Membaca artikel soal orang Korea Selatan dan obesesi pada lotre yang tayang beberapa hari lalu membuat saya terlempar pada ingatan di masa kecil. Kala itu, saya yang masih ingusan pernah menemukan lembaran-lembaran kertas kecil berwarna biru dan merah muda berserakan di dekat tempat sampah. Tentu saja saya nggak tahu itu kertas apa. Barulah setelah beranjak dewasa, saya tahu bahwa lembaran kertas tersebut adalah lotre, atau oleh masyarakat kita biasa disebut dengan togel.
Berbicara tentang sejarah togel, kapan dia berawal dan siapa pencetusnya, sama seperti kita menanyakan mana yang lebih dulu diciptakan: telur atau ayam? Yang jelas, togel alias totoan gelap ini memang pernah dilegalkan di Indonesia, bahkan dikelola sendiri oleh pemerintah pusat dan daerah sebagai usaha untuk membantu pembangunan.
Nggak percaya? Inilah 5 jenis togel yang pernah dilegalkan di Indonesia:
#1 Lotto
Lotto merupakan singkatan dari Lotre Totalisator. Kala itu, di tahun 1968, Lotto dijual oleh pemerintah daerah Surabaya demi menghimpun dana untuk menyukseskan Pekan Olahraga Nasional (PON) yang akan diadakan di tahun 1969.
#2 Toto dan NALO (Nasional Lotre)
Selain mengijinkan berdirinya kasino, Ali Sadikin yang kala itu menjabat sebagai gubernur DKI juga melegalkan lotre yang diberi nama Toto dan NALO. Karena melegalkan perjudian ini, anggaran DKI yang semula hanya Rp66 juta, naik mencapai Rp89 milliar dalam tempo 10 tahun. Wew, naik lebih dari 1000 persen, MyLov!
Terus, duitnya buat apa?
Noh, lihat saja bagaimana Jakarta kala itu berbenah. Kalian pikir dari mana duit untuk membangun sekolah, rumah sakit, jalan raya, dan infrastruktur lainnya? Ya dari keuntungan melegalkan perjudian lah.
#3 Porkas
Saat membeli kupon Porkas, pembeli diharuskan untuk menebak hasil pertandingan pada 14 klub yang berkompetisi di Galatama, apakah menang, kalah, atau seri. Regulasi Porkas cenderung lebih ketat dibanding togel lain yang sejenis. Porkas hanya diperbolehkan beredar sampai ke tingkat kabupaten. Selain itu, anak di bawah usia 17 tahun juga dilarang untuk menjual, mengedarkan, maupun membelinya.
#4 KSOB
Di akhir tahun 1987, Porkas kemudian berganti nama jadi KSOB, alias Kupon Sumbangan Olahraga Berhadiah. Intinya ya sama saja, judi yang direstui pemerintah dengan dalih membantu menunjang pembinaan dan pengembangan prestasi olahraga di Indonesia. Bedanya, di KSOB yang harus ditebak pembeli jauh lebih kompleks. Mereka bukan lagi menebak menang-seri-kalah, melainkan skor pertandingan.
Berdasarkan pantauan di Google, jumlah dana masyarakat yang terkumpul dari KSOB ini nggak main-main, loh, Sob. Bayangkan, dalam kurun waktu Januari-Desember 1987, alias cuma setahun, KSOB berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp221,2 miliar! Wew. Emejing sekali, bukan?
#5 SDSB (Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah)
Lantaran dianggap menimbulkan dampak negatif, KSOB kemudian diganti dengan SDSB. Di SDSB, nggak perlu tebak-tebakkan skor. Pembeli cukup beli kupon undian yang sudah disediakan saja, yaitu kupon A seharga Rp5 ribu dengan hadiah Rp1 milliar dan kupon B seharga Rp1 ribu dengan hadiah Rp3,6 juta.
Awalnya, kupon A dan B ditarik seminggu sekali dan diundi tiap hari minggu jam 12 malam. Tapi karena antusias masyarakat yang tinggi, pengundian pun dilakukan dua kali seminggu dan disiarkan melalui radio. Wah, nggak kebayang gimana serunya orang-orang zaman dulu menunggu pengumuman pemenang lotre di radio.
Pada akhirnya, sejarah boleh saja mencatat bahwa judi togel pernah dilegalkan dan turut berkontribusi terhadap pembangunan di negeri ini. Tapi, dua hal tersebut nggak bisa menutupi kenyataan bahwa bagaimanapun togel bisa berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat. Maka sudah sewajarnya togel dihapuskan.
Setuju?
Atau jangan-jangan, kamu punya pikiran supaya togel dilegalkan lagi saja? Lumayan kan keuntungannya bisa buat bayar utang negara yang jumlah nolnya makin banyak itu~
Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Intan Ekapratiwi