Pandemi Covid-19 di Indonesia rasanya belum menunjukkan penurunan. Jumlah kasus yang tinggi di berbagai daerah setiap hari muncul menghiasi berita, baik di layar TV maupun di layar gadget. Namun, situasi ini sepertinya tidak menyurutkan niat para calon pengantin untuk tetap menggelar pesta pernikahan.
Percaya atau tidak, dari bulan Januari hingga awal Februari, keluarga saya menerima hampir 6 undangan resepsi pernikahan, baik itu diadakan di dalam kota, maupun di luar kota. Berhubung keluarga saya termasuk dalam kategori yang agak taat terhadap anjuran pemerintah untuk tetap di rumah, maka kami memutuskan tidak menghadiri undangan-undangan itu, dan memilih untuk nitip amplop kepada saudara atau kerabat yang hadir dalam pesta pernikahan tersebut.
Hal yang selalu identik dari pesta pernikahan adalah suvenir pernikahan yang dibagikan kepada tamu undangan yang menghadiri pesta pernikahan. Bentuk suvenir pernikahan itu selalu beraneka ragam, mulai dari sendok garpu, gelas, kipas tangan, dompet, hingga kalender yang bergambar foto kedua mempelai.
Nah, sejak pandemi Covid-19 ini menyerang Indonesia, ragam dari suvenir pernikahan seolah ikut berkembang mengikuti protokol kesehatan, mulai dari masker, hand sanitizer, termometer, hingga yang paling niat adalah pulse oximeter. Yak, lebih tepatnya fingertip pulse oximeter, dengan cara penggunaan hanya dijepitkan di salah satu ujung jari tangan, lalu alat tersebut dapat menunjukkan kadar saturasi oksigen di dalam tubuh kita.
Memang niat baik dari para pengantin ini sungguh mulia, agar para tamu dapat mengecek kadar oksigen dalam tubuhnya secara berkala dan menganggap dapat melakukan deteksi terhadap Covid-19. Namun, lain halnya jika yang mendapat suvenir pernikahan ini adalah emak-emak parnoan macam ibu saya.
Saat pertama mendapatkan oximeter, ibu saya girang bukan main. Beliau menyuruh saya untuk segera mengisi alat tersebut dengan baterai dan mencobanya. Saat sudah diisi baterai, alat tersebut memancarkan sinar yang merupakan sinar inframerah yang belakangan saya tahu jika terdiri dari dua gelombang yaitu gelombang merah 660 nm dan near infrared 940 nm.
Kemudian, saya coba menjepitkan ke jari telunjuk ibu saya, beberapa detik muncul angka 90% dan 70 di layar alat tersebut. Berhubung saya mahasiswa kesehatan non medis, menginterpretasikan hasil dari oximeter ini bukan keahlian saya, akhirnya bermodal browsing saya mencoba mencari tahu apa arti dari tulisan yang muncul di layar. Rupanya angka 90% menunjukkan saturasi oksigen yang terdapat dalam tubuh ibu saya dan 70 merupakan detak jantung per menit.
Lantas ibu saya bertanya apakah paru-parunya sehat? Apakah jantungnya sehat? Saya lalu memberi tahu bahwa dalam beberapa sumber menyebutkan tingkat oksigen dalam tubuh yang normal berkisar 90-100%. Hal ini otomatis membuat ibu saya kaget. “Lho aku hampir nggak normal berarti? Aku kudu piye? Tapi aku sik iso nafas,” dengan muka panik ibu saya bertanya. Kemudian saya mencoba menjelaskan bahwa angka tersebut dapat berubah-ubah dan 90% juga termasuk dalam kategori normal dan selama ibu tidak merasakan sesak nafas berarti memang tidak apa-apa. Saat saya pasang kembali alat tersebut ke jari ibu, dan menunjukkan angka 95% barulah raut panik ibu saya berubah menjadi lebih tenang.
Namun, mungkin karena ibu saya memang parnoan, tiap beliau mencoba memakai alat tersebut sendiri, dan hasilnya berubah-ubah tentu beliau akan tetap panik dan bertanya-tanya. Dan selalu berakhir dengan saya mencoba menjelaskan dengan bahasa yang sederhana bahwa alat tersebut bisa berubah-ubah angkanya selama di rentang tersebut berarti semua normal, kecuali angka turun drastis di bawah 90% baru ada indikasi bahwa si pemakai alat tersebut mengalami gangguan pernafasan.
Inilah pentingnya pertimbangan saat memberikan suvenir untuk tamu-tamu pernikahan. Apabila memang ingin memberikan suvenir pernikahan berupa alat kesehatan, tentu harus diberikan pula petunjuk penggunaan serta interpretasi dari hasilnya, agar orang awam seperti ibu saya yang parno binti panikan tersebut tidak overthinking dengan hasilnya.
Sumber Gambar: YouTube Rawi Rocharungsat
BACA JUGA Gantungan Kunci dan Stiker Adalah Oleh-oleh Paling Mbois dari Pendakian Gunung pada Masanya atau tulisan Sri Pramiraswari Hayuning Ishtara lainnya.