5 Film Indonesia tentang Kekerasan Seksual

5 Film Indonesia tentang Kekerasan Seksual terminal mojok.co

Belakangan, kabar tentang peristiwa kekerasan seksual, datang silih berganti. Belum lagi hilang rasa sedih dan marah setelah mencuatnya satu kasus, sudah muncul lagi kabar lain yang juga tentu saja membuat kita lagi-lagi merasa miris bukan main.

Sayangnya, peristiwa-peristiwa yang muncul di ruang digital masih belum seberapa dibanding jumlah peristiwa serupa yang terjadi di kehidupan nyata. Berdasarkan data dari Komnas Perempuan, sepanjang 2020 saja, ada 955 kasus kekerasan seksual yang terjadi baik itu di ranah personal maupun ranah publik.

Sebagaimana yang kita tahu, tidak semua (jika tidak bisa dibilang kebanyakan) kasus kekerasan seksual yang dilaporkan ke otoritas terkait, lantas mendapat perhatian. Sebagian, ada yang viral dulu baru dapat respons.

Oleh beberapa sineas, potret menyedihkan peristiwa kekerasan seksual pun diangkat ke film. Ada yang menampilkannya menjadi tema utama, ada juga yang “sekadar” menyentil, tetapi tetap menjadi poin penting. Berikut beberapa film tersebut.

#1 Pasir Berbisik

AADC dan Dian Sastrowardoyo adalah dua hal yang tidak mungkin terpisahkan. Namun, sebelum menjadi ketua Geng Cinta, Dian sudah lebih dulu memerankan tokoh Daya dalam film Pasir Berbisik.

Dalam film Pasir Berbisik, diceritakan bahwa Daya hanya tinggal berdua bersama ibunya, Berlian (Christine Hakim) di sebuah gubuk di dekat pantai. Agus, ayahnya Daya (Slamet Rahardjo) pergi meninggalkan mereka sejak Daya masih kecil.

Kondisi kampung yang saat itu sedang memanas, membuat mereka terpaksa pergi. Siapa sangka, di tempat baru itulah mereka akhirnya bertemu dengan Agus. Alih-alih memperbaiki keadaan, Agus justru membawa masalah baru dalam kehidupan Daya. Daya menjadi korban pelecehan seksual karena keterlibatan ayahnya sendiri.

Miris memang, tetapi faktanya, dalam kehidupan nyata pun hal seperti ini entah sudah berapa kali muncul dalam berita. Tentang orang tua yang menjadi pelaku (baik secara langsung maupun tidak langsung) pelecehan seksual terhadap anaknya sendiri.

#2 27 Step of May

May (Raihaanun) menjadi korban kekerasan seksual saat masih duduk di bangku SMP. Kejadian itu jelas meninggalkan trauma yang mendalam. Selama 8 tahun, May hidup dengan menarik diri dari kehidupan sosial. Bahkan hubungan dengan ayahnya pun menjadi sedemikian berjarak.

Film ini memang minim dialog dari May. Namun, dari tingkah laku May, kita akan melihat kegetiran seorang korban kekerasan seksual. Tidak mudah bagi May untuk dealing with personal trauma. Butuh waktu dan proses. Ketika May teringat pada kejadian buruk yang dia alami, menyakiti diri sendiri adalah cara yang sering dia pilih.

Di sisi lain ada ayahnya May yang sama terlukanya. Perasaan bersalah―karena gagal menjadi ayah yang melindungi anaknya―dia bawa ke ring tinju. Ayahnya May bertinju bukan lagi untuk bekerja, tetapi untuk melampiaskan rasa marah dan kecewa dalam dirinya.

Dalam film ini, kita bukan hanya akan diajak untuk melihat luka mereka, tetapi juga untuk memikirkan, bantuan apa saja yang dibutuhkan oleh korban, terutama dari pihak keluarga.

#3 Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak

Film ini menceritakan tentang seorang perempuan bernama Marlina (Marsha Timothy) yang menjadi korban perampokan dan pemerkosaan.

Sebagai bentuk perlawanan, Marlina berhasil menebas leher Markus (Egi Fedly)―si ketua perampok dan pelaku pemerkosa―dan membunuh dengan cara berbeda anak buah Markus lainnya yang ada di rumah Marlina. Sambil menenteng kepala Markus, Marlina berniat ke kantor polisi untuk melaporkan peristiwa yang dia alami. Dalam perjalanan menuju kantor polisi, Marlina bertemu dengan Novi, perempuan yang sedang hamil tua dan korban dari mitos yang berlaku di daerah mereka.

Selain tentang perlawanan seorang Marlina dan bagaimana lambannya proses hukum berjalan, kita juga diajak untuk melihat bagaimana women support women itu bekerja dalam hubungan pertemanan yang terjalin antara Marlina dan Novi. Pasalnya, dalam kehidupan nyata, masih ada orang-orang (termasuk perempuan) yang saat peristiwa kekerasan seksual terjadi, malah menyalahkan korban daripada berpihak kepada korban.

Seperti judulnya, film ini memang terdiri dari empat babak (bagian), setiap babak ada judul dan menggambarkan bagaimana Marlina berjuang untuk mendapatkan keadilan.

#4 Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas

Dalam film yang diangkat dari novel karya Eka Kurniawan ini, ada Ajo Kawir (Marthino Lio) dan Iteung (Ladya Cheril) yang sama-sama menjadi korban kekerasan seksual saat masih di bawah umur.

Melalui kisah tersebut, kita menemukan fakta bahwa siapa pun bisa menjadi korban. Bukan hanya orang dewasa, anak-anak juga. Bukan hanya perempuan, laki-laki juga.

#5 Please Be Quiet

Berbeda dengan empat judul di atas yang merupakan film panjang, Please Be Quiet adalah film pendek. Film garapan William Adiguna ini menampilkan kisah tentang pelecehan seksual yang terjadi dalam lingkungan kerja.

Putri (Canti Tachril) adalah korban pelecehan seksual dari atasan di tempatnya bekerja. Saat peristiwa itu terjadi, ada Sarah (Sheryl Sheinafia) yang menjadi saksi.

Meski ada saksi, nyatanya bukan hal mudah untuk mengungkap apa yang terjadi. Tentu saja karena pelakunya punya power yang lebih daripada korban dan saksi. “Hilangnya” mulut Putri dan Sarah pada akhir cerita menjadi gambaran bahwa menyuarakan kasus pelecehan seksual memang tidak semudah itu, bahkan bisa menjadi boomerang. Oleh karena itu, mereka memilih diam/tutup mulut.

Itulah lima film yang mengangkat tema seputar kekerasan seksual. Dari film-film tersebut kita bisa tahu bahwa kekerasan seksual adalah suatu hal yang nyata dan dapat terjadi di sekitar kita. Selain daftar di atas, tentu saja masih ada film-film lainnya. Jika punya rekomendasi, feel free untuk dibagikan, ya!

Sumber Gambar: Unsplash

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version