Profesi saya sebagai montir mendatangkan banyak pengalaman unik, salah satunya adalah diporotin montir lain. Ya, bener, ada teman seprofesi yang berusaha minteri untuk moroti pelanggan.
“Belt-nya harus ganti ini, Pak, sudah retak-retak!” Kata montir yang memperbaiki CVT Mio J istri saya.
Sambil malas-malasan saya pun mencoba memperhatikan kondisi belt CVT yang dimaksud. Saya amati bentuk komponen tersebut, retakan yang ditunjuk saya pikir tidak berpengaruh pada performa CVT karena letaknya ada di tengah, sementara belt tipe ini yang menjadi gaya gesek utama adalah bagian samping. Waduh belibet ngejelasinnya, yang pasti saya yakin retakan itu tidak berpengaruh apa-apa seandainya dibiarkan saja.
Saya yakin, bila yang mendapatkan keterangan seperti itu adalah orang awam ia akan percaya begitu saja dengan dikte montir tersebut. Iya lah dikte, karena ia menggunakan kata “harus”.
Padahal yang harusnya blio lakukan nggak kayak gitu. Sebaiknya yang dilakukan seorang montir adalah menyarankan untuk melakukan penggantian dengan alasan-alasan yang jelas. Seperti yang saya pahami, ada lima alasan kenapa komponen tersebut perlu diajukan ke pelanggan untuk diganti.
Pertama adalah faktor safety. Satu-satunya faktor yang boleh agak dipaksa adalah faktor ini, namun tetap saja tidak boleh menggunakan kata “harus”. Melainkan menggunakan kata anjuran seperti “sebaiknya” atau “alangkah baiknya” karena kembali lagi, tugas seorang montir itu bukan memaksa atau menakut-nakuti pelanggan agar mau membeli sparepart.
Contohnya ada kebocoran pada saluran bahan bakar, mau tidak mau kebocoran tersebut perlu diperbaiki atau bahkan perlu diganti komponennya jika masih menginginkan terhindar dari risiko kebakaran. Namun, sekali lagi keputusan ada pada pelanggan mau menggantinya atau tidak. Dengan memberi penjelasan sejelas-jelasnya seperti itu seorang montir akan lebih dipercaya.
Faktor kedua adalah drivability. Hal ini berkaitan dengan perasaan pengendara dalam berkendara atau biasa kita sebut dengan performa. Misal mesin tarikan berat, brebet, atau bisa juga steer-nya narik, rem nggak pakem dan lain sebagainya. Silakan saja seorang montir menyarankan untuk mengganti komponen tertentu, asal diikuti alasan yang jelas.
Faktor ketiga adalah comfortability. Kenyamanan. Tentu dalam hal kenyamanan setiap orang akan memiliki standar yang berbeda-beda. Orang yang biasa mengendarai Toyota Alphard, akan merasa tidak nyaman saat mengendarai Toyota Avanza. Namun, orang yang biasa naik angkot akan merasa sangat nyaman saat berkendara dengan Toyota Avanza. Sehingga, dalam menyarankan penggantian komponen perlu dijelaskan, jika komponen tersebut tidak diganti bunyi masih akan terdengar atau lain sebagainya. Saya pikir pelanggan justru akan merasa senang ketika menerima banyak saran penggantian, asal jelas alasannya.
Faktor keempat adalah durability. Setiap komponen kendaraan tentu ada masa ketahanannya. Seperti karet-karet begitu, meski secara fisik tidak nampak pecah atau rusak, sebenarnya sifat karet yang elastis akan mengalami penurunan. Sehingga karet yang seharusnya meredam getaran misal, akan mengalami penurunan fungsi dalam meredam getaran.
Yang kelima adalah faktor aesthetics. Keindahan. Tentu seorang montir tidak salah ketika menawarkan suatu komponen yang bisa mempercantik kendaraan pelanggan.
Dengan alasan-alasan yang jelas tersebut, saya pikir pelanggan akan sangat senang menerimanya. Berbedalah dengan stigma yang beredar di masyarakat, setiap mendapatkan list estimasi yang sangat banyak dikiranya sedang diporotin. Bukan!
Justru dengan memberikan list estimasi yang lengkap seorang montir sudah menjalankan tugasnya dengan baik. Pilih mana coba, kerusakan pada kendaraan tidak terdeteksi atau terdeteksi semua? Lah, kalau tidak terdeteksi ngapain datang ke bengkel?
Sama kayak kita datang ke rumah sakit untuk melakukan medical check-up. Semakin lengkap tes yang dilakukan, maka harganya semakin mahal. Dan pasien perlu senang hati ketika menerima hasilnya, baik hasilnya negatif atau positif.
Jangan sampai sudah bayar mahal, eh hasilnya tidak akurat. Seseorang yang seharusnya dinyatakan positif terinfeksi virus, tapi dinyatakan negatif demi membahagiakan pasien tersebut. Wah ini nggak bener! Sama montir juga seperti itu.
Kembali lagi ke cerita. Saya lalu berkilah dengan memberikan alasan paling manjur: uang.
“Mas, beltnya nggak usah diganti dulu bisa? Soalnya saya bawa uangnya mepet!” Jelas saya memberi alasan agar komponen itu tidak diganti.
Bukannya nurut, montir tersebut malah menakut-nakuti saya dengan mengatakan pihak bengkel tidak akan bertanggung jawab bila performanya berkurang dengan tidak mengganti belt tersebut.
Oh my gosh, saya pun merasa tertantang. Sehingga saya pun menyaksikan proses perbaikan CVT tersebut hingga selesai. Siapa tahu performanya buruk bukan karena belt tapi komponen lain yang kurang bagus. Tapi, alhamdulillah, sampai dua tahun ini CVT Mio J istri saya baik-baik saja.
Alangkah baiknya montir tersebut menjelaskan kepada saya alasan disarankan untuk ganti belt adalah masalah ketahanan part tersebut yang sudah mulai retak, sehingga ditakutkan kualitas servis CVT kurang maksimal. Dengan begitu saya akan lebih senang dan cenderung berpikir untuk jangka panjang. Kalau memang uang saya cukup, pasti saya lebih memilih untuk menggantinya saja.
Jujur sebagai seorang montir saya perlu menyampaikan ini. Saya pun tidak suka jika dicap sukanya morotin pelanggan. Saya mengajak khususnya kepada para montir untuk komunikatif, tujuannya tentu demi citra baik. Pelanggan datang karena percaya dengan skill kita, bukan untuk diporotin. Catet, ya, Gaes!
Seandainya saya mengaku seorang montir kepada montir tersebut, mungkin ceritanya akan berbeda. Sebagai montir yang pernah kedatangan seorang montir senior juga saya pernah merasa grogi. Bahkan cenderung mengatakan, “Sudah lah, Pak! Kerjain sendiri saja, nih!”
Itulah sebabnya saya merahasiakan profesi saya di hadapan montir tersebut. Bukan mau ngerjain, bukan!
BACA JUGA Sebenarnya Bahaya Nggak sih Flushing Oli Mesin Menggunakan Solar? dan tulisan Erwin Setiawan lainnya.