Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Tradisi Jemuah Legian, Momentum Guyub Masyarakat Desa Kediri

Figo Zulfan Alfaraby oleh Figo Zulfan Alfaraby
19 Desember 2021
A A
Kediri Jemuah Legian
Share on FacebookShare on Twitter

Tradisi atau adat yang berkembang di masyarakat, dewasa ini, terkadang juga memiliki hubungan terhadap bentuk kepercayaan dan agama tertentu. Seperti halnya tradisi Jemuah Legian yang muncul di Jawa, lebih tepatnya berkembang di Kediri. Nama tradisi Jemuah Legian sendiri berasal dari perhitungan kalender Jawa. Pada dasarnya, perhitungan kalender Jawa ini memiliki dua siklus, yaitu siklus mingguan yang terdiri dari tujuh hari (Senin sampai Minggu) dan siklus pekan pancawara yang terdiri dari lima hari pasaran (Legi, Pahing, Pon dan Kliwon). Jadi tradisi Jemuah Legian ini berasal dari kata hari Jumat yang bertepatan pada hari pasaran Legi.

Tradisi ini berawal dari kegiatan rutin masyarakat Jawa dulu sebelum sepenuhnya mengenal Islam, mereka melakukan ritual rutin pada malam Jumat Legi. Jumat Legi, menurut mitos Jawa adalah satu di antara sekian hari yang sakral. Menurut kepercayaan mereka, hari Jumat adalah perlambangan dari air, yang mana air bermakna sumber kehidupan. Sedangkan Legi dilambangkan sebagai udara dan simbol arah mata angin timur. Udara juga memiliki posisi penting dalam kehidupan dengan oksigen yang dibawanya. Sehingga, pemilihan Jumat Legi adalah tepat sebagai pemahaman kesadaran masyarakat akan asal usulnya dan sebagai pengingat awal permulaan manusia diciptakan. Hal ini digambarkan dengan matahari yang memulai terbitnya dari arah timur.

Pelaksanaan tradisi ini sebenarnya bukan pada hari Jumat, tetapi pada hari Kamis malam atau malam Jumat Legi. Di Kediri, tradisi ini berangkat dari keyakinan masyarakat desa bahwa setiap malam Jumat Legi, arwah leluhur mereka kembali pulang ke rumahnya. Sehingga keluarga mereka menyajikan sesajen, makanan, atau benda yang disukai oleh leluhur mereka ketika hidup di dunia. Semisal dahulu leluhur mereka suka minum kopi dan pisang goreng, maka keluarga mereka menyiapkannya dan yakin bahwa mereka akan memakannya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penyambutan dan penghormatan.

Sementara dalam agama Islam sendiri, hari Jumat juga merupakan hari yang istimewa, di dalamnya mengandung keberkahan-keberkahan. Maka sering dijumpai ketika hari Jumat, umat Islam melakukan berbagai amalan yang telah dianjurkan. Di antaranya seperti membaca maulid diba’ (sholawat), membaca surah yasin, al-kahfi, istighotsah, tahlil, dan bentuk amalan yang lainnya.

Melihat hal demikian, salah seorang tokoh agama di daerah Kediri memiliki inisiatif untuk memasukkan nilai-nilai islam dengan tidak menghilangkan tradisi yang ada. Dengan keyakinan akan keutamaan yang ada di Jumat Legi, maka beliau mengajak masyarakat berkumpul di masjid untuk bersama-sama mendoakan leluhur mereka. Tidak memerlukan waktu lama, masyarakat pun menerima dengan baik dan berantusias menghadirinya.

Pelaksanaan Jemuah Legian ini dimulai dengan sholat maghrib berjama’ah di masjid, kemudian dilanjutkan kirim doa dengan membaca tahlil dan yasin. Setelah itu sembari menunggu waktu Isya’, mereka diajak untuk sholat sunah taubat dan hajat. Sholat sunah ini dimaksudkan sebagai waktu mencurahkan segala permasalahan kehidupan mereka kepada tuhannya. Sehingga diharapkan masyarakat senantiasa merasa tenang dalam menjalani hidup.

Jemuah Legian ditutup dengan sholat Isya’ berjamaah yang kemudian dilanjutkan pembagian makanan yang sering dikenal dengan istilah “berkat” dan “ambeng”. Berkat ini diadopsi dari yang awalnya sesajen untuk leluhur berupa kembang, menyan, dan dupa, diubah menjadi masakan rumahan seperti telur, daging ayam, lalapan, serundeng, sambal goreng, mi, dan nasi yang dibungkus dengan marangan atau kotak styrofoam.

Sementara itu, ambeng hampir sama dengan berkat, namun berukuran lebih besar. Dan biasanya ambeng menggunakan nampan dari bambu sebagai wadah makanannya kemudian ditutup dengan daun pisang. Ambeng menjadi penutup acara sekaligus sebagai bahan utama untuk dijadikan simpul kerekatan masyarakat. Masyarakat menikmati ambeng dengan makan bersama-sama

Baca Juga:

Alasan Nganjuk dan Blitar Akan Selalu Ada di Bawah Kediri dan Malang padahal Potensial

Jembatan Brawijaya Kediri Terlihat Murahan untuk Proyek Bernilai Rp3,3 Miliar

Tradisi Jemuah Legian di Kediri ini sudah berjalan kurang lebih selama 27 tahun-an. Hingga saat ini tradisi Jemuah Legian tetap eksis, bahkan menjadi salah satu tradisi yang dinantikan masyarakat pada setiap bulannya. Tujuan dan manfaat dari Tradisi Jemuah Legian sangat kompleks, tidak hanya sebagai momentum sedekah dan membaca dzikir, tetapi juga ajang silaturahmi sosial kemasyarakatan.

Tradisi ini menjadikan hubungan guyub masyarakat semakin erat. Kerukunan masyarakat digambarkan dengan saling berbagi makanan berkat dan ambeng yang telah mereka bawa dari rumah masing-masing. Perbincangan hangat dan sedikit candaan antara individu dengan individu lain selalu mewarnai di dalam tradisi ini. Hal demikian secara implisit menunjukkan kerukunan dan solidaritas kemasyarakatan yang kuat.

Sumber Gambar: Unsplash

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 19 Desember 2021 oleh

Tags: jemuah legiankediri
Figo Zulfan Alfaraby

Figo Zulfan Alfaraby

Mahasiswa aktif di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

ArtikelTerkait

kediri kudus bojonegoro mitos presiden mojok.co

3 Kota Terlarang untuk Dikunjungi Presiden Indonesia

14 September 2020
Naik Kereta Dhoho Penataran dari Surabaya ke Kediri: Mata Dimanjakan, tapi Punggung Tersiksa

Naik Kereta Dhoho Penataran dari Surabaya ke Kediri: Mata Dimanjakan, tapi Punggung Tersiksa

9 Agustus 2025
Membayangkan Kediri Tanpa Gudang Garam, Hanya Jadi Daerah Medioker Mojok.co

Membayangkan Kediri Tanpa Gudang Garam, Hanya Jadi Daerah Medioker

26 Maret 2025
Bertahun-tahun Merantau di Kediri Bikin Saya Sadar, Nggak Semua Orang Cocok Hidup di Daerah Ini Mojok.co surabaya

Bagi Mahasiswa Asal Surabaya yang Merantau ke Kediri, Catat 3 Hal Ini agar Kalian Tidak Menderita Selama (Setidaknya) 4 Tahun di Kota Ini

16 September 2024
Kediri Bakal Jadi Sungai, Sumpah Lembu Suro yang Jadi Kenyataan

Kediri Bakal Jadi Sungai, Sumpah Lembu Suro yang Jadi Kenyataan

15 Agustus 2023
Seandainya Upin Ipin Merantau ke Kediri: Kuliahnya di IAIN, Logatnya Peh-Biuh, dan Jadi Anak Senja Pantai Brantas

Seandainya Upin Ipin Merantau ke Kediri: Kuliahnya di IAIN, Logatnya Peh-Biuh, dan Jadi Anak Senja Pantai Brantas

7 Maret 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Tetap Menyenangkan Mojok.co

4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Liburan Tetap Menyenangkan

30 November 2025
Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang Mojok.co

Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang

5 Desember 2025
8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah (Unsplash)

8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah

3 Desember 2025
Malang Nyaman untuk Hidup tapi Bikin Sesak Buat Bertahan Hidup (Unsplash)

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

5 Desember 2025
QRIS Dianggap sebagai Puncak Peradaban Kaum Mager, tapi Sukses Bikin Pedagang Kecil Bingung

Surat untuk Pedagang yang Masih Minta Biaya Admin QRIS, Bertobatlah Kalian, Cari Untung Nggak Gini-gini Amat!

5 Desember 2025
4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang Mojok.co

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang

3 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.