12 Dosa Indomie Rawon yang Bikin Pembeli Kapok Mencicipi Lagi

12 Dosa Indomie Rawon yang Bikin Pembeli Kapok Mencicipi Lagi

12 Dosa Indomie Rawon yang Bikin Pembeli Kapok Mencicipi Lagi (unsplash.com)

Indomie adalah rajanya mie instan. Ia penyelamat anak kos, penghibur perut yang kelaparan tengah malam, dll. Tetapi sayang ia tak sempurna. Ada satu produk keluarannya yang bikin orang geleng-geleng kepala. Produk yang saya maksud adalah Indomie Rawon. Awalnya, saya memiliki ekspektasi tinggi terhadap varian Indomie satu ini.

Rawon. Masakan khas Jawa Timur yang terkenal dengan kuah hitamnya. Kuliner ini kaya rempah dan memiliki aroma khas kluwek. Rasanya dalam, tegas, dan membekas di lidah. Pokoknya kuliner ini bisa bikin orang kayak saya rela pulang kampung.

Lalu Indomie datang dengan ide “Kenapa nggak bikin mie instan rasa rawon aja?” Ambisi besar tapi eksekusi kecil. Hasilnya? Ya, begitulah. Berikut beberapa dosa yang terkandung dalam Indomie Rawon.

#1 Aroma Indomie Rawon bikin bingung

Begitu dimasak, sejujurnya saya bingung dengan aromanya. Itu bukanlah aroma rawon, tapi juga bukan aroma mie instan pada umumnya. Di hidung saya terasa seperti ada jejak kluwek, tapi setengah hati. Tipis sekali. Kayak orang pura-pura kenal tapi nggak akrab. Aromanya sih bukan rawon banget, deh.

#2 Kuah hitam tak seperti kuah kluwek

Warna kuah Indomie Rawon memang hitam seperti warna kuah pada rawon betulan. Tapi hitamnya berbeda. Kalau saya bilang kayak hitam kosmetik. Maksudnya bukan hitam alami dari bumbu yang diolah pelan-pelan. Bukan hitam berkarakter yang muncul dari kluwek berkualitas.

Kuah hitamnya seolah mau ngomong, “Lihat, aku rawon.” Tetapi lidah Jawa Timur saya tahu ia bukan rawon betulan. Kuahnya berbeda. Ini yang bikin tambah aneh.

#3 Rasanya datar, kurang berani

Sekarang kita ke bagian rasa. Bagaimana rasanya? Di sinilah tragedinya.

Jadi seperti yang saya katakan di atas, rawon adalah kuliner kaya rempah. Ia punya kedalaman rasa. Ada pahit tipis dari kluwek, ada gurih kaldu sapi yang mantap, dan ada juga sensasi hangat menggigit dari bawang, ketumbar, jahe, dan rempah lainnya.

Sementara itu, Indomie Rawon cuma terasa asin. Gurihnya datar. Rasa kluweknya nyaris nggak berani nongol. Seperti ditahan-tahan, takut menyinggung lidah orang yang belum pernah mencicipi rawon asli.

#4 Kuahnya salah konsep

Tekstur mie pada Indomie Rawon ini standar. Yah, standarnya Indomie lah. Tetap kenyal saat dimasak. Saya pikir itu kelebihan Indomie yang nggak terbantahkan.

Tetapi sayangnya, mie ini harus bertemu kuah yang salah konsep. Rasanya seperti penyanyi bagus yang dipaksa bernyanyi lagu jelek. Bakatnya ada, tapi materinya merusak.

#5 Bumbu taburan Indomie Rawon bermasalah

Selain aroma kuahnya, bumbu taburan atau toppingnya juga bermasalah. Seharusnya ada bawang goreng atau taburan yang bisa menambah sensasi. Tapi yang ada malah topping kriuk rasa telur asin yang sebenarnya nggak berperan penting. Dimakan tanpa kuah pun, rasa topping ini juga nggak meyakinkan.

#6 Masalah lain adalah after taste

Kalau menyantap rawon asli, akan tertinggal rasa hangat gurih di mulut yang bikin kita ingin menyendok rawon lagi dan lagi. Tetapi saat saya mencicipi Indomie Rawon, after taste-nya malah membingungkan. Rasanya sedikit pahit, tapi pahit yang hambar. Bukan terasa pahit elegan dari kluwek. Akibatnya saya jadi minum air putih banyak-banyak karena rasa yang aneh.

#7 Harga pada umumnya, tapi kualitasnya jauh di bawah

Soal harga, Indomie Rawon ini dibanderol sama kayak varian lain. Tapi di sini masalahnya. Dengan harga segitu, orang berharap kualitas rasa yang bikin puas. Bukan rasa eksperimen gagal. Bukan juga rasa yang bikin kita berpikir, “Ah, lain kali makan Indomie goreng aja, deh.”

#8 Indomie Rawon seperti proyek tugas akhir mahasiswa yang dikerjakan dalam semalam

Yang bikin sedih, potensi varian rasa Indomie ini sebenarnya besar. Rawon itu unik. Bisa jadi varian mie instan yang mencuri hati kalau dibikin serius. Tetapi Indomie Rawon ini kayak proyek tugas akhir mahasiswa yang dikerjakan semalam. Niatnya bagus, tapi detailnya berantakan.

Banyak yang beli sekali, lalu nggak balik lagi. Kayak yang ditulis Mbak Finaqurrota dalam tulisannya yang tayang di Terminal Mojok beberapa waktu lalu.

#9 Karakter Indomie Rawon kabur, tidak seperti varian rasa lainnya

Kita sudah hafal kalau Indomie memang sudah sering bikin gebrakan rasa. Banyak yang sukses karena kebanyakan punya karakter. Sementara Indomie Rawon? Karakternya kabur. Seperti foto buram yang nggak bisa diperjelas walau pakai filter apa pun.

#10 Branding yang penuh masalah

Kalau kita bicara branding, varian ini juga bikin masalah. Kata “rawon” membawa beban ekspektasi tinggi. Orang Jawa Timur dan pencinta kuliner Jawa Timur pasti berharap banyak. Begitu mencicipi, eh, kecewanya jadi dobel. Bukan cuma soal rasa, tapi soal penghinaan kecil terhadap masakan yang kami cintai.

#11 Varian yang sekedar metafora

Mungkin Indomie Rawon bukan sekadar rasa. Mungkin ia metafora. Tentang janji rasa autentik yang tiba di tangan kita sebagai versi instan, hambar, dan murah hati di kemasan saja.

Sejujurnya tiap kali saya menatap bungkus Indomie satu ini di rak, saya cuma bisa membatin, “Makasih Indomie sudah mencoba berinovasi. Tapi rawon yang asli tetap lebih berani.”

#12 Varian penuh gimik

Menurut saya, Indomie Rawon adalah pengingat bahwa di negeri ini kata “khas” bisa dipreteli jadi gimik. Aroma kluwek bisa diganti entah bubuk apa dan nama besar bisa menjual rasa yang ternyata tak selalu sukses.

Itulah kedua belas dosa yang ada dalam Indomie Rawon. Dosa-dosa ini juga menunjukkan satu hal bahwa membungkus rasa lokal jadi mie instan itu bukan perkara mudah. Butuh riset dan keberanian untuk menonjolkan rasa asli sebuah kuliner. Bukan malah menipiskannya demi bisa aman di lidah semua orang.

Rasanya Indomie Rawon seperti bermain di zona nyaman. Ironisnya, justru zona nyaman ini yang bikin ia jatuh.

Akhirnya, Indomie Rawon menjadi contoh bahwa tak semua ide bagus di atas kertas bisa enak di lidah. Kadang konsepnya memang keren, tapi salah eksekusi bisa merusak segalanya. Dan dalam dunia mie instan, eksekusi adalah segalanya. Soalnya sekali gagal, orang bakal malas mencicipi lagi.

Penulis: Marselinus Eligius Kurniawan Dua
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Indomie Seleraku, tapi kalau Indomie Rawon Pedas Mercon, Maaf, Nggak Dulu.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version