Pernah kepikiran nggak sih sama pola nama grup dangdut di Indonesia? Mulai dari orkes dangdut melayu, grup dangdut modern, dan duo mbak-mbak yang nyanyinya biasa aja tapi tubuhnya semlohai. Pasti ada pola yang sama dan berulang dari beberapa grup dangdut, dan karena saya iseng, saya mencoba mencari tahu penyebab munculnya pola yang sama itu.
Orkes dangdut Melayu koplo
Untuk urusan orkes dangdut melayu koplo, pola namanya sungguh hampir sebagian besar sama. Terdiri dari tiga suku kata, dan selalu berakhiran dengan “ta” atau minimal “a”. Sebut saja Sagita, Pallapa, Lagista, Monata, atau Sonata. Nah loh, tiga suku kata dan berakhiran a semua, kan? Kalo nggak ada huruf a di belakang, ya sudah pasti pake tiga suku kata, seperti orkes Kendedes. Atau sebaliknya, kalau nggak pake tiga suku kata, sudah pasti berakhiran huruf a, seperti orkes Sera. Wis, rasah ngeyel, jijal golek orkes dangdut yang nggak pake formula itu!
Kalau ada embel-embel “New” di depannya, itu sih sebenernya hanya pembaruan karena orkes tersebut sudah pernah nggak aktif selama beberapa saat. Ya kasusnya mirip program TV Empat Mata yang suatu ketika berubah menjadi Bukan Empat Mata, lantas berubah menjadi Ini Baru Empat Mata, dan entah apa lagi nanti.
Lantas, kenapa hampir semua orkes dangdut menggunakan formula tersebut? Berdasarkan hasil cocokologi dan tentu saja nggak bisa dipertanggungjawabkan, saya rasa itu semua ada urusannya sama Sang Kaisar Dangdut Rhoma Irama. Ya, grup dangdut blio yakni Soneta Group menjadi begitu populer dan digandrungi semua kalangan. Orkes yang dibentuk pada 11 Desember 1970 memang terkenal ke seantero negeri, dan tentu saja mengilhami banyak pemusik dangdut lainnya.
Sebut saja orkes dangdut Monata group yang terang-terangan memelencengkan nama Soneta Group untuk orkes mereka. Ada pula Sonata, yang meski nggak secara tegas mengakui plesetin Soneta, tetapi siapa juga yang nggak bakal ngeh kalau itu adalah plesetan Soneta? Ya gimana, wong hanya beda satu huruf saja.
Lantas karena penikmat dangdut sudah terbiasa dengan nama orkes yang terdiri dari tiga suku kata maupun yang berakhiran dengan huruf a, banyak orkes dangdut lain yang secara nggak langsung mengikuti pola tersebut.
Biar nggak terlalu kelihatan nyontek-nyontek, maka beberapa orkes dangdut langsung memberikan makna filosofis dari nama orkes mereka. Sebut saja Sera, yang merupakan kepanjangan dari Selera Rakyat—bukan merk mi instan yang barangkali sudah punah—yang bisa diartikan bahwa orkes mereka bakal menyajikan musik-musik yang menjadi selera bagi masyarakat.
Ada pula Sagita, yang setelah saya ubek-ubek arti nama, saya menemukan bahwa Sagita berarti lambang dari pesona dan karisma, pun glamor dan harus menjadi pusat perhatian. Di sisi lain, menurut studi numerologi, Sagita berarti memiliki kepribadian ekspresif, mudah berbicara, bersosialisasi, dan menyukai seni serta menikmati hidup. Makanya, orkes ini memang tampak menonjol karena dangdut koplo dan dipadukan dengan kesenian jaranan. Sudah koplo, jaranan pula. Welah, kurang menjadi pusat perhatian gimana coba?
Nah, karena sudah banyak yang menggunakan otak-atik tiga suku kata dan ada huruf a di belakangnya, makanya semua orkes dangdut otomatis memiliki mindset bahwa nama orkes mereka harus mengikuti pola yang sama. Ya jelas, wong masyarakat sudah terbiasa dengan pola itu. Menjadi aneh jika suatu ketika bakal muncul orkes dangdut yang namanya Orkes Kepak Sayap Kebhinekaan.
Grup dangdut koplo modern
Agak berbeda dengan grup dangdut koplo modern. Nggak kayak orkes dangdut melayu, grup dangdut koplo modern memiliki nama yang lebih bervariasi. Demi menggaet pasar anak muda yang labil namun enerjik, nama grup dan musik yang dibawakan tentunya harus nggak kedengeran kuno. Sebut saja grup NDX A.K.A. Welah, kalo yang nggak tau, pas denger istilah NDX A.K.A, pasti yang kepikiran jenis motor keluaran terbaru modelan PCX, NMAX, dan sebangsanya itu. Mana ada yang mikir kalo itu grup dangdut koplo modern. Nama yang terkesan futuristik tersebut sebenernya nggak futuristik-futuristik amat, soalnya itu hanya singkatan dari nama salah satu personelnya yaitu Nanda Extreme.
Selain NDX A.K.A, ada juga Feel Koplo. Weh, lha kalo yang satu ini namanya sungguh bentuk akulturasi beberapa budaya. Antara kuno dan modern. Antara budaya barat dan timur. Jowo dan Enggres. Plesetan sempurna untuk pil koplo, yang jika kau konsumsi bakal bikin pekok, dan setelah pil diganti menjadi feel, konotasinya jauh dari kesan negatif. Menjadi “Rasakan Koplonya!”.
Akulturasi itu juga nggak hanya dari nama grupnya, melainkan musik-musik mereka. Yoi, Feel Koplo emang terkenal nge-remix lagu ngetop dari Indonesia sampai lagu-lagu bule menjadi kekoplo-koploan. Satu yang paling fenomenal adalah lagu Boy Pablo yang berjudul “Everytime”. Lagu aslinya yang syahdu-syahdu bikin ngantuk itu diubah total menjadi musik yang cocok didengerin buat senam pagi.
Grup pengumbar citra seksi
Wah kalo ini emang ketebak sih. Biasanya duo mbak-mbak seksi yang suaranya biasa saja. Keduanya berkolaborasi memamerkan goyangan yahud dan lagu yang liriknya agak-agak nakal gitu. Biar makin dikenal publik, mereka harus tampil dengan nama yang sangat mudah dikenal. Duo Semangka, misalnya.
Selain nama-nama di atas, masih ada nama grup-grup unik macam Pendhoza, Guyon Waton, dan sebagainya. Nah, setelah membaca ini, seharusnya kalian udah mulai paham kenapa nama-nama grup atau orkes dangdut kekinian itu unik-unik. Buat kalian yang kepikiran ingin bikin grup dengan aliran serupa, boleh gali inspirasi nama yang mbois mulai dari sekarang.