Dalam banyak hal, generasi 90-an sering kali dianggap sebagai sosok yang paling rentan melakukan romantisasi terhadap berbagai hal. Salah satunya soal band atau musik favorit. Padahal, menurut realita dan yang saya temui dalam keseharian, soal musik, tiap generasi selalu punya band atau aliran musik favorit untuk didengar setiap waktu hingga saat ini.
Bapak saya dan teman seangkatannya, misalnya. Selalu meromantisasi Koes Plus sebagai band favoritnya dan menganggap band lokal terbaik pada masanya. Termasuk musik juga lirik penuh makna sekaligus romansa yang pernah diciptakan oleh Koes bersaudara. Selain memang Koes Plus adalah salah satu band legendaris Indonesia.
Sedangkan saya sebagai generasi 90-an menganggap bahwa band dengan aliran musik emo, pop rock, dan sebagainya, merupakan cipta sekaligus karya terbaik yang pernah ada. Dan kami mendengar banyak di antaranya pada tahun 2000-an. Generasi Z lain lagi. Mereka juga punya aliran musik favorit sendiri. Entah EDM (Elektronik Dance Musik), lirik ala-ala senja, atau lagu yang musiknya dikoplokan. Musik yang berhasil bikin kita berjoget kembali digemari oleh banyak kalangan.
Nggak. Saya nggak akan membahas soal band atau aliran musik mana yang terbaik. Nggak akan ada habisnya kalau bicara soal selera dan sesuatu yang disukai.
Jujur saja, saya justru lebih tertarik mencari tahu, apa yang menyebabkan seseorang pada generasi tertentu, pada tahun berapa pun ia lahir, masih mendengarkan grup musik atau aliran musik yang sama dari remaja hingga memasuki masa dewasa. Bahkan, tak sedikit masih mendengarkan sekaligus mengenangnya hingga masa tua.
Kenapa Bapak-bapak yang usianya kisaran 50 tahun ke atas masih mendengarkan Koes Plus, Pance F. Pondang, Panbers, Bon Jovi, Guns N Roses, dan lain seangkatannya hingga saat ini? Kenapa generasi 90-an masih saja mendengarkan musik yang sama. Nggak akan jauh dari My Chemical Romance, Fall Out Boy, Linkin Park, System of A Down, Sheila on 7, Padi, Dewa, dan yang lainnya? Dan seterusnya, dan seterusnya.
Lantaran rasa penasaran ini terus berkecamuk dalam benak dan pikiran saya, akhirnya saya coba mencari tahu secara mandiri. Mari kita telusuri alasannya.
Mengutip tulisan Seth Stephens-Davidowitz di New York Times melalui Vice, laki-laki mulai mengembangkan selera musiknya sejak 13-16 tahun. Sedangkan perempuan sejak 11-14 tahun. Dan orang yang sudah dewasa tidak begitu suka mendengarkan musik baru. Bahkan menurutnya, selera seseorang akan tetap sama meski sudah mencoba selera baru saat usia 20-an.
Hal tersebut juga dipertegas oleh pernyataan Dr. Stephanie Burnett Heyes, dosen Psikologi dan peneliti pascadoktoral British Academy di University of Birmingham. Menurutnya, apa yang kita lakukan dulu cenderung melekat dalam benak. Salah satunya, tentu saja soal musik.
Kini, setidaknya saya menjadi lebih memahami, kenapa seseorang yang berasal dari generasi mana pun, sering kali memperdebatkan soal selera musik masing-masing. Saya pikir, hal ini juga tidak terlepas dari referensi dan faktor sosial-lingkungan seseorang akan musik. Pasalnya, tentu saja awal mulanya bisa jadi berasal dari ikut-ikutan teman.
Musik apa yang sering didengarkan bersama pada masanya, saling tukar informasi tentang update terbaru, menjadi sebagian kebiasaan yang beberapa remaja lakukan di masa lalu. Ada sensasi asyik sendiri saat melakukan hal tersebut. Meskipun beberapa hal seperti itu tidak dilakukan kembali di masa sekarang, paling tidak ada yang membekas dan terus melekat sampai dengan saat ini: lagu yang sama masih diputar berulang kali dalam setiap kesempatan yang ada.
Semoga, setelah ini nggak ada lagi perdebatan soal siapa generasi yang punya band serta aliran musik terbaik. Nggak akan ada ujungnya, Sob. Apalagi selera itu tidak untuk diperdebatkan. Ingat, de gustibus non est disputandum.
Lagian nggak bosan apa romantisasi generasi terus?
Paling tidak, saat ini saya bisa tidur nyenyak dan nggak penasaran lagi memikirkan: kenapa saya masih suka mendengarkan lagu yang itu-itu aja? Padahal, musik tersebut sudah berkali-kali didengar selama bertahun-tahun. Bahkan, tak jarang saat melakukan aktivitas yang itu-itu aja.
BACA JUGA 8 Lagu yang Kerap Dibawakan untuk Latihan Anak Band di Studio Rental dan artikel Seto Wicaksono lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.