Dampak yang Muncul Akibat Tren Kafe Tengah Sawah

agribisnis menthek kafe tengah sawah KKN wabah corona pemandangan pagi sawah mojok

KKN wabah corona pemandangan pagi sawah mojok

Belakangan ini, ngopi di kafe tengah sawah menjadi sesuatu yang Instagramable di kalangan anak muda maupun orang dewasa. Harga yang dipatok untuk secangkir kopi di kafe setara dengan lima cangkir kopi di warung pinggir sawah yang sering digunakan untuk tempat istirahat para pak tani. Panorama yang sama dengan minuman yang sama pula, memiliki tingkat harga yang berlipat ganda.

Menikmati kopi sambil mengisap rokok dengan terpaan angin semilir disertai pemandangan sawah yang hijau memberikan sensasi rileks tersendiri bagi pikiran yang ditekan oleh kenyataan. Tak heran jika banyak pengusaha mendirikan kafe tengah sawah, karena orang-orang sekarang banyak yang tertekan dengan keadaan.

Ngopi di tengah sawah dengan menyantap beberapa jenis gorengan telah menjadi budaya para petani sejak zaman dahulu. Hal tersebut dilakukan di waktu istirahat untuk merilekskan badan sejenak. Menjadi sebuah perpaduan yang menarik ketika budaya lokal dipadukan dengan kopi hits kekinian. Tidak hanya memberikan efek rileks di pikiran, tapi juga mengenalkan pada kearifan lokal Indonesia.

Sawah sebagai pemandangan alam yang paling aksesibel di setiap wilayah, khususnya dataran rendah

Banyaknya orang yang senang melihat pemandangan alam, seperti gunung dan lautan mendorong munculnya ide untuk mendirikan kafe di lingkungan persawahan. Pemandangan yang hijau menjadi alternatif pilihan bagi mereka yang ingin menikmati pemandangan alam namun tidak dapat pergi ke pegunungan dengan waktu yang singkat.

Udara semilir, padi-padi yang hijau, terhindar dari pemandangan gedung-gedung tinggi yang identik dengan kesibukan kota metropolitan menjadikan sawah sebagai pilihan untuk menenangkan diri, terlebih jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh dan akses jalan yang mudah, tidak naik turun dan tidak terjal.

Tak jarang orang berfoto saat meminum kopi dengan background sawah yang hijau. Menunjukkan bahwa pemandangan yang indah tak hanya dapat dinikmati di pegunungan atau pantai.

Tapi, ada masalah baru yang muncul.

Pembangunan kafe di sawah mendukung pengurangan luas lahan pertanian produktif

Pembangunan kafe tengah sawah dilaksanakan di atas lahan pertanian yang produktif. Lahan pertanian produktif seharusnya tetap dijaga kelestariannya, karena masih dapat menghasilkan tanaman pangan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber energi setiap hari. Pembangunan kafe-kafe di lahan sawah turut berkontribusi dalam pengurangan luas lahan pertanian produktif di Indonesia.

Dilansir dari penelitian yang dilakukan oleh Mas Andhika Wisnu, di salah satu dusun di Kabupaten Malang, sepanjang 2019 telah dilakukan pembangunan delapan kafe baru yang didirikan di atas lahan pertanian produktif. Pembangunan usaha kafe tersebut mengakibatkan terjadinya penyusutan lahan hingga 0,2492 ha. Data tersebut baru menunjukkan untuk satu daerah saja, belum data nasional.

Alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi kafe berdampak pada berkurangnya produksi hasil pertanian karena lahan pertanian yang semakin menyempit. Selain itu, pembangunan kafe di tengah sawah berpotensi untuk mencemari ekosistem sawah, akibat sampah yang dihasilkan. Apalagi jika pengunjungnya tipe orang yang membuang puntung rokok sembarangan. Daerah resapan air juga turut berkurang akibat pembangunan bangunan fisik kafe.

Tidak menutup kemungkinan pula, pembangunan kafe di tengah sawah mengganggu akses petani lain yang sawahnya tidak ikut dibangun kafe. Alias nyusahne tonggone.

Mengkaji alasan petani melepaskan sawah untuk dibangun kafe

Sawah menjadi sumber penghasilan utama bagi para petani. Tidak mudah untuk melepaskan sumber pendapatan yang disayang sedari dulu untuk dialihfungsikan. Bisa dikatakan alih fungsi sawah menjadi kafe merupakan suatu tindakan keluar dari zona nyaman yang dilakukan oleh para petani. Dari lahan yang menyediakan bahan mentah, menjadi lahan yang menyediakan makanan siap saji.

Pengolahan sawah yang membutuhkan tenaga ekstra dan ketidakpastian hasil panen yang bergantung pada kondisi alam, mendorong petani untuk berpikir ke arah yang lain, yakni membangun kafe di lahan sawah miliknya. Entah dengan menyewakan ke pengusaha ataupun membangunnya dengan usaha sendiri.

Tak jarang juga, sawah ditawar oleh pengusaha dengan harga yang berkali-kali lipat dari keuntungan panen dalam rangka memikat hati para petani untuk mau menjual sawahnya.

Tren kafe aesthetic yang menyatu dengan alam, meyakinkan para petani maupun pengusaha untuk melakukan alih fungsi lahan sawah menjadi kafe. Kafe yang dibangun di tengah sawah hampir tidak pernah sepi pengunjung.

Dampak ekonomi yang dihasilkan oleh pembangunan kafe di kawasan persawahan bernilai positif, karena dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan pendapatan individu.

Dampak ekonomi dan lingkungan selalu berdampingan. Pengusaha dan petani—yang mengalihfungsikan lahan—merasa senang dengan keuntungan finansial yang didapatkan, begitu pula dengan pengunjung yang merasa puas akan ketenangan yang dirasakan ketika menikmati kopi di tengah sawah.

Namun, lagi-lagi lingkungan dikalahkan, pembangunan kafe tengah sawah sedikit demi sedikit berkontribusi dalam pengurangan lahan pertanian produktif dan mengurangi daerah resapan air.

BACA JUGA Dear Owner Kafe Besar, Tabung Gas 3 Kg Itu untuk Rumah Tangga dan Usaha Mikro Aja!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version