ASUS ZenFone 8: Tampilannya Cupu, tapi Performa Berani Diadu

ASUS Zenfone 8

ASUS Zenfone 8

Sebelum menggunakan Redmi 4X, saya banyak memilih ponsel upper midranger atau flagship sekalian sebagai daily driver. Ketika beralih ke Redmi 4X, saya seakan mendapatkan kenyamanan lebih untuk santai memainkannya sekalipun di transportasi publik karena berpikir siapa yang menginginkan ponsel seperti ini. Akankah ASUS ZenFone 8 membuat saya kembali ke ribaan ponsel flagship?

Ketika ukuran ponsel zaman sekarang terus membesar dan layar berukuran enam inci ke atas bukan lagi sesuatu yang asing, terasa lebih mudah membedakan mana ponsel pintar generasi lama dan generasi baru. Ditambah lagi dengan jumlah lensa kameranya yang banyak, tiga atau empat, pembeda tersebut semakin jelas terlihat. Atau jika bentuk dan penempatan lensa kameranya itu cenderung unik, misalnya keluarga iPhone 11 ke atas, orang tua tentunya akan mengingatkan supaya kita tidak sembarang memainkannya terus-terusan di tengah keramaian.

ASUS ZenFone 8 hadir dengan dimensi yang compact, hanya satu senti lebih panjang dari Redmi 4X. Ponselnya juga tergolong tebal, lebih tebal 0.2 mm dari Redmi 4X saya yang sama-sama memiliki kapasitas baterai 4000mAh dan setara dengan POCO X3 GT yang baterainya sudah 5000mAh. Jika memilih varian warna hitam, Anda akan menemukan bodi belakang yang begitu polos dan ditemani dengan dua lensa kamera belakang yang penempatannya tidak lebih mewah dari Samsung Galaxy A03S. Apalagi bobot, dia lebih berat 19 gram dari Redmi 4X saya.

Fitur flipping camera ala ZenFone 6 yang bisa menjadikan kamera belakang sebagai kamera depan juga tidak ada lagi di sini. Sebagai gantinya, kamera selfie yang terletak di punch hole pojok kiri atas layar kini adanya. Ya, dari segi desain, ponsel ini sepertinya sudah harus siap dicemooh sebagai ponsel yang tidak kekinian, tidak mewah, dan malah mundur.

Padahal, di dalam ponsel ini terdapat chipset terbaik saat ini untuk ponsel Android, yaitu Qualcomm Snapdragon 888. Chipset ini sudah mendukung jaringan 5G paling tidak di jaringan Indosat dan XL Axiata. Ditemani RAM LPDDR5 dan storage UFS 3.1 baik dalam konfigurasi 8GB/256GB atau 16GB/512GB, jelas ponsel ini performanya ngebut. Genshin Impact dengan setting highest dilahapnya stabil, meskipun memang aplikasi masih membatasi frame rate di 60fps.

Berkat bezel smartphone yang kini semakin tipis, layar ponsel ini sudah tergolong cukup besar yaitu 5.9 inch. Panel AMOLED besutan Samsung digunakannya dengan kecerahan maksimum 1100 nits dan perlindungan Gorilla Glass Victus, siap menghadapi pertempuran outdoor di bawah teriknya sinar matahari dengan risiko jatuh dan lecet.

Soal hiburan, dia sudah tersertifikasi HDR10 dan HDR10+ serta diklaim memiliki rentang warna yang lebih luas dari DCI-P3, NTSC, dan sRGB. Soal gaming, response time 1ms, refresh rate 120Hz yang masih bisa diturunkan secara manual ke 60Hz dan 90Hz, serta touch sampling rate di 240Hz begitu menjanjikan. Resolusinya memang sebatas Full HD+, tetapi berdasarkan pengalaman saya tidak merasakan perbedaan signifikan ketika naik ke resolusi yang lebih tinggi lagi.

Seperti sudah disinggung sebelumnya, baterai ponsel ini berkapasitas 4000mAh saja dan mungkin terdengar pas-pasan untuk ponsel Android. Ya, itu pas-pasan jika dibandingkan dengan ponsel entry-level seperti Redmi 10, Advan GX, atau Poco M3. Tetapi, masih setara dengan Samsung Galaxy S21 5G. Jangan mengharapkan screen on time yang luar biasa. Best Indo Tech mencatat bahwa penggunaan harian memberikan empat sampai lima jam dan memainkan Genshin Impact selama setengah jam menghabiskan 30 pweawn kapasitas baterai. Jika Anda adalah tipikal pekerja kantoran yang tidak perlu menggunakan ponsel selama bekerja dan hanya menggunakannya untuk hal-hal ringan seperti memainkan sosmed, cukuplah. Selebihnya, bawa power bank.

Pengisian baterai ponsel ini tergolong cepat dengan daya 30W. Mengujinya dalam kondisi menyala, GSMArena bisa mengisi 60 persen kapasitas baterai dalam 30 menit dan membutuhkan sekitar 1,5 jam untuk mengisi baterai ponsel dari nol sampai penuh. Ponsel ini juga mendukung Qualcomm Quick Charge 5 sehingga Anda bisa menggunakan power bank fast charging. Meskipun penelusuran saya di marketplace menunjukkan bahwa mungkin dayanya tidak maksimal. Sebab, kebanyakan produk di pasaran mentok di Quick Charge 3 dengan daya 18W.

Kembali lagi ke lensa kamera belakangnya yang hanya ada dua, kurang? Lensa kamera utama memiliki resolusi 64MP dengan bukaan f/1.8, fitur dual-pixel PDAF, dan OIS. Meskipun ujung-ujungnya ya quad Bayer binning juga dan tidak ada sentuhan Leica atau Zeiss, sensor Sony IMX686 itu (ingat, bukan Omnivision atau Samsung) sudah sangat mumpuni. Apalagi dipadukan dengan ISP hebat dari Snapdragon 888 itu sendiri.

Sekalipun tidak ada lensa telephoto, lensa utama ini diklaim bisa melakukan digital lossless zoom hingga perbesaran dia kali. Kemampuan merekam videonya luar biasa, maksimal di resolusi 8K dengan frame rate 24 fps. Lensa ultrawide yang di sini juga merangkap sebagai lensa makro mengandalkan Sony IMX363, sensor beresolusi 12MP yang sudah cukup lama malang melintang di ponsel-ponsel Google Pixel dan kemampuannya memang tak lekang oleh waktu.

Kamera depan juga hanya mengandalkan satu lensa Sony IMX663 beresolusi 12MP dengan dual PDAF. Kemampuan perekaman videonya terbatas di resolusi 4K dengan frame rate 30 fps. DXOMark menyejajarkan kemampuan kamera ponsel ini dengan Vivo X60 Pro dan Samsung Galaxy S21+ 5G, pencapaian yang sudah cukup memuaskan.

Selebihnya, dia juga dibekali dengan headphone jack 3.5 mm dan NFC sehingga bagi saya konektivitas sudah lengkap. Sertifikasi IP68 juga sudah dikantonginya untuk melindungi kita dari insiden kecelakaan ketika ponsel tercelup ke dalam air. Ya, dia kecil-kecil cabe rawit.

Untuk semuanya, ponsel ini dijual dengan harga Rp8 juta untuk varian 8GB/256GB dan Rp12 juta untuk varian 16GB/512GB. Perlu dicatat bahwa tidak ada slot untuk menaruh kartu MicroSD, jadi tidak ada cerita membeli varian base lalu membeli kartu MicroSD lagi demi penyimpanan lebih besar tanpa pengeluaran yang besar pula. Selisih Rp4 juta ini sama juga jika Anda membandingkan iPhone 12 Pro Max varian 256GB dan 512GB.

Pertimbangan berikutnya adalah, membeli varian 256GB saja dan kemudian berpikir untuk menggantinya lagi di kemudian hari atau varian 512GB untuk going long? Sayangnya, ASUS baru menjanjikan paling tidak akan ada dua major upgrade untuk ponsel ini. Rekor dua flagship ASUS ZenFone sebelumnya yang masuk secara resmi ke Indonesia, seri 5z dan 6, juga dua major upgrade saja. Ya bisa dimaklumi sih, Samsung memberikan spesifikasi lebih rendah untuk pembaruan perangkat lunak lebih lama ketika ASUS memaksimalkan spesifikasi dan dana tersisa untuk pengembangan perangkat lunak terbatas.

Untuk saya sih, sebagai orang yang menghabiskan storage sekitar 8 sampai 25 GB per tahun, kapasitas memori 256 GB itu sudah tergolong sangat besar. Seharusnya lima tahun pun masih cukup. Apalagi perangkat lunak yang digunakan ASUS minim kostumisasi dan sangat mendekati stock version, harusnya irit memori dong? Ketika benar hanya ada dua major upgrade OS, saya memperkirakan bahwa Microsoft Teams terakhir support di 2026 atau 2027. Saya juga bingung RAM 16GB di ponsel untuk apa, jadi cukuplah varian base saja.

Ganti dari Redmi 4X ke ASUS ZenFone 8? Pengin banget. Kapan lagi ganti ponsel dengan dimensi dan desain yang tidak berbeda jauh, lebih powerful lagi. Kapan lagi punya ponsel kecil-kecil cabe rawit yang bisa menyamar sebagai ponsel cupu nan jadul? Sangat bagus untuk menemukan orang-orang yang hobinya judging the book by its cover. Sangat bagus juga untuk orang-orang yang matanya kepo dan selama ini hasratnya bisa terpuaskan karena layar ponsel temannya berukuran besar!

Sebelum menggunakan Redmi 4X, saya banyak memilih ponsel upper midranger atau flagship sekalian sebagai daily driver. Ketika beralih ke Redmi 4X, saya seakan mendapatkan kenyamanan lebih untuk santai memainkannya sekalipun di transportasi publik karena berpikir siapa yang menginginkan ponsel seperti ini. Akankah ASUS ZenFone 8 membuat saya kembali ke ribaan ponsel flagship?

Ketika ukuran ponsel zaman sekarang terus membesar dan layar berukuran enam inci ke atas bukan lagi sesuatu yang asing, terasa lebih mudah membedakan mana ponsel pintar generasi lama dan generasi baru. Ditambah lagi dengan jumlah lensa kameranya yang banyak, tiga atau empat, pembeda tersebut semakin jelas terlihat. Atau jika bentuk dan penempatan lensa kameranya itu cenderung unik, misalnya keluarga iPhone 11 ke atas, orang tua tentunya akan mengingatkan supaya kita tidak sembarang memainkannya terus-terusan di tengah keramaian.

ASUS ZenFone 8 hadir dengan dimensi yang compact, hanya satu senti lebih panjang dari Redmi 4X. Ponselnya juga tergolong tebal, lebih tebal 0.2 mm dari Redmi 4X saya yang sama-sama memiliki kapasitas baterai 4000mAh dan setara dengan POCO X3 GT yang baterainya sudah 5000mAh. Jika memilih varian warna hitam, Anda akan menemukan bodi belakang yang begitu polos dan ditemani dengan dua lensa kamera belakang yang penempatannya tidak lebih mewah dari Samsung Galaxy A03S. Apalagi bobot, dia lebih berat 19 gram dari Redmi 4X saya.

Fitur flipping camera ala ZenFone 6 yang bisa menjadikan kamera belakang sebagai kamera depan juga tidak ada lagi di sini. Sebagai gantinya, kamera selfie yang terletak di punch hole pojok kiri atas layar kini adanya. Ya, dari segi desain, ponsel ini sepertinya sudah harus siap dicemooh sebagai ponsel yang tidak kekinian, tidak mewah, dan malah mundur.

Padahal, di dalam ponsel ini terdapat chipset terbaik saat ini untuk ponsel Android, yaitu Qualcomm Snapdragon 888. Chipset ini sudah mendukung jaringan 5G paling tidak di jaringan Indosat dan XL Axiata. Ditemani RAM LPDDR5 dan storage UFS 3.1 baik dalam konfigurasi 8GB/256GB atau 16GB/512GB, jelas ponsel ini performanya ngebut. Genshin Impact dengan setting highest dilahapnya stabil, meskipun memang aplikasi masih membatasi frame rate di 60fps.

Berkat bezel smartphone yang kini semakin tipis, layar ponsel ini sudah tergolong cukup besar yaitu 5.9 inch. Panel AMOLED besutan Samsung digunakannya dengan kecerahan maksimum 1100 nits dan perlindungan Gorilla Glass Victus, siap menghadapi pertempuran outdoor di bawah teriknya sinar matahari dengan risiko jatuh dan lecet.

Soal hiburan, dia sudah tersertifikasi HDR10 dan HDR10+ serta diklaim memiliki rentang warna yang lebih luas dari DCI-P3, NTSC, dan sRGB. Soal gaming, response time 1ms, refresh rate 120Hz yang masih bisa diturunkan secara manual ke 60Hz dan 90Hz, serta touch sampling rate di 240Hz begitu menjanjikan. Resolusinya memang sebatas Full HD+, tetapi berdasarkan pengalaman saya tidak merasakan perbedaan signifikan ketika naik ke resolusi yang lebih tinggi lagi.

Seperti sudah disinggung sebelumnya, baterai ponsel ini berkapasitas 4000mAh saja dan mungkin terdengar pas-pasan untuk ponsel Android. Ya, itu pas-pasan jika dibandingkan dengan ponsel entry-level seperti Redmi 10, Advan GX, atau Poco M3. Tetapi, masih setara dengan Samsung Galaxy S21 5G. Jangan mengharapkan screen on time yang luar biasa. Best Indo Tech mencatat bahwa penggunaan harian memberikan empat sampai lima jam dan memainkan Genshin Impact selama setengah jam menghabiskan 30 pweawn kapasitas baterai. Jika Anda adalah tipikal pekerja kantoran yang tidak perlu menggunakan ponsel selama bekerja dan hanya menggunakannya untuk hal-hal ringan seperti memainkan sosmed, cukuplah. Selebihnya, bawa power bank.

Pengisian baterai ponsel ini tergolong cepat dengan daya 30W. Mengujinya dalam kondisi menyala, GSMArena bisa mengisi 60 persen kapasitas baterai dalam 30 menit dan membutuhkan sekitar 1,5 jam untuk mengisi baterai ponsel dari nol sampai penuh. Ponsel ini juga mendukung Qualcomm Quick Charge 5 sehingga Anda bisa menggunakan power bank fast charging. Meskipun penelusuran saya di marketplace menunjukkan bahwa mungkin dayanya tidak maksimal. Sebab, kebanyakan produk di pasaran mentok di Quick Charge 3 dengan daya 18W.

Kembali lagi ke lensa kamera belakangnya yang hanya ada dua, kurang? Lensa kamera utama memiliki resolusi 64MP dengan bukaan f/1.8, fitur dual-pixel PDAF, dan OIS. Meskipun ujung-ujungnya ya quad Bayer binning juga dan tidak ada sentuhan Leica atau Zeiss, sensor Sony IMX686 itu (ingat, bukan Omnivision atau Samsung) sudah sangat mumpuni. Apalagi dipadukan dengan ISP hebat dari Snapdragon 888 itu sendiri.

Sekalipun tidak ada lensa telephoto, lensa utama ini diklaim bisa melakukan digital lossless zoom hingga perbesaran dia kali. Kemampuan merekam videonya luar biasa, maksimal di resolusi 8K dengan frame rate 24 fps. Lensa ultrawide yang di sini juga merangkap sebagai lensa makro mengandalkan Sony IMX363, sensor beresolusi 12MP yang sudah cukup lama malang melintang di ponsel-ponsel Google Pixel dan kemampuannya memang tak lekang oleh waktu.

Kamera depan juga hanya mengandalkan satu lensa Sony IMX663 beresolusi 12MP dengan dual PDAF. Kemampuan perekaman videonya terbatas di resolusi 4K dengan frame rate 30 fps. DXOMark menyejajarkan kemampuan kamera ponsel ini dengan Vivo X60 Pro dan Samsung Galaxy S21+ 5G, pencapaian yang sudah cukup memuaskan.

Selebihnya, dia juga dibekali dengan headphone jack 3.5 mm dan NFC sehingga bagi saya konektivitas sudah lengkap. Sertifikasi IP68 juga sudah dikantonginya untuk melindungi kita dari insiden kecelakaan ketika ponsel tercelup ke dalam air. Ya, dia kecil-kecil cabe rawit.

Untuk semuanya, ASUS Zenfone 8 ini dijual dengan harga Rp8 juta untuk varian 8GB/256GB dan Rp12 juta untuk varian 16GB/512GB. Perlu dicatat bahwa tidak ada slot untuk menaruh kartu MicroSD, jadi tidak ada cerita membeli varian base lalu membeli kartu MicroSD lagi demi penyimpanan lebih besar tanpa pengeluaran yang besar pula. Selisih Rp4 juta ini sama juga jika Anda membandingkan iPhone 12 Pro Max varian 256GB dan 512GB.

Pertimbangan berikutnya adalah, membeli varian 256GB saja dan kemudian berpikir untuk menggantinya lagi di kemudian hari atau varian 512GB untuk going long? Sayangnya, ASUS baru menjanjikan paling tidak akan ada dua major upgrade untuk ponsel ini. Rekor dua flagship ASUS ZenFone sebelumnya yang masuk secara resmi ke Indonesia, seri 5z dan 6, juga dua major upgrade saja. Ya bisa dimaklumi sih, Samsung memberikan spesifikasi lebih rendah untuk pembaruan perangkat lunak lebih lama ketika ASUS memaksimalkan spesifikasi dan dana tersisa untuk pengembangan perangkat lunak terbatas.

Untuk saya sih, sebagai orang yang menghabiskan storage sekitar 8 sampai 25 GB per tahun, kapasitas memori 256 GB itu sudah tergolong sangat besar. Seharusnya lima tahun pun masih cukup. Apalagi perangkat lunak yang digunakan ASUS minim kostumisasi dan sangat mendekati stock version, harusnya irit memori dong? Ketika benar hanya ada dua major upgrade OS, saya memperkirakan bahwa Microsoft Teams terakhir support di 2026 atau 2027. Saya juga bingung RAM 16GB di ponsel untuk apa, jadi cukuplah varian base saja.

Ganti dari Redmi 4X ke ASUS ZenFone 8? Pengin banget. Kapan lagi ganti ponsel dengan dimensi dan desain yang tidak berbeda jauh, lebih powerful lagi. Kapan lagi punya ponsel kecil-kecil cabe rawit yang bisa menyamar sebagai ponsel cupu nan jadul? Sangat bagus untuk menemukan orang-orang yang hobinya judging the book by its cover. Sangat bagus juga untuk orang-orang yang matanya kepo dan selama ini hasratnya bisa terpuaskan karena layar ponsel temannya berukuran besar!

Sumber gambar: YouTube ASUS.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version