah pada 2024, terjadi peningkatan signifikan penderita ISPA di Morowali. Di mana peningkatan itu diperkirakan terjadi akibat polusi udara yang dihasilkan oleh tambang nikel.

Baca Juga:

Saya Menyesal Keluar dari Remaja Masjid, kalau Nggak kan Bisa Dapat Jatah Tambang

Mentang-mentang Semarang Sebelahan sama Venus, Bukan Berarti Orang Semarang Kebal dengan Heatwave yang Sedang Menyerang

Tercatat, terdapat 176 cerobong asap yang aktif mengeluarkan asap hitam. Bayangkan saja, langit selalu tampak mendung, padahal hari sedang cerah. Mungkin butuh miliaran bungkus obat nyamuk bakar sehingga bisa menandingi banyaknya asap yang dihasilkan oleh pabrik.

Yang mengerikan di bayangan saya adalah, jika anak-anak terkena ISPA karena asap hitam tersebut. Bermain saja, mereka harus berjudi dengan penyakit mengerikan.

Panasnya minta ampun saat kemarau dan banjir kala hujan

Berkurangnya lahan hijau akibat aktivitas pertambangan menjadikan udara begitu panas. Saya seperti ingin mandi berkali-kali apabila musim kemarau tiba. Panasnya terkadang membuat kulit serasa terbakar. Orang yang sedang menjaga kulitnya terkadang menutup seluruh tubuhnya saat ingin bepergian, mulai dari kaki hingga kepala.

Sedangkan saat musim hujan, beberapa desa yang dahulu tidak pernah terkena banjir, kini dipaksa terbiasa bergelut dengan air bah. Sontak, penampakan banjir yang dulunya hanya dilihat di televisi, kini dialami langsung oleh warga. Beberapa video yang beredar saat banjir kemarin, memperlihatkan warga yang pasrah barang-barangnya terbawa derasnya banjir.

Macet gara-gara aktivitas tambang jadi hal yang biasa

Kemacetan yang mengular sudah menjadi pemandangan sehari-hari di kawasan lingkar tambang. Jalanan yang sempit tidak mampu menampung banyaknya kendaraan yang melintasinya, sehingga ketika waktu masuk dan pulang kerja para buruh pabrik tiba, kemacetan sudah tidak bisa terhindarkan lagi. Terkadang butuh berjam-jam hingga kendaraan bisa terlepas dari kemacetan.

Tidak seperti di kota yang memiliki banyak jalur alternatif, di tempat saya hanya terdapat dua jalan utama, itupun ukuran jalannya sempit. Belum lagi, posisi rumah jaraknya hanya sejengkalan dari ruas jalan. Betul-betul tidak ada celah untuk para pengendara bisa lolos dari perangkap kemacetan.

Para buruh pabrik pertambangan nikel yang terjebak macet juga kerap kali bertengkar. Perasaan lelah habis bekerja, ditambah suara klakson orang-orang yang sudah tidak sabar lagi mandi atau rebahan di kosan, menjadi titik kemarahan yang bisa buat gaduh di jalanan.

Gaji yang besar tidak ada artinya

Apa yang bikin orang bilang hidup di kawasan lingkar tambang menyenangkan? Jelas, uang.

Gaji yang terkadang hampir dua kali UMR Jakarta, bahkan ada yang lebih, bikin orang-orang merasa inilah hidup yang diimpikan. Tapi, angka tersebut sebenarnya hanyalah ilusi. Biaya hidup yang tinggi terlihat dari harga kosan dan sembako yang terbilang sangat tinggi. Berbagai kebutuhan dasar juga begitu tinggi, seperti tabung gas LPG 3 kg dibandrol Rp50 ribu. Harga lalapan (pecel lele) per porsi juga mencapai Rp30 ribu.

Kosan yang dindingnya dari tripleks atau kalsiboard saja, dengan fasilitas seadanya, seperti kamar mandi dalam dan dapur bisa seharga sejutaan lebih. Itu pun fasilitas penunjang lainnya hampir tidak ada. Jangan harap di dalamnya sudah disediakan lemari, kasur, atau AC.

Gaji yang hampir dua kali UMR Jakarta tersebut, tak ada artinya di sini.

Jadi, siapa bilang tinggal di dekat tambang itu enak? Kalau definisi enak adalah tiap hari sarapan debu, makan siang asap, dan makan malam dengan drama macet, tentu saja enak. Bonusnya, kemungkinan kena ISPA lebih tinggi daripada kemungkinan dapat beasiswa, hahaha.

Penulis: Achmad Ghiffary M
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA 4 Tipe Orang yang Nggak Cocok Kerja di Sektor Pertambangan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 23 September 2025 oleh

Tags: ISPAizin tambangkawasan lingkar tambangtambang nikel
Achmad Ghiffary M

Achmad Ghiffary M

Mahasiswa akhir di salah satu perguruan tinggi negeri di Kota Makassar.

ArtikelTerkait

Nestapa Warga Pulau Obi, Korban Ambisi Jokowi

Nestapa Warga Pulau Obi, Korban Ambisi Jokowi

7 Februari 2023
Saya Menyesal Keluar dari Remaja Masjid, kalau Nggak kan Bisa Dapat Jatah Tambang BKPRMI

Saya Menyesal Keluar dari Remaja Masjid, kalau Nggak kan Bisa Dapat Jatah Tambang

5 Agustus 2024
Mentang-mentang Semarang Sebelahan sama Venus, Bukan Berarti Orang Semarang Kebal dengan Panas Heatwave yang Sedang Menyerang jakarta

Mentang-mentang Semarang Sebelahan sama Venus, Bukan Berarti Orang Semarang Kebal dengan Heatwave yang Sedang Menyerang

16 Oktober 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

2 Desember 2025
7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

30 November 2025
4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop Mojok.co

4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop

4 Desember 2025
QRIS Dianggap sebagai Puncak Peradaban Kaum Mager, tapi Sukses Bikin Pedagang Kecil Bingung

Surat untuk Pedagang yang Masih Minta Biaya Admin QRIS, Bertobatlah Kalian, Cari Untung Nggak Gini-gini Amat!

5 Desember 2025
4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Tetap Menyenangkan Mojok.co

4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Liburan Tetap Menyenangkan

30 November 2025
Nggak Ada Gunanya Dosen Ngasih Tugas Artikel Akademik dan Wajib Terbit, Cuma Bikin Mahasiswa Stres!

Dosen yang Minta Mahasiswa untuk Kuliah Mandiri Lebih Pemalas dari Mahasiswa Itu Sendiri

5 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lagu Sendu dari Tanah Minang: Hancurnya Jalan Lembah Anai dan Jembatan Kembar Menjadi Kehilangan Besar bagi Masyarakat Sumatera Barat
  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.