Dalam masyarakat pedesaan yang masih kental nilai sosialnya, keterampilan jadi peladen adalah sebuah hal yang wajib diperhatikan oleh anak muda. Dalam bahasa Indonesia, peladen memiliki arti seseorang yang menyajikan makanan atau minuman kepada tamu. Budaya Jawa yang sangat memperhatikan “unggah-ungguh” dalam setiap kegiatannya, juga mengatur mengenai tata cara jadi peladen yang benar.
Walaupun tidak ada aturan tertulisnya, tapi tata cara laden yang baik harus selalu diperhatikan. Bagi orang Jawa, ukuran kesopanan seseorang dapat diukur dari cara dia jadi peladen. Masalahnya, banyak anak muda sekarang yang kurang mengerti mengenai hal ini. Dalam tulisan saya kali ini, saya akan mengulas beberapa “unggah-ungguh” yang harus diperhatikan ketika laden. Hal ini berdasarkan dari pengalaman saya sebagai sinoman ketika ada hajatan di desa.
Pertama, angkat nampan di atas mulut dan hidung. Hal ini berlaku ketika kita sedang membawa nampan berisi makanan atau minuman kepada tamu. Jangan pernah letakkan nampan lebih rendah dari mulut. Memang cara ini terlihat sulit untuk dipraktikkan karena pandangan kita akan terhalang oleh nampan. Belum lagi jika makanan yang diangkut cukup berat. Meskipun begitu hal ini harus benar-benar diperhatikan.
Mengangkat nampan sejajar dengan mulut dan hidung memiliki maksud untuk menghindarkan makanan dari droplet yang kita timbulkan jika kita bicara, bersin, atau batuk. Selain itu, meletakkan nampan pada posisi yang tinggi juga akan mengurangi risiko makanan atau minuman tumpah karena tersenggol-senggol.
Kedua, jangan pernah letakkan kaki atau lutut lebih tinggi dari makanan. Aturan ini berlaku ketika kita laden pada sebuah hajatan yang para tamunya duduk lesehan. Meletakkan lutut dan bagian bawah tubuh manusia pada tanah adalah bentuk kesopanan tertinggi menurut orang Jawa.
Hal yang perlu diperhatikan adalah cara kita ketika akan meletakkan makanan. Sebelum kita meletakkan nampan kita, letakkan terlebih dahulu bagian kaki sampai lutut di lantai, atau kalau dalam istilah Jawa disebut duduk “timpuh”. Setelah itu, baru kita meletakkan makanannya. Jangan jongkok saat menyajikan makanan karena hal tersebut sangatlah tidak sopan.
Ketiga, jangan sentuh bibir gelas ketika memberikan minuman. Memegang gelas pada bibir gelas dianggap tidak sopan. Hal ini dikarenakan bagian tersebut adalah bagian yang akan bersentuhan dengan bibir saat tamu meminumnya. Ketika kita akan memberikanan minuman kepada tamu, pegang gelas pada bagian tengahnya. Walaupun memegang badan gelas itu panas, tapi hal tersebut lebih baik daripada memegang gelas pada bagian bibir gelas.
Gunakan tangan kanan ketika akan memberikan minum. Ketika menyuguhkan minuman, tangan kiri kita jangan hanya diam saja. Posisikan telapak tangan kiri pada sikut tangan kanan, atau gunakan tangan kiri untuk memegang bagian bawah gelas. Ketika sudah selesai, jangan lupa untuk mempersilakan tamu untuk minum.
Keempat, selalu tunjukkan sikap yang ramah. Ini adalah hal terpenting. Ketika kita melayani tamu, jangan pernah tunjukkan gestur yang jelek. Kita harus selalu menjaga sikap ketika laden. Pasang senyum paling menawan ketika membawa makanan. Tamu akan menghargai kita ketika kita bersikap ramah.
Selain itu, sikap ramah juga sebagai bentuk penghormatan kita terhadap makanan. Ketika kita bersikap ramah, para tamu akan senang hati untuk memakannya. Berbeda jika kita menunjukkan sikap yang buruk, para tamu akan enggan untuk memakan apa yang kita sajikan. Ujung-ujungnya, ini jadi mubazir. Lagipula bersikap ramah juga akan berdampak baik bagi diri kita nantinya.
Sudah semestinya anak muda zaman sekarang harus mengerti mengenai “unggah-ungguh” ini. Nilai sosial budaya yang telah tertanam kuat dalam masyarakat ini, harus selalu kita jaga. Jangan sampai nilai-nilai baik ini hilang begitu saja karena para anak mudanya tidak peduli.