Bagi orang Gresik bagian barat atau Lamongan selatan, Alas Dawar Blandong adalah jalur alternatif menuju Mojokerto. Disebut alternatif karena kalau lewat jalur umum, seperti Jalan Raya Sumengko, memakan waktu cukup lama. Rutenya harus muter puluhan kilometer, dengan lalu lintas yang ramai plus kendaraan-kendaraan besar yang tak mau kalah.
Sayangnya, orang luar Mojokerto masih ada yang nggak paham sama Alas Dawar Blandong. Salah satunya teman saya dari Lamongan, yang kemarin mampir ke rumah saya untuk mengantar undangan pernikahannya. Saat tiba sekitar habis isya, raut wajahnya seperti mau pingsan. Dia mengeluhkan soal kondisi jalan yang seperti portal ke dunia lain.
Sebagai akamsi, saya maklum dengan klaim tersebut. Selain karena teman saya itu masih kali pertama melintas, juga Alas Dawar Blandong ini memang tidak begitu terkenal sebagai jalur alternatif Lamongan-Gresik-Mojokerto. Orang luar yang tahu mungkin ya sopir-sopir truk. Makanya nggak heran orang luar kaget saat melewatinya, apalagi atas dasar rekomendasi Google Maps.
Daftar Isi
Enam kilometer yang sangat menyiksa mental pengendara
Letak Alas Dawar Blandong ada di perbatasan dua daerah di Kabupaten Mojokerto, antara Desa Kupang dan Desa Dawar Blandong. Jalannya tidak begitu panjang, sekitar 6 kilometer. Dan sebagaimana alas, di sepanjang jalur ini dipenuhi pepohonan. Warung kopi sih ada, cuma amat sangat jarang. Mungkin hanya ada 2-3 warung kalau tidak salah ingat.
Ya meski jalannya tidak begitu panjang, tapi buat saya, Alas Dawar Blandong ini penuh malapetaka. Pertama, di sepanjang jalan tidak ada lampu penerangan. Adanya cuma lampu warung, yang itu jarang sekali menyala kalau warungnya tidak buka sampai malam. Jadi, kalau kalian melewatinya saat malam hari, sudah tentu mata kalian akan dipaksa berkendara sampai melotot saking awasnya.
Kedua, Alas Dawar Blandong ini semacam bukit sehingga di sana banyak sekali tikungan-tikungan tajam yang menanjak. Sialnya lagi, di sepanjang jalan sama sekali nggak ada rambu-rambu lalu lintas. Kecelakaan di sana pun cukup sering terjadi, terutama saat malam hari. Ada yang tabrakan, terperosok akibat nggak kuat nanjak. Tidak sedikit yang menabrak tebing bukit.
Kemudian yang ketiga, Alas Dawar Blandong punya banyak sekali jalan bercabang. Jalan bercabang di sana itu jalur menuju lahan-lahan petani. Jalannya nyaris persis sama jalur utama: beraspal dan lebar. Kalau malam hari, apalagi kalian yang baru kali pertama melintas, sangat berpotensi tersesat. Jangankan kalian, saya yang sering lewat situ saja masih sering kesasar.
Sarang begal
Selain itu, pengendara mobil atau truk di Alas Dawar Blandong sering kali berhenti di pinggir jalan. Tapi motif mereka ini tidak bisa dikenali secara pasti. Sebab, kadang ada yang berhenti karena mogok, tapi tidak sedikit pula dari mereka yang menunggu pengendara motor lewat sendirian. Untuk apa? Tentu saja untuk membegal.
Ya, Alas Dawar Blandong ini selain terkenal sebagai jalur alternatif Lamongan-Gresik-Mojokerto, juga terkenal sebagai sarangnya begal. Kejadiannya amat sering. Sialnya, jarang sekali terliput oleh media. Yang tahu tindakan kejahatan tersebut ya orang-orang sekitar. Saya pribadi pun tahunya dari orang-orang yang sering ngopi di warung sana.
Saya kira, pantas saja jika Alas Dawar Blandong ini jadi sarang begal. Karena saat ba’da Maghrib, suasananya memang benar-benar sepi. Tempo hari, saya sempat dikasih tahu sama orang-orang warung sana. Katanya, pembegalan di alas ini seringnya terjadi di area dekat tikungan.
Saya sih nggak tahu ya kenapa pembegalan sering terjadi di area tikungan. Tapi, kalau boleh berasumsi, saya kira spot semacam itu memang sangat mendukung aksi para bajingan tersebut. Sebabnya ya tikungan adalah titik di mana pengendara memacu kendaraannya dengan pelan.
Cerita mistis Alas Dawar Blandong, tak perlu diambil pusing
Kalau sehabis membaca artikel kalian bertanya-tanya ke rekan atau saudara di Mojokerto, saya yakin pasti akan dikasih tahu soal cerita mistisnya. Ya memang benar, kalau Alas Dawar Blandong ini terkenal dengan cerita sosok yang tak kasat mata. Yang saya pernah dengar, ada seorang kakek penjual es dawet yang membawa gerobak.
Konon, kakek-kakek ini adalah pedagang yang jadi korban begal. Menjadi gentayangan karena mayatnya tidak ditemukan sampai sekarang. Si kakek ini, katanya, sering menyeberang tiba-tiba saat ada pengendara yang sedang haus. Cerita ini pun sering diakui sebagai dalih oleh korban kecelakaan di sana.
Saya tidak tahu pasti kebenarannya, khususnya yang terkait pembegalan kakek-kakek. Soalnya sampai sekarang pun saya nggak nemu beritanya di media massa. Hanya dengar-dengar dari cerita orang tua dan orang warung sana.
Akan tetapi, saran saya, kalau kalian melintasi Alas Dawar Blandong, tak perlu ambil pusing cerita itu. Saya bukan tidak menghargai atau gimana. Tapi akan lebih baik kalau kalian fokus sama masalah-masalah yang sudah saya jelaskan di atas. Saya pun ragu kalau korban kecelakaan di sana disebabkan si kakek pembawa gerobak, dan bukan karena tidak tahu kondisi lalu lintasnya.
Di atas beberapa tantangan melintasi jalur alternatif Alas Dawar Blandong. Jalur ini sama sekali nggak cocok untuk pengendara pemula, apalagi kalian yang penakut hal-hal gaib.
Penulis: Achmad Fauzan Syaikhoni
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Tidak Ada yang Lebih Tabah dari Pengguna Jalan Sentolo-Wates yang Remang-remang dan Bergelombang
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.