Bisnis Angkringan, Cara Efektif Mencari Keuntungan secara Kolektif

Perlahan tapi Pasti, Warmindo Menggeser Angkringan dari List Tempat Makan Murah terminal mojok.co

Perlahan tapi Pasti, Warmindo Menggeser Angkringan dari List Tempat Makan Murah terminal mojok.co

Bisnis angkringan terkadang tak melulu perkara keuntungan pribadi. Bisa jadi bisnis ini adalah cara paling jitu agar suatu lingkungan bisa berdikari secara ekonomi. Pandemi tak hanya membutuhkan vaksin, tapi juga kesadaran secara kolektif.

Beberapa waktu yang lalu, saya bersilaturahmi ke tempat kawan lama yang hidupnya masih terdampak pandemi. Jerenyo Bisma (26), yang biasa akrab dipanggil Bisma. Saya dan blio adalah rekan kerja yang dulu pernah satu kantor di sebuah perusahaan pariwisata. Sampai saat ini, Bisma masih tidak bekerja karena susah untuk mencari lapangan pekerjaan yang baru. “Karena Covid-19 yang nggak rampung-rampung iki, Ngget. Mau ngapel ke Mbak Pacar yo kampungnya masih lockdown. Ealah, kangen wae tetep susah”, ucap Bisma dengan raut muka pasrah.

“Lha terus, kamu sekarang ngapain aja, Bis? Masa cuma diem aja di rumah?” Lontaran pertanyaan saya kepada Bisma yang saat ini terlihat santai dan menikmati hidup dalam keadaan sulit sekalipun.

“Di kampung ini kan ada pemuda yang sudah sejak pertengahan 2020 pada bikin bisnis angkringan, Ngget. Nah, saya ikut berpartisipasi. Jadi setiap pemuda yang sekadar jaga angkringan misalnya, itu dapat komisi dari laba angkringan. Ya lebih dari cukup lah kalau buat beli rokok. Minimal 40 ribu lah kalau pas sepi” kata Bisma

Angkringan di bilangan Ketandan, pojokan ringroad arah Jalan Wonosari ini, seolah seperti mempunyai prinsip “dari warga, untuk warga”. Pemuda dan elemen masyarakat kampung saling gotong royong demi memberikan pemasukan ekonomi untuk warga. Pada saat ke sana, saya melihat nggak sedikit dari bapak-bapak kampung yang sedang bersantai dan bercerita tentang hari itu. Yap, seperti angkringan pada umumnya.

“Banyak juga dari warga yang sekadar nitip gorengan, cemilan, dan nasi buat dijual, Ngget.” ujarnya sembari klepas-klepus ngerokok.

Kemudian saya bertanya, “Lha terus, uang sisanya di taruh mana, Bis? Kan buat pemasukan yang jaga udah, terus yang buat laba warga yang nitip cemilan udah. Sisanya kemana?” Bisma menjawab, “Untuk sisanya, kita masukan ke kas kampung. Kan modal awal bikin angkringan ya dari kas pemuda. Ditambah ada donatur-donatur dermawan juga. Dan kadang labanya juga buat bantuan warga yang terdampak pandemi juga sih, Ngget.”

Solidaritas kampung yang begitu besar menurut saya. Bisnis yang sempat dikatakan kecil ini, mampu membuat makmur warga sekitar. Memandang dari sisi lain keuntungan yang sempat saya bahas di tulisan sebelumnya tentang pendapatan bisnis angkringan, ternyata ada hal positif juga yang bisa diambil dari hal tersebut. Bisnis angkringan di kampung kawan saya ini contohnya.

Pertama adalah menjadikan bisnis untuk kepentingan warga. Penurunan ekonomi setiap keluarga, sangat diperhatikan betul oleh masyarakat dan pemuda kampung. Kedua, tentang aksi cepat dalam musyawarah untuk memberikan bantuan kepada masyarakat yang kehilangan pekerjaan. Ketiga, yaitu ide kreatif para pemuda kampung dalam menyusun strategi ekonomi sebuah kampung. Nah, ketiga poin tersebut adalah hal kecil yang bisa dijadikan contoh untuk memutar ekonomi sebuah wilayah dalam kasus pandemi.

“Kalau tentang masalah PSBB dan PPKM yang udah dua minggu ini, kita sih nggak masalah. Wong kalau pada ngumpul, kita selalu mengingatkan soal jarak. Masker juga wajib. Pokok e nek nggak sesuai sama prokes, nggak kita layani. Memangnya angkringanmu? Nggak pakai prokes, malah nantang Satpol PP. Besoknya gerobak langsung diangkut. Hahaha.” Ucap beliau sambil meledek saya. Jujur, saya mangkel pada saat itu. Nggatheli. Rasanya ingin pulang dan menangis saja.

“Tapi kita tetap buka sampai jam 12 kok. Nggak peduli Satpol PP lewat. Lha wong kita udah menerapkan prokes. Masa iya dari jam empat sore kita buka angkringan, jam lima nyalain api, terus jam tujuh tutup? Kan kegabutan yang wagu. Lagi pula, kenapa nggak dari awal pas munculnya pandemi saja? Paling tidak malah meminimalisir kasus kematian kan?” Sambungnya dengan nada yang sedikit mangkel sama Pemerintah.

Saya cuma bisa geleng-geleng kepala. Ternyata di balik sikapnya yang nggatheli, ada sedikit rasa kritis terhadap hal ekonomi, kemajuan, dan perhatian. “Harapan ke depan selain buat angkringan kampung ini apa aja sih, Bis?” Lontaran pertanyaan saya.

“Realistis aja ya, Ngget. Bisnis angkringan tetep harus buka. Soalnya bisa buat pemasukan kas kampung. Dan soal pandemi, karena pandemi nggak tahu bisa berakhir apa enggak, saya cuma punya harapan. Semoga yang lagi duduk di sana, bisa lebih mempunyai dan memberi kebijakan yang baik bagi kita semua. Nek menurut saya ya sudah baik. Lha tapi kalau sampai ada bantuan yang diemplok sendiri yo kurang ajar itu. Lha 17M e. Lak yo bisa buat satu kota itu”, ucapnya.

Memang benar, saya sempat berpikir bahwa di masa krisis dunia seperti ini, tak jarang ada orang yang mempunyai pemikiran licik untuk mengambil keuntungan pribadi dengan menyusahkan banyak orang. Akan tetapi, tak sedikit pula banyak ide kreatif dari orang-orang yang mempunyai jalan lurus, untuk memberikan keuntungan pada diri sendiri, dan orang-orang di sekitarnya.

BACA JUGA Kemampuan Terpendam Bakul Angkringan Adalah Jadi Pendengar yang Baik bagi Pelanggan dan tulisan Grantino Gangga Ananda Lukmana lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version