Orang tua zaman sekarang mungkin sudah sangat akrab dengan kanal YouTube Cocomelon atau Pinkfong yang terkenal dengan “Baby Shark”. Hal ini berkaitan dengan rutinitas mereka mengakses lagu anak yang harus diputar ketika anak mereka rewel atau sekadar membuat anak-anak tetap diam mendengarkan dan menonton video.
Tidak, tidak, kita tidak akan membahas bahaya anak kecil yang kecanduan YouTube. Kalau soal itu biar orang lain saja yang membahasnya. Di sini, saya akan mengulik salah satu lagu anak yang cukup populer zaman sekarang, “Baby Shark”.
Akan tetapi sebelum kita membahas lagu anak satu ini lebih jauh, saya akan membagikan lirik lagunya:
Baby Shark, doo-doo, doo-doo (3x)
Baby Shark
Mommy Shark, doo-doo, doo-doo (3x)
Mommy Shark
Daddy Shark, doo-doo, doo-doo (3x)
Daddy Shark
Grandma Shark, doo-doo, doo-doo (3x)
Grandma Shark
Grandpa Shark, doo-doo, doo-doo (3x)
Grandpa Shark
Let’s go hunt, doo-doo, doo-doo (3x)
Let’s go hunt
Run away, doo-doo, doo-doo (3x)
Run away (ah!)
Safe at last, doo-doo, doo-doo (3x)
Safe at last (phew)
It’s the end, doo-doo, doo-doo (3x)
It’s the end!
Daftar Isi
Sekilas tentang lagu anak Baby Shark
“Baby Shark” merupakan lagu anak zaman sekarang yang menceritakan tentang keluarga hiu. Rilis di kanal YouTube Pinkfong sejak tujuh tahun lalu, kini video lagu “Baby Shark” telah ditonton lebih dari 13 miliar kali! Sebuah angka yang sangat fantastis, kan?
Lagu ini dibawakan oleh dua anak kecil yang bernyanyi sambil bercerita. Diawali dengan pengenalan si bayi hiu, mama, papa, nenek, dan kakek. Kemudian lagu dilanjutkan dengan perjalanan berburu mereka. Yah, sebagai keluarga hiu yang notabene mencari nafkah dengan berburu, tentu mereka akan mencari ikan-ikan untuk disantap.
Selanjutnya lirik lagu menceritakan kejar-kejaran antara keluarga hiu dan calon korban—yang di sini diwakili dua anak tersebut. Akhirnya, lagu ditutup dengan cukup menggembirakan dan melegakan karena tidak ada ikan atau orang yang terbunuh dalam proses perburuan tersebut karena mereka bisa bersembunyi dari terkaman hiu. Semua selamat dan hidup bahagia.
Sekilas, memang tidak ada yang salah dengan lagu tersebut. Anak kecil yang mendengar lagu “Baby Shark” pun akan merasa senang karena selain intonasi lagu yang menyenangkan, dari segi alur cerita pun cukup kids-friendly. Orang tua pun cukup menikmati lagu anak tersebut. Apalagi ada gerakan-gerakan lucu di setiap bait. Namun, sadarkah kita bahwa lagu anak ini sarat akan cacat logika dan nirfaedah dalam segi amanat? Mari kita bahas lebih lanjut.
Penokohan yang tidak konsisten
Untungnya sejak awal perilisan lagu anak satu ini dibarengi dengan video yang menemani. Hal ini mengurangi kerancuan penyajian lagu itu sendiri.
Sejak awal lagu dimulai, kita melihat dunia dari sudut pandang hiu. Perkenalan tentang keluarga hiu dan perwatakannya. Sudut pandang ini masih konsisten sampai bait “let’s go hunt…” yang menunjukkan kalau keluarga hiu akan berburu.
Namun ketidakkonsistenan muncul setelahnya. Tiba-tiba, sudut pandang berubah menjadi sudut pandang buruan. Kan aneh kalau sejak awal kita melihat dari sudut pandang hiu, kemudian tanpa ancang-ancang beralih ke sudut pandang buruan.
Kalau anak-anak tidak terlalu memahami konteks, mereka akan berpikir bahwa hiu sedang berburu, lalu mereka berlari, dan akhirnya mereka selamat. Selamat dari siapa? Bukannya mereka yang berburu? Sangat tidak runtut secara logika. Ternyata kondisi selamat itu bagi ikan buruan. Sekali lagi, untung saja ada visualisasi di video klip lagu tersebut.
“Ah, kan cuman lagu anak-anak. Nggak akan bermasalah, kok!” Tidak, Moms! Ini masalah. Kebiasaan tidak konsisten ini adalah masalah.
Anak-anak mungkin belum memahami makna yang terkandung di tiap bait lagu ini, tapi perlahan mereka akan menormalisasi hal tersebut. Padahal anak-anak seharusnya diajari mengenai hal-hal yang benar. Bisa berpikir dengan logika yang betul. Bukannya dibiasakan dengan ketidakkonsistenan. Inilah cacat logika dalam lagu “Baby Shark”.
Keseimbangan ekosistem dan konservasi hiu
Lagu “Baby Shark” berpotensi membentuk pola pikir anak bahwa “semua hewan berhak hidup” dan “predator yang membunuh hewan lain adalah jahat”. Ini sepenuhnya salah dan berbahaya.
Alam telah berupaya untuk selalu menyeimbangkan ekosistem dengan menggunakan sistem yang kompleks dengan berbagai aktor di dalamnya. Hubungan antarorganisme dalam ekosistem tersebut beragam: simbiosis, kompetisi, netral, dan predasi. Dengan berjalannya kodrat mereka sebagai makhluk hidup, maka keseimbangan alam pun akan terjadi.
Dalam kasus predasi alias pemangsaan, predator atau pemangsa berperan untuk memangsa buruan atau “prey”. Tak dapat dimungkiri bahwa, meskipun terkesan kejam, hubungan keduanya sangatlah erat. Tanpa buruan, predator tidak dapat hidup, dan tanpa predator, populasi buruan tidak akan terkontrol yang berakibat buruk pada rantai makanan di bawahnya.
Kaitannya dengan kasus lagu anak “Baby Shark”, hiu memiliki peran yang sangat penting di laut sebagai predator puncak. Hiu berhak—dan berkewajiban—memangsa ikan-ikan di laut agar ekosistem laut tetap terjaga.
Kalau begitu, sekarang kita bayangkan jika hiu tidak memakan ikan-ikan ukuran sedang yang merupakan makanannya. Yang akan terjadi adalah populasi hiu akan menurun tajam. Bukankah itu juga kejam?
Populasi ikan berukuran sedang akan meningkat drastis karena tidak ada yang memangsa mereka. Akibatnya, populasi ikan-ikan kecil akan menurun karena ikan-ikan sedang yang memangsa mereka terlalu banyak. Lambat laun ikan-ikan sedang akan berkurang karena sumber makanan mereka juga menghilang. Para nelayan pun akan mengalami penurunan hasil tangkapan. Pada intinya, kacau!
Kesimpulan dari lagu anak “Baby Shark”
Oleh karena itu, alangkah bijaknya jika kita sebagai orang tua juga mengajari anak bahwa hiu (ataupun predator lain) yang memakan hewan buruan itu hal yang wajar dan alami. Mereka melakukan tugas mereka di alam untuk keseimbangan dan untuk kebaikan kita semua.
Jadi, sambil bernyanyi, kita turut memberi pemahaman pada anak akan kondisi sebenarnya. Anak senang, kita pun tenang. Bukan begitu?
Penulis: Kamsu Aji Wiguna
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 7 Lagu Anak Indonesia yang Punya Potensi Mengalahkan ‘Baby Shark’.