Pernah mendengar kisah memulung sampah laptop yang sudah dibuang di Jepang? Jangan salah, laptopnya masih bisa digunakan, lho. “Sampah” ini maksudnya used item alias barang bekas pakai orang lain atau barang seken.
Di Jepang, banyak sekali barang seperti ini dan beberapa masih sangat-layak-pakai-sekali. Jika kalian adalah orang asing yang sedang tinggal di Jepang dan berencana tak akan lama menetap di sana, tak ada salahnya untuk memanfaatkan barang bekas seperti ini. Lumayan banget buat menghemat pengeluaran. Toh, barang-barang tersebut nggak akan kita pakai selamanya. Kalau kembali ke tanah air, ya akhirnya dibuang juga.
Tapi, memulung “sampah” di Jepang ini nggak semudah itu, lho. Ada seni dan tekniknya juga, Gaes.
Banyaknya “barang” di Jepang
Orang Jepang biasanya membeli dan menggunakan barang sesuai umur yang disarankan. Ketika sebuah mesin atau benda yang sudah habis usia penggunaannya, habis nilai susutnya, dan rusak nggak bisa diperbaiki lagi, mereka akan menggantinya dengan yang baru.
Pantang bagi mereka memaksakan diri untuk tetap menggunakan barang meski masih bisa digunakan lantaran risiko kerusakan bisa muncul kapan saja. Bisa jadi karena kerusakan tersebut, mereka mengorbankan kualitas barang yang dihasilkan atau servis yang dilakukan. Kebanyakan pabrik atau perusahaan di Jepang menerapkan sistem seperti itu.
Apa jadinya kalau dalam rumah tangga? Secara prinsip hampir sama dengan sistem di pabrik atau perusahaan. Kalau sebuah barang dianggap sudah nggak berfungsi maksimal, mereka akan membeli yang baru.
Kalau kulkas sudah sedikit nggak berfungsi baik, bisa jadi mereka akan menggantinya dengan yang baru. Terkadang untuk barang tertentu, biaya servis kerusakannya jauh lebih mahal dibanding beli yang baru. Baju, jauh lebih boros, karena mereka menggunakannya sesuai musim dan kalau mengikuti mode terbaru, mereka harus selalu berganti baju. Tapi, banyak juga sih yang menyimpan bajunya untuk tahun berikutnya.
Mungkin bisa dibilang orang Jepang itu konsumtif. Kalau dilihat dari perputaran barang di sana, hal ini sangat membantu perekonomian negara. Efeknya ya banyak sekali barang masih layak pakai yang dibuang lantaran mereka bingung mau diapain.
Lantas, bagaimana cara orang Jepang memutar barangnya? Salah satu alternatifnya adalah dengan menjualnya di toko seken macam 2ndstreet atau menjualnya sendiri secara online di semacam situs pelelangan, sebut saja Yafuoku, Mercari, dll.
Menjual secara online sebenarnya jauh lebih menguntungkan dibanding menjualnya di toko seken. Hanya waktunya tak menentu dan menemukan pembeli itu ibarat cari jodoh, gampang-gampang susah. Kalau butuh cepat agar barang lekas pergi dari rumah, ya mau tak mau harus segera menjualnya. Untuk satu potong pakaian saja hanya dihargai 1 yen oleh toko sekennya. Padahal kalau dijual bisa sampai 500 yen, lho.
Etika memulung
Membeli di toko seken resmi adalah cara yang paling aman memungut barang bekas di Jepang. Memang harus pintar memilih sih agar menemukan barang bagus yang masih bisa dipakai lama, setidaknya selama kita berada di Jepang.
Dulu, barang-barang keluarga saya seperti sepeda, meja, magic com, kompor listrik, panci listrik, teko listrik, dll. hampir semuanya beli di toko seken, lho. Beberapa baju musim dingin juga. Harga mantel seken hanya sekitar 500 yen, sementara kalau beli baru mungkin harganya sekitar 6000-an yen. Yang penting badan hangat, modis sih urusan belakangan. Pokoknya belanja di toko seken sangat membantu, deh. Namun dengan catatan, kalau harga barangnya lebih mahal ketimbang beli baru, mending beli barunya. Hehehe.
Di kampus-kampus di Jepang biasanya juga ada tempat khusus untuk membuang barang elektronik kampus. Sebut saja printer hingga laptop bekas. Boleh diambil nggak? Sebenarnya sih boleh-boleh saja, tetapi kita harus memahami kalau “sampah” tersebut dibuang mungkin karena sudah nggak optimal pemakaiannya. Kalau kita ambil dan baru dipakai beberapa kali sudah rusak, kita sendiri yang repot membuangnya.
Di gudang sampah apartemen atau asrama mahasiswa biasanya banyak sampah begini juga. Contohnya seperti boneka, meja, sepatu, buku, dll. yang masih bagus, tetapi mungkin sudah nggak dipakai lagi, ya boleh-boleh saja diambil, kok. Baju misalnya, biasanya teman yang akan pulang ke negaranya setelah selesai kuliah nggak akan membawa semua baju atau selimutnya. Barang-barang itu boleh saja sih kalau mau diambil, toh yang punya nggak bakal lihat, jadi nggak perlu malu juga.
Biasanya kalau mau membuang barangnya, mereka akan memberikannya secara gratis dan mengadakan semacam fleamarket di waktu pergantian tahun baru. Atau bisa saja melungsurkannya ke adik kelas atau orang lain secara gratis. Alat dapur, alat makan, pakaian musim dingin yang tak mungkin dibawa pulang ke Indonesia, boleh diberikan ke teman yang membutuhkan.
Saya pernah memungut magic com bekas di depan rumah orang Jepang, lho. Saya ambil karena ada tulisan “silakan diambil”, jadi ya saya pungut gratis. Masih bagus dan bisa dipakai, kok. Harga beli barunya sekitar 2 jutaan rupiah. Sayangnya, setelah sekitar 2 bulanan magic com tersebut menemui ajalnya alias tak berfungsi lagi. Otsukaresama (terima kasih atas kerja kerasnya).
Pengalaman lain memulung “sampah” di Jepang adalah mengambil koper ukuran sedang di tempat pembuangan sampah apartemen tetangga sebelah. Lumayan masih bisa dipakai dan berfungsi baik. Sampai hari ini pun koper itu masih bersama saya meski rodanya sudah lumayan agak aus.
Jangan memulung barang ini!
Ada barang yang sebaiknya nggak sembarangan dipungut meski gratis dan menarik sekalipun seperti sepeda, televisi, kulkas, mesin cuci, dan barang elektronik berukuran besar lainnya. Sepeda misalnya, jangan sampai deh mengambil sembarangan sepeda orang lain yang kita temukan di jalan atau di pinggir sungai sekalipun. Kalau ketahuan, bisa jadi kita malah dituduh pencurinya. Lagi pula, urusan sepeda di Jepang agak ribet karena memiliki semacam STNK yang bisa dilacak siapa pemilik aslinya. Waduh malah kasus.
Untuk barang elektronik besar, biasanya bakal agak ribet dan memakan biaya saat membuangnya nanti, jadi mending nggak usah mengambilnya. Jangan mengambil barang sembarangan juga karena bisa-bisa kita malah dituduh mencurinya.
Jadi, meskipun mudah menemukan “sampah” yang masih bisa kita gunakan selama tinggal di Jepang, ada baiknya kita memulungnya dengan cara yang baik. Kalau mengambil barang pun, pilih yang ada tulisannya “boleh diambil” atau membelinya di toko seken layak pakai. Jangan lupa, foto sebelum mengambilnya untuk berjaga-jaga seandainya ada masalah dengan barang hasil memulung kita kelak. Meski terbantu dengan barang-barang seperti ini, ada baiknya juga sesekali kita memanjakan diri dengan membeli barang baru yang menjadi idaman. Jangan terlalu hemat juga, sih. Irit dan pelit itu beda tipis.
Sumber Gambar: Unsplash