Depok Sering Dihina, tapi Tinggal di Sini Boleh Juga

Depok Sering Dihina, tapi Tinggal di sini Boleh Juga

Depok Sering Dihina, tapi Tinggal di sini Boleh Juga (unsplash.com)

Sering diolok-olok, nyatanya Depok menjadi kota ideal untuk tempat tinggal bagi sebagian orang.

Depok Jawa Barat menjadi kota yang banyak diolok-olok sebab selalu memiliki isu yang menggelitik dan kontroversial. Mulai dari babi ngepet, kasus Covid pertama Indonesia, hingga wali kota yang bikin lagu di lampu merah .

Sebagai warga Depok yang lahir dan tinggal puluhan tahun di sini, saya cuma bisa ketawa tiap kali mendengar orang-orang mengolok-olok kota ini. Lebih ketawa lagi kalau ada yang mengolok-olok tapi pada akhirnya memilih Depok jadi tempat tinggal mereka.

Harga tempat tinggal di Depok masih cukup terjangkau

Seorang teman saya yang bekerja sebagai bankir di bank swasta terbesar misalnya. Saat saya tanya kenapa mengambil KPR di Depok dia menjawab, “Dengan uang 2 miliar, gue udah bisa dapat rumah mewah di sini. Di Jakarta belum tentu dapat. Udah gitu deket rumah sakit, akses tol, perbatasan Jakarta persis lagi.”

Seorang teman pindahan dari Jakarta juga mengaku orang tuanya membeli rumah seharga 500 juta di tahun 2020. Letaknya strategis, perbatasan Depok-Jakarta Selatan.

Saya sendiri juga membeli rumah di Kota Belimbing ini pada tahun 2008 lalu dengan harga 60 juta. Per 2024 ini harganya naik menjadi 300–500 juta. Untung banget, kan?

Bagi kelas menengah, tentunya hal ini sangat menguntungkan. Terlebih bagi mereka yang kebanyakan bekerja di Jakarta atau merupakan pasangan muda.

Bisa menikmati berbagai fasilitas yang sudah berkembang pesat

Pembangunan infrastruktur di Depok sudah berkembang pesat, terutama transportasi umum. KRL, BISKITA Trans Depok, Mikro Trans depok, hingga LRT dapat menjadi pilihan warga untuk mengantar mereka sampai tujuan.

Belum lagi pusat perbelanjaan juga banyak ditemukan di Kota Belimbing. pilihannya pun beragam, mulai dari pasar tradisional hingga mall. Bagi anak muda juga banyak coffee shop yang telah menjamur di sini. Tinggal menyesuaikan budget saja.

Ruang terbuka hijau di Kota Belimbing juga tersedia, Setu Lio, Hutan UI, Depok Open Space, dan Alun-alun Depok bisa menjadi pilihan masyarakat. Tiket masuknya gratis, kecuali bayar parkir  Rp2.000 tidak membuatmu miskin, tetapi membuat kaya tukang parkir.

Soal wisata, Depok juga tidak kalah. Mulai dari Taman Wiladatika, Masjid Kubah Emas, Kampung 99 Pepohonan, Rumah Keramik F Widayanto, dan lain-lain. Tinggal pilih mau ke mana.

Realitas tinggal di Kota Belimbing

Nyatanya selama tinggal di Depok, saya merasa kota ini semakin ramai. Bagaimana tidak, tercatat dalam data Disdukcapil Depok terdapat 18.978 penduduk yang pindah ke kota sini.

Kemacetan sudah menjadi makanan sehari-hari di Kota Belimbing. Sawangan contohnya, pada 2014, belum semacet sekarang, terlebih saat tol sudah dibangun, aduh macetnya. Kalau kata warga Sawangan sih keluar rumah jam 5 sore sampai tujuan bisa jam 10 malam.

Margonda yang juga menjadi salah satu pusat pembangunan di Depok, tak pernah sepi dengan lalu lalang manusia. Depan mall Margo City selalu menjadi pusat kemacetan, terutama saat akhir pekan tiba. Pengunjung mall juga membludak apalagi saat tanggal gajian tiba.

Berbagai begal juga ada di sini, mulai dari begal motor hingga payudara. Maling motor juga marak terjadi di kota ini. Jadi, hati-hati dan tetap waspada bagi kalian masyarakat yang berada di Kota Belimbing.

Meski sekarang Depok telah memiliki transportasi umum baru, sayangnya fasilitas itu masih terpusat di Margonda dan sekitarnya. Citayam, Tanah Baru, Sawangan, Pengasinan, dan sebagainya tidak memiliki pilihan transportasi umum lain selain angkot yang ugal-ugalan. Suatu kejomplangan yang telah lama diserukan warga kepada pemerintah daerahnya. Polemik pembangunan yang Margonda-sentris tentu sudah menjadi perbincangan sedari dulu. Entah pihak Pemkot mendengar atau pura-pura tidak dengar.

Terlepas dari banyaknya berita miring tentang Kota Belimbing, tidak dimungkiri jika kota ini menjadi tempat tinggal ideal bagi sebagian orang, tak terkecuali saya. Selama 25 tahun tinggal di sini, akses ke mana-mana lumayan dekat dan mudah. Saya sungguh berharap kelak Depok tidak hanya terkenal sebagai kota dengan segudang masalah, tetapi juga menyejahterakan hajat hidup warganya.

Penulis: Tania Dwi Rahma
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Depok Memang Layak Dapat Penghargaan Penataan Transportasi Umum, Selamat!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version