4 Hal yang Menghancurkan Kenyamanan Pengunjung yang Datang ke Babakan Siliwangi (Baksil) Bandung

4 Hal yang Menghancurkan Kenyamanan Pengunjung yang Datang ke Babakan Siliwangi (Baksil) Bandung

4 Hal yang Menghancurkan Kenyamanan Pengunjung yang Datang ke Babakan Siliwangi (Baksil) Bandung (unsplash.com)

Jangan salah, walaupun kota, di Bandung ada hutan yang bisa diakses masyarakat umum secara gratis, lho. Namanya Babakan Siliwangi (Baksil) Bandung. Di dalamnya terdapat Jalur Hutan Kota, atau biasa dikenal dengan Forest Walk. Tempat ini cocok dipakai untuk rekreasi keluarga, tempat ngobrol pasangan, ngerjain tugas kelompok, ngerjain skripsi, atau cocok juga untuk tempat menyendiri sekadar menikmati indahnya sisa-sisa hutan di kota ini.

Dari penggalan cerita tersebut, terbayang keindahan tempat itu, kan. Namun, yang katanya taman hutan kota berkelas dunia, ada saja hal yang membuat pengunjung jadi nggak nyaman ketika berkunjung ke sana. Memang taman hutan kota ini adalah fasilitas gratis yang sebetulnya nggak perlu diprotes. Namanya kan gratis. Tapi sebagai bahan evaluasi pihak pengelola, nggak ada salahnya saya mengutarakan 4 hal yang menghancurkan kenyamanan Babakan Siliwangi Bandung.

Tukang parkir liar di Babakan Siliwangi Bandung

Sudah bukan rahasia lagi ketika berkunjung ke fasilitas gratis, pastilah nggak 100 persen gratis. Karena apa? Yap, betul, karena di situ pasti ada tukang parkir liar yang siap melahap uang kalian jika datang memakai kendaraan. Tak terkecuali di Babakan Siliwangi ini.

Saya nggak mengira akan dimintai bayaran ketika baru saja datang. Biaya parkir yang dipatok pun sebesar Rp5 ribu. Tentu saja tanpa adanya surat atau karcis parkir resmi dari pemerintah setempat.

Sebetulnya demi keamanan kendaraan, tak mengapa ada tukang parkir. Namun yang jadi masalah adalah ketika sudah membayar, eh, kang parkirnya pergi begitu saja. Dia nggak membantu ketika kendaraan saya akan keluar. Sungguh luar biadab biasa.

Baca halaman selanjutnya: Banyak sampah dibuang sembarangan…

Bukannya meninggalkan kesan, malah meninggalkan sampah sembarangan

Karena taman kota Babakan Siliwangi Bandung ini dibuka untuk umum, gratis pula, maka jumlah orang yang masuk biasanya tak terkira. Ada yang rekreasi, kerja kelompok, botram, hingga senam. Entah dengan keluarga atau dengan kolega. Mereka datang ke taman ini sama-sama untuk membuat kenangan dan meninggalkan kesan yang mendalam.

Boleh saja meninggalkan kesan, tapi untuk meninggalkan sampah sembarangan ya jangan lah. Sampah plastik bekas makanan dan minuman kemasan kadang berserakan menyatu dengan daun-daun kering. Puntung rokok yang dibuang begitu saja hingga sampah lain yang nggak bisa disebutkan satu per satu seolah nggak mau ketinggalan. Hal tersebut sungguh merusak pemandangan alam ini.

Ayolah, warga Bandung, tingkatkan kesadaran. Toh, selain banyak slogan untuk mencintai alam dan dilarang buang sampah sembarangan, banyak juga tempat sampah yang sudah disediakan. Masa iya masih buang sampah sembarangan? Rugi, dong!

Muda-mudi yang mojok berduaan

Kalau tadi perihal sampah benda, sekarang kita beralih ke bentuk manusianya. Jujur, bukan iri atau dengki, tapi saya malah risih ketika melihat anak setingkat SMP sedang mojok berduaan di sudut-sudut Babakan Siliwangi Bandung. Hal ini memang nggak tercantum dalam peraturan kunjungan, tapi ya ini perihal adab sosial. Walaupun ini hutan, ingat, Nak, ini hutan kota. Bukan hutan yang bisa dipakai mesum seenaknya.

Berjualan di dalam Babakan Siliwangi Bandung

Nah, yang terakhir ini yang bikin bingung. Padahal di pintu sebelum masuk sudah diperlihatkan peraturan dilarang berjualan di dalamnya. Namun, masih ada saja penjual nakal yang berjualan di dalam. Hal ini sungguh mengganggu apabila penjual tersebut menjual barang dagangannya secara paksa. Sungguh merusak momen para pengunjung yang datang ke sini.

Sekali lagi, tanpa mengurangi penghargaan terhadap fasilitas taman kota Babakan Siliwangi Bandung ini, saya harap hal-hal yang merusak kenyamanan tersebut bisa diatasi. Bagaimanapun, taman kota ini merupakan jantung di tengah bisingnya kehidupan Kota Bandung.

Penulis: Handri Setiadi
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA SCBD Bandung, Kawasan Baru yang Macetnya Nggak Manusiawi.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version