Sebagai perokok selama kurang lebih delapan tahun, saya tak bisa beralih dari rokok kretek produk Gudang Garam. Semua produknya yang tersedia di daerah saya, Purbalingga, sudah saya coba. Baik itu yang berfilter (SKM) seperti GG Internasional, Signature sampai yang paling mahal yakni Surya Exclusive, maupun yang non filter (SKT) yaitu Djaja, Sriwedari, GG Merah, dan yang terbaru, Gudang Garam Patra.
Lalu, semenjak kelas 12 SMA atau kira-kira empat tahun lalu, saya memutuskan untuk menjadikan Sriwedari sebagai rokok utama. Selain karena enak dan sensasi “deg” di tenggorokan yang begitu terasa, juga karena harganya murah tentu saja. Dan, saking cintanya sama rokok kretek yang satu ini, saya bahkan memacak “Sriwedari” sebagai nama punggung di jersey tim futsal kampus. Pokoknya, selesai sudah urusan dan perdebatan antara produk Gudang Garam dan Djarum pada diri saya.
Meskipun sebenarnya, Sriwedari memiliki kekurangan yang cukup kentara dan bisa dianggap sebagai kecacatan. Yaitu ketidakkonsistenannya dalam hal kepadatan lintingan rokoknya di setiap bungkus. Saya sering mendapati yang satu bungkus lintingannya padat semua, tak jarang juga yang sebagian padat dan selebihnya tidak. Dan yang paling menyebalkan adalah ketika mendapatkan sebungkus lintingannya nggak padat semua.
Rugi, Bos. Selain cepat sekali habis saat dibiarkan karena lebih mudah terbakar, saat diisap, serpihan tembakaunya kadang juga masuk ke mulut. Hal itu juga merepotkan karena tembakaunya jadi kian berkurang karena berguguran di dalam bungkus.
Yang paling menyebalkan dari rokok Sriwedari atau produk SKT lainnya adalah kesan tua, mbah-mbah banget, dan bahkan seperti dukun, yang melekat padanya. Ya, tidak salah juga sih muncul stereotip tersebut. Dari segi tampilan bungkusnya saja memang tidak modern-modern amat.
Sebenarnya, ingin ganti produk lain, sih. Pengaruh utamanya bukan karena stereotip itu, melainkan pada ketidakmerataan kepadatan lintingan rokoknya. Sayangnya, selama ini, yang menawarkan kenikmatan merokok seperti yang diberikan Sriwedari itu nggak ada, apalagi dari produk di luar Gudang Garam.
Sampai pada sekitaran September 2020, saat Gudang Garam meluncurkan produk rokok kretek barunya dengan merek GG Patra, saya seperti mendapatkan momen “eureka”. Hahaha. GG Patra mampu menambal segenap kekurangan Sriwedari, bahkan menambal bacot orang-orang yang ngatain tua itu.
Bagaimana tidak, saat baru saya terima dari si penjual saja, saya sudah dibuat takjub dengan desain bungkusnya. Warna cokelat mengilat yang dipadu dengan ukiran persegi dengan pola yang abstrak adalah kombinasi yang kebangetan bagusnya. Ditambah lagi dengan pemilihan warna silver untuk lambang dan tulisan “Gudang Garam” serta “Patra” itu sendiri, yang membuatnya semakin elegan.
Kemudian, penggunaan kertas karton sebagai bungkusnya merupakan inovasi baru mengingat untuk produk rokok kretek non filter, kebanyakan tidak menggunakan jenis kertas ini.
Tak hanya itu, model bungkusnya pun terkesan modern dengan sistem slip on untuk menutup atau membukanya. Dan, yang jauh lebih penting, lapisan kedua di dalam yang membungkus isinya. Menggunakan sejenis plastik dan model yang sama seperti produk Dunhill. Kurang menakjubkan apa coba?
Dengan kata lain, dari segi tampilan rokok kretek ini tidak memalukan sehingga rokok ini tak akan menimbulkan kesan rendahan pada setiap konsumennya. Dengan ini Patra mampu membantah stereotip buruk pada produk SKT.
Apalagi dari segi rasanya, beuh, mantap benar, Lur! Jika kalian konsumen produk Gudang Garam, tentu tak akan asing dengan sensasi “deg” di tenggorokan saat asapnya diisap. Nah, Patra juga memilikinya, namun lebih terasa dibanding yang lainnya. Ya hampir sama seperti yang diberikan Sriwedari, lah.
Bedanya, sensasi rasa pedas cengkeh yang diberikan tidak setajam produk SKT Gudang Garam lainnya. Mungkin juga karena kadar nikotin dan tar yang lebih rendah dibanding yang lain. Pokoknya, bagi saya, jika dibandingkan produk Gudang Garam lain apa pun jenisnya, GG Patra menempati posisi keempat setelah Surya Exclusive, Surya Profesional (merah), dan Signature.
Dan, yang tak kalah penting, dibanding semua produk, GG Patra juga memiliki harga yang paling murah. Hanya di kisaran sepuluh ribu sampai dua belas ribu rupiah. Hmmm, kenikmatan rokok kretek mana yang kau dustakan?
Berangkat dari semua itu, maka GG Patra adalah rokok kretek non filter atau SKT termantap dan kita nggak perlu merasa minder untuk membawanya ke tongkrongan dan menawarkannya.
Mengingat, saat saya masih merokok Sriwedari, saya minder untuk menawarkan ke teman-teman. Ya takut malu atau pada nggak doyan, tentu saja.
Tentu kita ingin menawarkan rokok yang terbaik bukan saat di tongkrongan? Suatu waktu pasti ada saja yang sengaja nggak bawa rokok alias nunut. Atau, saat situasi yang tersisa di tongkrongan tinggal rokok kita, maka GG Patra tak akan mengecewakanmu dan teman-teman. Bungkusnya elegan, rasanya begitu nikmat. Paripurna lah!
BACA JUGA Nadin Amizah dan Twit-nya yang Sok Bela Kesenian dalam Negeri dan tulisan Fadlir Rahman lainnya.