Seperti kebanyakan cowok, film yang saya suka rata-rata bergenre aksi dan pahlawan super. Untuk novel, komik dan anime berbagai genre cerita telah saya nikmati. Sebagai penikmat cerita, nonton drakor adalah hal baru buat saya setelah timbul rasa bosan menikmati bentuk-bentuk cerita di atas. Bukan berarti saya berhenti dari anime atau novel, terkadang saya cuma penasaran apa sih bagusnya drama Korea dan kenapa begitu banyak ditonton kaum hawa.
Hal-hal berbau budaya pop Korea yang saya terima bermula dari aplikasi baca komik Webtoon buatan Naver, perusahaan yang basisnya di Korea selatan. Banyak judul komik hasil terjemahan bahasa Korea yang saat itu masih gratis dibaca. Saya tidak serta merta langsung nonton drakor karena pada saat itu saya masih menyukai novel, film superhero, dan anime.
Rasa penasaran saya memuncak pada saat mengetahui judul komik Webtoon yang pernah saya baca mendapat adaptasi serial dramanya, yaitu Love Revolution yang mulai tayang September lalu. Saya sudah melihat adaptasi beragam cerita mulai dari novel ke film, manga ke anime, atau anime ke live-action, saya pikir, mengapa tidak saya menonton dramanya, toh garis besar ceritanya pun sudah saya pahami karena pernah baca komiknya.
Mungkin saya akan dicemooh oleh para cewek atau sesama cowok karena nonton drakor. Tetapi, rasa penasaran ditambah rasa bosan saya berpadu sehingga saya memberanikan diri mencicipi Love Revolution yang dikemas dengan romansa, komedi, serta konflik anak SMA.
Sebelum menyampaikan ulasan saya mengenai Love Revolution, ada satu judul lagi yang tengah saya tonton yaitu Start Up, serial yang menceritakan perjalanan kumpulan anak muda negeri gingseng megembangkan perusahaan rintisan, dan sekali lagi dibumbui konflik romansa memperebutkan wanita, membuat penonton terbelah dua antara tim Pak Han dan tim Do San.
Saya akan mengulas cerita Love Revolution dan Start Up dalam dua sudut pandang, yaitu sebagai penikmat cerita dan sudut sebagai cowok. Saya tidak membandingkan judul mana yang lebih bagus dari segi apa pun, ulasan ini berfokus pada bagaimana saya sebagai cowok menikmati cerita dari nonton drakor.
Love Revolution menceritakan Gong Ju Yeon yang menyukai Wang Ja Rim. Gongju yang dalam bahasa Korea berarti putri, mencerminkan sifat sang cowok yang rada feminim dan Wangja yang artinya pangeran, mencerminkan sifat sang cewek kaku dan maskulin. Dua karakter dengan sifat berkebalikan, si cowok feminim menyukai cewek maskulin. Mampukah perasaan mereka berubah?
Cerita Love Revolution menurut saya sudah tak asing, dua karakter dengan sifat berbeda, salah satunya terpikat dan berusaha mengubah perasaan orang yang disukainya. Cerita semacam ini sering saya temukan di novel-novel remaja, satu-satunya hal yang membuat Love Revolution menarik terletak pada kepribadian dua tokoh utamanya, cowok feminim dan cewek maskulin Singkatnya cerita Love Revolution akan berfokus pada perubahan perasaan yang dari awalnya benci menjadi bucin.
Plot dikemas dengan para karakter pendukung yang memeriahkan suasana dan andil mereka dalam membangun dua tokoh utama, Gong Ju yeon dan Wang Ja Rim. Konflik masa lalu, perasaan terpendam khas remaja, dan iklan-iklan produk, menghias plot cerita agar seimbang dan mampu dinikmati penonton.
Selanjutnya Start-Up, salah satu drama yang naik daun sejak awal penayangannya. Bercerita tentang para wiraswasta muda yang ingin mewujudkan ide bisnis virtual. Mereka pun akhirnya bersaing untuk meraih kesuksesan dan mendirikan perusahaan rintisan, di samping persaingan cinta yang juga tidak terhindarkan.
Cerita Start-Up sangat kompleks dengan empat tokoh utama Seo Dal Mi, Won In Jae, Han Ji Pyeong, dan Nam Do San. Hubungan keempat tokohnya itu kurang lebihnya seperti ini, Injae dan Dal Mi adalah kakak adik yang berlomba menjadi sukses, Ji Pyeong adalah seorang dari masa lalu Dal Mi yang menulis surat untuknya memakai nama Nam Do San, dan Do San adalah programmer yang tengah mengembangkan perusahaannya.
Untuk menunjang cerita yang padat tersebut durasi satu episodenya berkisar 60 sampai 70 menit. Ini membuat penonton drakor pemula seperti saya kehabisan napas dan pusing tujuh keliling, namun dalam artian baik. Cerita Start-Up mampu memuaskan saya.
Dalam sudut pandang cowok, ketertarikan saya pada kedua judul tersebut terletak pada tema cerita. Secara umum tema keduanya tidak menjurus hanya untuk cewek, yang artinya cowok pun dapat menikmati yang namanya drama semacam ini.
Love Revolution bertema kehidupan remaja dan memang romansanya lebih disorot. Di samping itu terdapat unsur cowok yang tersisip pada ceritanya seperti game, insecure terhadap tinggi badan dan persahabatan antartokoh cowok, yang menurut saya oke. Ini sesuai seperti kehidupan remaja cowok pada umumnya. Namun, sayangnya semua itu diceritakan pada porsi yang kurang, serta dibuat hanya dengan tujuan menyeimbangkan cerita.
Start-Up seperti namanya, bertema tentang perusahaan rintisan yang identik dengan teknologi, komputer, dan bisnis. Tidak ada yang salah dari temanya dan saya pikir Start-Up akan menambah pengetahuan saya yang memang tertarik di dunia komputer dan teknologi. Kedua hal tersebut mampu diceritakan dengan sangat baik pada Start-Up dan dengan porsi yang cukup.
Hal yang harus digarisbawahi dari kedua drama di atas adalah, rasanya drama tersebut masih membidik segmentasi cewek. Artinya, secara umum drama ini mampu dinikmati oleh cowok hanya saja terdapat bumbu yang hanya mampu dirasakan oleh para cewek. Saya terkadang merasa beberapa adegan memang dibuat berlebihan dengan menyoroti ekspresi para pemain, seperti adegan Do San berjalan tanpa payung saat hujan, atau ekspresi heboh Gong Ju saat bertemu Ja Rim. Bagi cowok, nonton drakor dengan adegan seperti ini mungkin akan kagok.
Kemudian adegan slow motion yang diikuti musik menampilkan ekspresi wajah pemain baik, tertegun, menangis, terpesona, dan berbagai ekspresi lainnya menghiasi adegan demi adegan. Sekali sih cukup, namun jika tiap episode masing-masing pemain menampilkan beragam ekspresi, buat saya sih ini kesalahan. Apa perlu adegan nangisnya diulang-ulang dan hampir semua tokohnya sedih? Beberapa cowok atau yang biasa menonton tayangan dengan stereotip maskulin, mungkin akan risih atau bahkan bosan jika harus melihat hal semacam itu.
Di sinilah letaknya, ekspresi menjadi kunci mengapa drama korea disenangi para cewek. Tentu dengan timing dan lagu, ditambah wajah pemain cowok yang pas, saya dapat menebak jika adegan tertentu akan membuat cewek menangis histeris atau senang kegirangan.
Ekspresi yang menurut beberapa cowok berlebihan, bisa jadi nilai plus bagi beberapa cewek yang menontonnya. Cerita beralur lamban dan adegan yang mendayu seakan menghipnotis. Intinya beberapa adegan yang kita lihat saat nonton drakor memang dibuat untuk memancing empati para penonton.
Pada akhirnya sebagai cowok yang saya nikmati dari nonton drakor di atas hanyalah ceritanya, selebihnya saya merasa diabetes. Saya mengerti jika selera orang berbeda-beda, saya pun suka kok adegan manis nan romantis dan tentu saja dengan porsi secukupnya. Saya menanti ada drama korea yang dibuat khusus cowok, baik dalam temanya, ceritanya, atau tokohnya. Jika hal tersebut terjadi pun saya yakin akan tetap ditonton mayoritas perempuan karena label drakor selalu menjurus kepada mereka.
BACA JUGA Rekomendasi 15 Drama Korea Terbaik Sepanjang Masa
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.