Saat sekolah dulu, hal yang paling sering saya temui setiap hari senin adalah razia. Beberapa guru, khususnya guru bagian kedisiplinan, akan berjejer di depan gerbang sekolah mengecek satu per satu kelengkapan upacara para siswa. Seperti topi, dasi, badge sekolah, seragam, ikat pinggang, kaos kaki, dan lain-lain. Jika ada yang kurang, biasanya akan dimasukkan dalam pengurangan poin atau berdiri di depan lapangan,di hadapan para siswa lainnya yang sedang upacara.
Di lain waktu, para guru BK dan OSIS juga secara berkala melakukan razia mendadak. Tujuannya tentu saja agar para siswa nggak siap, lalu berbagai printilan aneh bin unik yang mereka bawa bakalan kena sita oleh sekolah. Biasanya, sekolah akan melakukan tindakan, mulai dari pengurangan poin untuk pelanggaran kategori ringan, hingga pemanggilan orangtua untuk pelanggaran kategori berat.
Selain yang saya sebutkan di atas, ada beberapa hal lainnya yang juga sering kena razia di sekolah. Berikut saya jabarkan satu per satu.
Rambut gondrong
Sudah bukan rahasia umum lagi kalau di sekolah itu rambutnya nggak boleh gondrong. Para cowok, nggak tahu kenapa, biasanya suka kelupaan buat potong rambut. Alhasil, para guru sering banget keliling sekolah sambil bawa gunting buat merapikan rambut-rambut para cowok. Meskipun saat memotong rambut, jatuhnya malah jadi lebih nggak rapi.
Lagian, di lingkungan sekolah biasanya memang ada peraturan bahwa rambut dan pakaian harus selalu rapi. Jadi, tindakan para guru ini emang wajar banget.
Gelang
Di masa sekolah dulu, gelang warna-warni yang terbuat dari bahan rajut berbagai warna dan pernak-pernik emang lagi hits. Gelang tersebut cocok banget dipakai di tangan dan sebagai tanda bagian dari sebuah genk. Belum lagi gelang-gelang yang yang terbuat dari benangnya layangan (nggak tahu namanya apa, hehe).
Sayangnya, di sekolah, ada peraturan tertulis bahwa para siswa nggak boleh memakai pernak-pernik apa pun di tangannya kecuali jam tangan. Jika ketahuan memakai gelang, siap-siap aja digunting.
Rok dan celana
Razia rok biasanya berkaitan dengan pendek dan ketatnya rok yang digunakan. Jika siswa perempuan nggak memakai jilbab, maka roknya harus pas selutut atau di bawahnya. Jika di atas lutut, siap-siapa aja bakalan kena razia.
Bagi siswa perempuan yang memakai jilbab, rok biasanya pas semata kaki. Nggak boleh di atasnya. Roknya pun nggak boleh ketat. Di beberapa sekolah, kadang spesifikasinya malah lebih ribet. Seperti nggak boleh pakai rok lipit yang turun pinggang, rok span tanpa belahan di belakang, dan lain-lain.
Bagi siswa laki-laki, model celana yang dipakai nggakboleh meruncing ke bawah apalagi sampai di atas mata kaki. Pasalnya, banyak banget para siswa laki-laki yang mendadak berubah seksi karena celananya berpotongan seperti celana legging. Mereka yang ketahuan memakai celana model seperti itu akan diberikan waktu selama seminggu untuk menggantinya kemodel celana biasa.
Ponsel
Di SMP saya dulu, ada peraturan nggak boleh membawa ponsel. Jika ketahuan membawa, maka ponsel tersebut akan disita oleh sekolah. Lalu, siswa dan wali siswa akan dipanggil menghadap BK untuk diberikan pembinaan. Bahkan, beberapa sekolah dengan ketat memberikan perjanjian tertulis di awal masuk sekolah akan penggunaan ponsel ini. Kadang, ponsel justru malah disita dan dikembalikan saat rapor akhir semester.
Di masa SMA, meskipun ada peraturan boleh membawa ponsel, tetap saja juga masih ada razia dadakan. Biasanya, yang akan dilihat adalah isi di dalam ponsel tersebut. Seperti foto, video dan terkadang hingga riwayat pesan di dalamnya.
Siswa yang ketahuan menyimpan foto dan video sensitif (baca: bokep), biasanya akan mendapatkan hukuman berat. Mulai dari membersihkan sekolah, SP, pemanggilan wali siswa hingga skorsing.
Peralatan makeup
Saya kadang masih nggak habis pikir, ngapain ya siswa siswa-siswa perempuan ini bawa peralatan make up ke sekolah? Mau buka salon-salonan? Atau praktik make up kayak para beauty enthusiast itu?
Tapi yang jelas, banyak banget teman-teman perempuan saya yang membawa peralatan make up, seolah nggak cukup dirinya pakai make up dari rumah ke sekolah. Beberapa hal yang mereka bawa, seperti liptint, cermin, bedak padat, blush on, catokan, dan beberapa printilan lainnya yang nggak bisa saya sebutkan karena saya nggak tahu namanya.
Saat ada razia dadakan, para guru bagian kedisiplinan hanya bisa geleng-geleng kepala. Mungkin turut bingung seperti saya, apa saja kegunaan benda-benda tersebut. Hehe.
Kaos kaki
Setiap Senin hingga Kamis, biasanya harus memakai kaos kaki putih. Jum’at dan Sabtu pakai kaos kaki hitam. Peraturan ini sudah tertulis jelas banget sejak SD. Herannya, kok masih ada aja yang melanggar.
Kalau melanggarnya hanya gara-gara salah hari, kayak pakai kaos kaki hitam di hari Rabu, mungkin masih ditoleransi. Lah, ini malah pakai kaos kaki warna-warni, di hari Senin, saat sedang upacara dan para guru kedisplinan lagi semangat-semangatnya berkeliling mencari mangsa. Apa nggak menantang namanya?
Salut dan hormat setinggi-tingginya bagi para penantang peraturan tersebut.
Sepatu
Sejak SMP hingga SMA, ada peraturan tertulis bahwa sepatu yang harus digunakan di lingkungan sekolah haruslah sepatu berwarna hitam, tanpa ada tambahan warna lainnya. Bahkan, meskipun warna dominannya hitam, selama masih ada tambahan sedikit unsur putih di sana, siap-siap aja kena razia, deh.
Saya kadang berpikir, kenapa sekolah ngotot banget menyuruh siswa harus pakai sepatu warna hitam? Memakai sepatu warna lain kan nggak ada salahnya. Lagi pula, sekolah juga nggak memfasilitasi sepatu siswanya, jadi harusnya suka-suka para siswa dong mau pakai sepatu apa aja.
Tapi, saya nggak pernah menyampaikan protes tersebut apalagi sampai menantang para guru bagian kedisplinan dengan pakai sepatu kesukaan saya saat ke sekolah. Pasalnya, jika ketahuan, sepatu tersebut bakalan disita dan baru akan dikembalikan saat pemberian rapor semester, terkadang malah saat lulus nanti.
Kuku
Sebagai orang yang nggak suka berkuku panjang, saya merasa lega karena sering banget potong kuku tanpa perlu repot-repot kena razia dulu. Pasalnya, para guru kalau motongin kuku suka nggak benar, dan awut-awutan. Kukunya jadi nggak cantik lagi.
Beberapa teman saya biasanya memang menyediakan sendiri gunting kuku. Jadi, kalau ada razia kuku dadakan, mereka memilih memotong kukunya sendiri, biar kelihatan rapi dan cantik.
Tapi, kalau dipikir-pikir lagi, ngapain ya teman-temanku dulu bawa gunting kuku tapi kukunya dibiarin panjang dan nggak dipotong? Malah dipotongnya pas ada razia aja. Kalau nggak, ya dibiarin panjang. Aneh banget.
BACA 4 Alasan Mengapa Seseorang Batal Belanja di Olshop dan tulisan Siti Halwah lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.