Drama Korea ‘The Penthouse: War In Life’, Nggak Masuk Akal dan Bikin Kesal Sekaligus Ketagihan

Drama Korea The Penthouse War In Life terminal mojok

The Penthouse: War In Life mungkin adalah drama Korea yang paling dibicarakan akhir-akhir ini. Setelah kesuksesan season 1, drama ini dikonfirmasi akan dilanjutkan hingga season 3. Season pertama drama ini mendapatkan banyak perhatian penonton karena plotnya yang tidak terduga dengan twist di sana sini. Oleh karena itu, The Penthouse 2 banyak ditunggu oleh penikmat drakor termasuk saya.

Menjelang penayangan season 2, saya menemukan banyak penikmat drakor yang mulai membuat teori asal-asalan. Tidak hanya itu, beberapa mulai membagi meme dan petuah untuk menyiapkan obat sakit kepala sebelum mulai menonton The Penthouse 2. Loh, kok perlu nyiapin obat sakit kepala? Jawabannya adalah karena plot cerita dan karakter para penghuni Hera Palace (apartemen paling mewah di Korea dalam drama Korea The Penthouse: War In Life) bisa bikin emosi dan darah tinggi.

Saat pertama kali menonton The Penthouse: War In Life, saya akui beberapa kali dibuat naik darah oleh plot yang membagongkan dan penghuni Hera Palace yang kelakuannya seperti setan. Saya kira di season kedua ini tingkat geregetan saya akan menurun karena telah terbiasa dengan kelakuan Joo Dan Tae dan Cheon Seo Jin yang jahat. Tetapi, writernim ternyata hadir dengan formula lain yang tidak kalah bikin saya sakit kepala. Karakter yang dielu-elukan penonton karena bertaubat ternyata bertingkah seperti setan.

Anehnya, meskipun saya tidak hanya satu atau dua kali dibuat mengumpat dan mengelus dada, saya tetap menunggu dan menonton setiap episode dari drama ini. Dan sepertinya keanehan itu juga berlaku pada penonton lain dari drama yang mencetak rating tinggi ini.

Salah satu hal yang membuat drama The Penthouse: War In Life ini menarik adalah perpaduan kisah persaingan orang kelas atas penghuni Hera Palace memastikan anak-anaknya diterima di Seoul National University, misteri pembunuhan, sekaligus perselingkuhan. Tidak hanya itu, cerita kemudian dibumbui dengan plot twist yang mengejutkan dan karakter yang bikin emosi tujuh turunan. Buat orang yang suka diajak tebak-tebakan asik, formula drakor ini memang nagih.

Tapi kalau dipikir dan diperhatikan dengan saksama, sebenarnya banyak hal tidak masuk akal yang terjadi di drama ini. Saya merasa heran saat penyelidikan kasus bullying Jenny dan Rona hanya terdapat bukti dari rekaman HP. Sekolah elit sekelas SMA Cheong Ah masa tidak memiliki CCTV?

Begitu pula dengan kematian Min Seol A di season 1 dengan mudahnya oleh trio bapak-bapak Hera Palace dibuat terlihat seperti bunuh diri. Polisi bahkan tidak mencoba memandang kematian itu sebagai pembunuhan setelah melihat jasad Min Seol A memiliki luka fisik yang seharusnya tidak ada jika dia hanya sekedar melompat dari kamarnya.

Hal yang sama kembali terjadi di season 2, kali ini giliran yang terbunuh adalah Bae Rona. Pembunuhan Bae Rona seharusnya dapat lebih mudah terbongkar jika polisi langsung mengambil rekaman CCTV saat itu juga dan menyelidiki orang-orang yang mungkin memiliki motif termasuk para siswa. Bahkan jika rekaman CCTV telah dihapus, seharusnya polisi mencurigai kebetulan tersebut dengan menyelidiki orang paling berkuasa di SMA Cheong Ah, yaitu Cheon Seo Jin.

Tapi kalau begitu kan nanti jalan ceritanya jadi kurang gereget, akhirnya di drama ini polisi dan tim forensik jadi dibuat kurang kompeten. Jadi saya maklumi keputusan writernim yang satu ini.

Meskipun beberapa detail dari drama ini agak kurang masuk akal, saya tetap menikmati The Penthouse: War In Life. Justru peristiwa tidak masuk akal dalam drama ini mungkin adalah daya tarik lain yang membuat saya tidak bisa melewatkan satu pun episodenya. Hanya di drama ini saya berani menebak dan berteori karakter yang dinyatakan mati akan muncul kembali seperti di kebanyakan sinetron Indonesia atau kemungkinan adanya pembunuh lain yang benar-benar di luar dugaan.

Sumber Gambar: Viu.com

BACA JUGA Kenapa Industri Musik Jepang tidak Berkembang Sebesar K-Pop? dan tulisan Nikmatul Qoriah lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version