Dari Sekian Banyaknya Menu Makanan, Kenapa Ayam Geprek Selalu Jadi Pilihan Akhir Mahasiswa?

Dosa Warung Ayam Geprek yang Nggak Disadari Mahasiswa (Shutterstock)

Dosa Warung Ayam Geprek yang Nggak Disadari Mahasiswa (Shutterstock)

Melihat fenomena ini jadi membuat saya bertanya-tanya. Apa yang membuat mahasiswa memilih ayam geprek sebagai makanan sehari-hari? 

Sebenarnya saya sedikit kesal, toh, menu tidak cuma ayam. Coba mampir ke warteg, di sana banyak sekali menu makanan. Orang Indonesia memang rata-rata menyukai sambal. Mungkin ini yang membuat para warga yang selalu merasa kurang lengkap jika tidak ada sambal dalam penyajian makanan.

Herannya lagi, bahkan di sekitaran kampus, banyak sekali warung yang menjual ayam geprek sebagai menu utama. Bahkan ada yang sudah jualan sejak pagi dan ramai pelanggan Kayak nggak ada menu lainnya aja. Iya, memang itu hak pelanggan. Masalahnya, banyak ayam geprek yang “kurang layak”.

Ayam geprek yang lebih banyak tepung ketimbang dagingnya

Melihat ukuran ayam yang jumbo, pelanggan mana yang nggak tertarik untuk mencobanya. Padahal, kenyataannya, ada saja penjual yang menipu kamu. Mereka menggunakan lebih banyak tepung, ketimbang daging. Kalau dikira-kira, 80% tepung sisanya daging. 

Harapan tinggi saya seketika dijatuhkan dengan kencang. Pasti sih, ini ada hubunganya dengan promosi dan usaha mencari keuntungan. Realistis aja, kalau mau jualan ayam yang normal bisa kali memasang tarif dengan harga yang normal dan nggak mengubah kualitas ayamnya. Kita ini mau makan daging, bukan tepung!

Promosinya memang menarik, sih

Promosi para penjual ayam geprek memang menarik. Mereka punya rayuan maut untuk memikat para mahasiswa. Intinya adalah harga murah, tapi bisa bikin puas. Misalnya dengan kalimat begini: “Paket lengkap Ayam Geprek dan Nasi bisa ambil sepuasnya.” 

Mahasiswa mana yang nggak tertarik? Mahasiswa bisa ambil banyak nasi sampai puas. Sudah begitu masih bisa ambil es teh sepuasnya juga. Sungguh menggiurkan.

Pelanggannya lebih banyak perempuan

Saya sering merasa kalau pelanggan warung ayam geprek itu rata-rata perempuan. Apakah karena mereka lebih senang makanan pedas? Bisa jadi, sih. 

Selain itu, mereka juga lebih betah dan sabar mengantre. Ada saja warung yang selalu ramai, terutama saat makan siang. Saya jadi sering heran, kok mereka betah banget antre, padahal panas dan jam makan siang itu mepet banget. Ada menu lain di sekitar warung, tapi ayam geprek selalu jadi pilihan utama. Kenapa, ya?

Harganya bisa berubah lebih mahal ketika ramai

Nah, ini menyebalkan, sih. Ada saja warung ayam geprek yang nakal, yaitu menaikkan harga ketika sedang sangat ramai pelanggan. Naiknya nggak banyak, tapi kalau dikalikan jumlah pelanggan ya terbilang lumayan.

Saya pernah jadi salah satu “korban”. Satu momen, saya membeli dengan harga Rp10 ribu, sudah mendapatkan seporsi ayam geprek dan refill teh gratis. Namun, di lain kesempatan, ketika warung sedang ramai, saya harus membayar Rp14 ribu. Cuma Rp4 ribu, sih, tapi kok bikin kaget juga. 

Padahal, kalau mereka mengumumkan kenaikan harga, pelanggan pasti maklum. Apalagi harga bahan juga sering naik tinggi. Misalnya, harga cabai yang beberapa bulan ini sedang naik tinggi sempat sampai Rp130 ribu per kilogram di Desember 2023. Yah, naik 2 sampai 4 ribu rupiah masih wajar sebenarnya.

Yah, hal-hal di atas adalah “kegelisahan” saya saja. Tentu hak masing-masing untuk selalu beli ayam geprek. Namun, apa ya nggak bosen? Ke warteg, kamu bisa beli nasi sayur dan lauk dengan harga yang sama. Saran aja, sih, biar menu makan siang kamu lebih bervariasi.

Penulis: Raihan Dafa Achmada

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA 4 Alasan Ayam Geprek Jadi Makanan Favorit Anak Kos 

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version