Sudah jadi pengetahuan umum bahwa Karawang adalah kota dengan kawasan industri yang luas. Karawang termasuk dalam deretan 5 kota dengan kawasan industri terluas di Indonesia berdampingan dengan Bekasi, Cikarang, Serang, dan Batam. Kota ini semakin memperluas wilayah industrinya setelah sawah-sawah dan tegalan dialihfungsikan menjadi kawasan industri di tahun 2000-an. Sudah sekitar 13,718 hektar luas kawasan industri yang saat ini aktif di wilayah Karawang.
Sebagai warga asli Karawang, tentu saya merasa bangga dengan semua pencapaian dari kabupatenku ini. Tapi selayaknya kota-kota yang berkembang pesat, Karawang memiliki permasalahan tersendiri, terutama kesenjangan yang terjadi antara warga pekerja dan pengangguran. Banyaknya pabrik serta beragam jenis pekerjaan berhasil menarik minat hampir seluruh masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia, sebagaimana kota Jakarta telah menarik orang-orang untuk berkumpul di sana.
Banyaknya para pekerja yang telah berbaur dengan masyarakat pun menarik minat pihak lain yang ingin memanfaatkan jumlah manusia itu agar menjadi keuntungan tersendiri bagi mereka. Makin menumpuklah manusia di kabupaten Karawang, dan dari sinilah mulai muncul permasalahan yang tidak terelakan.
Makin banyak pabrik di Karawang, makin marak praktik calo kerja
Banyaknya pabrik di Karawang merupakan salah satu daya tarik tersendiri bagi masyarakat dari berbagai wilayah di seantero Republik Indonesia dengan harapan menjadi pegawai/karyawan. Apalagi beberapa pabrik bonafide baik swasta lokal maupun internasional telah turut serta meramaikan perindustrian di Karawang.
Sebut saja PT Indofood, serta pabrik otomotif Honda, Yamaha, dan Toyota. Semuanya ada di Karawang dengan kisaran gaji dan tunjangan serta bonus untuk karyawan yang nominalnya melebihi upah pegawai negeri golongan bawah. Ditambah lagi beberapa pabrik dengan label BUMN juga ada di wilayah Karawang seperti PERURI pabrik pencetak uang. Juga ada PT Pupuk Kujang, pabrik pembuat pupuk untuk kebutuhan petani di seluruh Indonesia.
Dengan banyaknya pabrik di Karawang makin banyak pula orang-orang yang memanfaatkan kesempatan kerja untuk menghasilkan cuan bagi pribadi mereka. Ya, sebut saja mereka ini calo kerja.
Calo kerja ini muncul dan mengatasnamakan LSM, karang taruna, bahkan kepala desa dan perangkat desa. Tarif yang dipatok tidak main-main, dari mulai lima ratus ribu hingga belasan juta rupiah tergantung dari upah yang akan didapatkan dari pabrik yang bersangkutan. Makin tinggi besaran gaji yang didapat, maka makin besar pula uang administrasi yang harus dikeluarkan. Seandainya seseorang berkesempatan mendapatkan perpindahan status dari karyawan kontrak menjadi karyawan tetap, maka ada tarif tersendiri yang besarannya bisa mencapai puluhan juta rupiah.
Tes hanya formalitas
Pernah suatu kali sahabat saya mengikuti salah satu rekrutmen di salah satu pabrik yang merupakan produsen spare part kendaraan roda empat yang akan memberi gaji UMR dengan jam lembur yang lumayan besar. Untuk itu, dia dimintai uang administrasi hingga 8 juta rupiah. Sementara itu, testing dan ujian kompetensi yang dilaksanakan semua hanya formalitas belaka karena hasil dan calon karyawan yang akan terpilih sebenarnya sudah ditentukan dari awal.
Mungkin tidak semua pabrik melakukan praktik percaloan seperti itu. Misalnya, pabrik-pabrik yang berafiliasi dengan pemerintah yang membuka lowongan di dinas tenaga kerja serta balai latihan kerja di beberapa sekolah. Dan tentunya saya berharap kegiatan-kegiatan seperti ini diperluas lagi jangkauannya sehingga bisa menyerap tenaga kerja dari berbagai kalangan tanpa membebani masyarakat yang tidak mampu.
Infrastruktur Karawang yang belum bisa diandalkan
Jalan raya di Karawang merupakan salah satu jalanan yang tergolong buruk karena tidak pernah diperbaiki dengan serius. Setiap tahun pasti terjadi jalan yang berlubang sehingga menyebabkan kecelakaan bahkan beberapa korban sampai meninggal dunia. Padahal Karawang merupakan salah satu wilayah yang dilintasi jalur provinsi dari ibu kota menuju wilayah di Jawa Barat, Jawa tengah, Jawa Timur, Bali, dan Madura.
Perbaikan jalan sering kali dilakukan secara mendadak ,terutama pada bulan Ramadan. Sebab, menjelang akhir Ramadan jalur itu akan dijejali beragam kendaraan dalam rangka mudik lebaran. Budaya mudik sudah berlangsung dari tahun ke tahun. Tapi, pemerintah sepertinya belum bisa memperbaiki sarana dan prasarana bagi para pemudik dengan cara yang efektif.
Di musim hujan tahun ini daerah saya sudah melakukan perbaikan jalanan yang rusak sebanyak dua kali. Ditambah adanya perbaikan jalan menjelang mudik lebaran bisa menjadi tiga kali selama 2024-2025. Masyarakat tidak mengerti apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemerintah. Pikiran sederhana masyarakat hanya sebatas logika bahwa material yang lebih baik akan lebih tahan lama. Maksudnya, seandainya pemerintah memperbaiki jalanan rusak dengan material berkualitas lebih baik, mungkin perbaikan hanya dilakukan cukup sekali dan bisa bertahan untuk beberapa tahun ke depan.
Macet hingga lima kilometer
Pernah suatu hari saya melakukan perjalanan menuju kota Cikampek. Saya terjebak macet hingga lima kilometer lebih dikarenakan lubang di tengah jalan yang membuat setiap kendaran melambat ketika melewatinya. Saking banyaknya volume kendaraan pada saat itu, kemacetan pun terjadi hingga berjam-jam.
Jalan yang rusak hanyalah satu dari sekian infrastruktur yang tidak memuaskan bagi masyarakat. Belum termasuk gedung-gedung yang terbengkalai di lingkungan kecamatan, sekolah, serta gedung pemerintah lainnya. Selain itu, di Karawang juga masih terdapat wilayah-wilayah yang rawan banjir serta selalu kesulitan ketika musim hujan tiba. Semua itu adalah infrastruktur yang memiliki anggaran dana perbaikan dan pemeliharaan. Dan masyarakat hanya bisa bertanya-tanya, apa yang sebenarnya ada dalam pikiran para pemangku jabatan di wilayah ini?
Saya hanya bisa berharap di masa yang akan datang Karawang akan menjadi lebih baik dengan beragam perbaikan dari segi mental, sosial, spiritual, serta infrastruktur yang akan menjadikan masyarakat di Karawang lebih sejahtera. Sebab, ironis rasanya, kabupaten yang jadi tujuan orang karena tempat uang berada, tapi jadi tidak nyaman untuk ditinggali.
Penulis: Taupikkurrohim
Editor: Rizky Prasetya




















