Tujuh tahun hidup di Banyuwangi bikin saya (lumayan) percaya dengan hal-hal metafisika, terlebih jika itu hubungannya dengan usaha kuliner. Tak sedikit cerita tentang warung makan A ternyata pakai pesugihan atau sejenisnya. Saya menemukan dari yang pake doa hingga pake tumbal di Banyuwangi. Tapi begitu pindah ke Kediri dan melihat angkringan di Kediri, pemikiran saya berubah: tak butuh bantuan mistis pun, warungmu bisa laku.
Kunci angkringan di Kediri ramai itu nggak butuh pesugihan, tumbal, atau rajah-rajah. Kuncinya cuman satu: cewek seksi. Maaf jika terkesan seksis, tapi kenyataannya memang begini.
Coba saja datang ke sekitaran Jalan Tugu Sembilan masuk Kawasan Simpang Lima Gumul (SLG) di Ngasem, Kediri. Di sana berbagai angkringan “khas” Kediri akan kalian temui. Tentu dengan cewek-cewek seksi sebagai pelengkap untuk setiap pelanggan yang ingin merasakan suasana berbeda. Konon, mereka dalam satu hari dibayar Rp200 ribu oleh pemilik angkringan. Itu belum ditambah dari tip yang diberikan pelanggan.
Persaingan bukan dengan setan, melainkan sesama penjual
Saya sempat bertemu dengan beberapa pemilik angkringan di sekitar SLG Kediri. Rerata mereka mengakui jika persaingan di semesta angkringan di Kediri bukan dengan setan dari pesugihan yang dipercayai. Melainkan bagaimana pemilik bisa memilih cewek seksi penjaga angkringan yang tentunya sebagai penarik pelanggan.
Pemilihan ini bukan perkara mudah, saling sikut antar pemilik sering terjadi. Misal si A sebagai berani bayar fee harian lebih tinggi, mereka bisa pindah begitu saja.
Jadi jangan heran jika semakin muda usia, akan semakin menentukan harga. Ibarat pemain sepak bola, nilai transfer ditentukan dengan kebiasaan dan kepiawaian para talent. Tentu tidak dalam mengolah si kulit bundar, melainkan cara dalam membuat pelanggan betah dan ingin tetap singgah. Coba lihat angkringan yang ramai, kalian akan tahu betul maksud saya.
“Transaksi” gelap di luar angkringan
Rumor yang beredar, transaksi tak hanya berlaku di angkringan, tapi bisa di luar. Ini rumor, yang tentu masih perlu dibuktikan kebenarannya. Tapi saat saya singgung dan tanyakan ke pemilik angkringan, beberapa membenarkan. Tapi karena khawatir menjadi embrio lokalisasi, pihak pengelola sebisa mungkin memberikan batasan jika “transaksi” harus dilakukan di luar jam kerja. Jadi selama jam kerja ya semua harus sesuai dengan aturan pemilik angkringan.
Toh di angkringan yang dijualkan jelas, tapi jika sudah keluar angkringan ya silakan. Mau janjian di mana pun pihak pemilik tidak akan mencampuri urusan pelanggan dan anak buahnya. Bagaimanapun juga, praktik semacam itu tentu di luar kapasitas pemilik angkringan untuk bisa mencegah. Namun sejauh ini, tetap saja bisnis itu lenggeng dan memiliki banyak pelanggan setia.
Pelanggan yang datang tidak hanya dari Kediri Raya
Dunia malam memang ada banyak bentuknya. Bagi sebagian orang, bisa ngopi tiap hari dengan ditemani cewek seksi sudah jadi nikmat luar biasa. Nah ternyata ada yang lebih gila. Jika saya dari Kendal dan sudah berdomisili di Kediri, maklum jika datang ke SLG untuk menikmati secangkir kopi. Tapi beberapa orang yang saya temui ternyata juga ada yang niat jauh-jauh akhir pekan untuk menikmati dunia malam di Kediri dengan datang ke sekitar SLG.
Bahkan hal itu tidak hanya dilakukan sekali dua kali, berkali kali dengan mengajak teman berbeda baik dari Surabaya, Malang, hingga Ponorogo saya temui di sana. Tidak heran setiap akhir pekan banyak yang memilih datang ke Kediri.
Mungkin bagi kalian yang skeptis, bisa jadi meragukan semua yang saya ceritakan. Tapi ya, begitulah “skena” angkringan di Kediri. Ini aib atau tidak, saya tidak tahu. Tapi, nyatanya, angkringan-angkringan ini masih berdiri, dan mungkin akan terus berdiri.
Penulis: Fareh Hariyanto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 4 Cara Mudah Mengenali Angkringan Enak, Jangan Sampai Terjebak!
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
