Dunia maya memang tidak pernah kehabisan cerita dalam menghasilkan informasi mengejutkan. Setelah beberapa waktu lalu insiden penusukan Pak Wiranto sempat diperdebatkan oleh warganet dan sempat ada yang mencurigai bahwa hal tersebut hanya setingan atau skenario belaka, kali ini fenomena menarik pun muncul kembali, yakni perihal crosshijaber.
Sebagaimana diketahui, crosshijaber sendiri dilakukan oleh para pria yang suka berpakaian syar’i seperti wanita. Ya, termasuk ke dalam crossdress pada acara kesenian atau acara tertentu, hanya saja pakaian yang dikenakan adalah hijab. Seakan biasa, namun menjadi tidak biasa ketika sudah memasuki ranah privasi para wanita. Misalnya saja, memasuki toilet wanita dan/atau ikut bergabung di area wanita pada suatu masjid.
https://twitter.com/lnfinityslut/status/1183001223235956736
Seperti yang baru-baru ini sempat viral dan diinfokan oleh akun Twitter @Infinityslut. Pada thread yang dibagikan pada 12 Oktober 2019, sampai dengan tulisan ini dibuat tweet tersebut sudah mendapat respon sekitar 25ribu kali retweet dan mendapat like sekitar 17ribuan. Fenomena tersebut menjadi pusat perhatian netizen budiman karena baru-baru ini seorang yang dicurigai berjenis kelamin lelaki dengan gamblang dan beraninya memakai hijab laiknya wanita dan memasuki area khusus wanita di suatu masjid.
Soal bagaimana cara seseorang berbusana, bisa jadi menjadi hak setiap orang—baik perempuan maupun laki-laki—tapi jika lelaki yang menggunakan busana hijab lengkap dengan cadar ikut suatu kajian di area wanita, sampai dengan memerhatikan wanita lain solat di area yang seharusnya bukan untuk lelaki, rasanya sudah melebihi batas wajar. Baik dari sisi agama pun secara sosial. Tentu akan mengganggu secara personal dan privasi.
Sebetulnya, sih, kategori crossdressing sudah populer semenjak beberapa tahun lalu. Sejak saya SMA misalnya, banyak di antara teman saya yang para pecinta anime mengikuti costume play atau biasa dikenal dengan singkatan cosplay. Mereka biasa menggunakan pakaian dan berdandan ala tokoh kartun yang mereka sukai. Entah sesuai dengan gendernya atau harus crossgender. Terpenting sesuai selera dan cocok dengan penampilan asli sang tokoh kartun yang biasanya ditampilkan di media.
Namun, hal tersebut biasanya dilakukan sesuai dengan tempat dan acaranya atau jika ada parade tertentu. Bahkan, sampai sekarang di usia mereka yang di atas 40 tahun pun masih ada yang gemar mengikuti acara cosplay. Teman saya juga menyampaikan bahwa, cosplay itu tidak mengenal batasan usia. Jika memang memiliki ketertarikan (dalam mengikuti acara cosplay) bisa langsung ikut, baik secara personal maupun melalui komunitas yang terbilang aktif.
Perihal tujuan dalam penggunaan kostum, tentu lain peserta cosplay, lain pula crosshijaber. Dilansir dari Detik, seorang takmir Masjid Agung Baiturrahman di Sukoharjo mengamankan seorang pria yang menyamar dengan memakai jilbab dan cadar agar bisa mendekati jamaah perempuan. Menurut keterangan takmir masjid, pelaku sempat menunjukkan gerak-gerik yang mencurigakan. Bahkan mengajak jamaah lain berfoto bersama dan memegang anggota tubuhnya.
Meski pada akhirnya, dari pemeriksaan kepolisian, pelaku diketahui memiliki gangguan kejiwaan dan dibuktikan dengan keterangan perawatan di RSJ.
Kemudian yang menjadi sorotan dan perlu diwaspadai adalah, kejadian tersebut memang hanya salah satu contoh cerita yang melibatkan para pegiat crosshijaber. Namun, potensi menimbulkan keresahan di lingkungan sekitar harus tetap disadari bersama—khususnya bagi para wanita. Walau pada beberapa akun Instagram-nya crosshijaber mengaku “cowok yang suka berpakaian cewek” dan tidak ada tendensi yang mengarah kepada pelecehan, tapi tetap saja potensi itu ada dan tidak bisa dipungkiri. Baik secara verbal maupun fisik.
Atas dasar fenomena crosshijaber yang sedang terjadi, wajar jika kemudian banyak orang—khususnya para wanita—yang merasa was-was sekaligus khawatir. Tak sedikit pula yang mencibir para pelaku crosshijaber yang menyimpang. Pasalnya, beberapa crosshijaber berani memasuki tempat privasi wanita seperti toilet, juga ikut membaur pada area perempuan di tempat ibadah. Sesuatu yang betul-betul di luar dugaan dan sulit diketahui atau dilacak—karena tertutup satu badan utuh sekaligus menggunakan cadar.
Memang, pada dasarnya berbusana itu kembali kepada selera masing-masing, termasuk juga resiko mendapatkan cibiran jika tidak sesuai dengan norma sosial yang ada. Bagaimana pun gaya kita semua dalam berbusana dan apa pun yang dilakukan dalam keseharian, baiknya dapat dipertanggungjawabkan. Sebab, dalam bersosialiasi kita tidak hidup sendirian, ada orang lain yang tetap memperhatikan dan memberi penilaian meski tanpa pemberitahuan. (*)
BACA JUGA Cerita Diusir dari Masjid dan Misteri Skenario Allah Swt atau tulisan Seto Wicaksono lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.