Sebagai orang Wonogiri asli, saya kerap ditanyai, mi ayam Wonogiri yang bener-bener asli itu seperti apa. Dan tiap ditanya, jawaban saya selalu sama: saya nggak benar-benar tahu.
Kenapa saya bilang seperti itu, sebab saya punya policy untuk tidak mengaku paham atas apa pun yang tidak saya kuasai secara mendetil. Apalagi terkait kuliner, jauh lebih banyak yang jago perkara hal ini.
Ya mungkin karena saya asli Wonogiri, jadi saya dianggap otoritatif membahas ini. Saya pun paham alasan ini. Tapi tetap saja saya tidak berani. Hanya saja, saya kerap mengernyit ketika ada orang bilang, mi ayam Wonogiri harusnya begini, harusnya begitu. Reaksi saya cuman: kayaknya nggak gini deh, perasaan nggak kayak gitu.
Meski begitu, dengan pengetahuan dan pengalaman menjajal buanyak warung mi ayam yang tersebar di Wonogiri, saya akan coba bahas sedikit salah kaprah tentang mi ayam Wonogiri yang disebar orang-orang.
Bentuk mi pada mi ayam Wonogiri
Banyak yang bilang, mi ayam Wonogiri itu minya seperti ini. Ada yang bilang kayak udon, ada yang bilang kek gini, kek gitu. Nah, tiap denger itu, saya jadi bingung. Soalnya, yang saya temui di warung-warung sini nggak kayak gitu.
Yang bisa saya bilang, mi ayam di sini size-nya nggak gede. Sedengan lah. Nggak jarang juga yang kecil-kecil. Ada yang gede, tapi nggak seumum itu. Jadi kalau ada yang bilang “pakemnya gini”, saya agak bingung juga.
Rasanya manis
Nah, ini kerap tidak saya terima begitu saja. Meski makanan di Jateng memang cenderung manis, tapi mi ayam Wonogiri tidak dikenal karena manis, tapi gurih. Orang Wonogiri kurang suka dengan makanan manis, setahu saya.
Ya mungkin dibanding mi di Jawa Timur, jelas lebih manis. Tapi yang jelas, karakteristik manis itu nggak pernah disematkan pada mi ayam.
Kadang saya merasa gara-gara mi ayam Wonogiri di Jogja rasanya memang terasa lebih manis ketimbang di daerah asal, orang-orang menganggapnya begitu. Nah, orang kadang lupa kalau terkadang penjual juga berusaha adaptasi dengan lidah lokal.
Warna gerobak
Ini apa lagi coba. Pernah saya dengar kalau warna gerobak mengindikasikan keaslian mi ayam Wonogiri. Uaneh arek-arek iki.
Itu nggak ada hubungannya sama sekali. Gerobak mi ayam di sini yang saya tahu malah nggak dicat. Ada yang warna aslinya, ada yang mengilap karena plitur. Ya ngapain coba kalian ngecek gerobak.
Baca halaman selanjutnya
Mi ayam Wonogiri punya pakem rasa
Nah, ini saya mau meluruskan. Saya menjelajahi banyak banget warung mi ayam Wonogiri di kota aslinya, dan saya bisa bilang, tiap penjual punya ciri khas tersendiri. Kayak, Gajah Mungkur gurihnya nendang, Titoti punya sentuhan yang ringan tapi enak, Pak Tessy kuahnya berbeda, Pak Sabar porsinya besar, dan lain-lain.
Artinya, kalau dibilang ada pakem rasa, kek, sulit banget untuk setuju karena warung mi ayam di sini aja rasanya beragam. Kek gimana mau bilang ada pakem kalau tiap penjual aja beda?
Kalau warungnya pake embel-embel “mi ayam Wonogiri”, pasti enak
Uhm, ini saya nggak berani bantah atau setuju. Lagi-lagi, selera. Ada kawan yang suka banget sama mi ayam yang itu padahal bagi saya blas ra enek enake. Ada kawan yang bingung kenapa saya suka. Intinya, kayak gini tuh selera.
Kadang ya kayak gini dipake gimik marketing doang. Saya pernah tanya, apakah penjuale asli Wonogiri. Ternyata dia cucunya, dulunya ini warung kakeknya, yang memang asli Wonogiri.
Yo ra salah sih, tapi… ya gitu lah.
Itulah 5 salah kaprah yang dipercaya banyak orang terkait kuliner yang ditakdirkan Tuhan jadi anugerah Kota Gaplek ini. Jadi, ketimbang kalian kecewa, pahami bahwa makan itu esensinya kenyang, bukan penghakiman.
Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Rekomendasi Mie Ayam Paling Enak di Wonogiri Versi Warga Lokal Maniak Mie Ayam
