Kata mas Immanuel Joseph Phanata melalui tulisannya di Terminal Mojok sih, Pertashop lebih nyaman karena mengisi bensin di SPBU bikin resah. Tapi, sebagai penulis yang mengabdikan diri sebagai ahli per-Pertashop-an, belagu dikit nggak papa kali ya.
Saya merasa kalau Mas Immanuel ini datang di Pertashop yang ketat dalam mematuhi SOP penyaluran BBM yang dilayangkan langsung oleh Pertamina. Sedangkan, nggak semua operator itu memenuhinya.
Saat berkunjung ke Tawangmangu dari rumah mertua di Sragen, saya menjumpai banyak Pertashop di pinggir jalan. Kayaknya, kalau belum tambah lagi jumlahnya, di sana saya dan istri menjumpai lima modular BBM ini. Berdasarkan profesi saya sendiri selaku operator Pertashop dan pengalaman saya membeli BBM di beberapa kompetitor sebagai studi banding, berikut paparan dosa-dosa yang membuat lapak mereka semakin sepi, bahkan jarang diminati.
#1 Melayani dengan nyeker
Suatu kali saya pernah sekali membeli BBM di salah satu dari lima Pertashop yang saya lewati tadi. Saya memberhentikan motor saya di depan pompa bensin atau yang kami sebut dengan “modular” sambil menunggu dilayani. Nggak lama kemudian, sesosok bercelana merah mendatangi saya dengan telanjang kaki alias nyeker.
Saya bilang hanya celana merah, karena memang dia tidak mengenakan atasan khas operator SPBU yang saya yakin, berdasarkan pengalaman saya sendiri, dibeli dari online shop. Dia menggunakan kaos hitam sambil memegang galah, entah mau menyenggek apa di pohon belakang modular. Setelah menaruh galahnya, dia menghampiri saya dan melayani.
#2 Nggak peduli sama kebersihan
Beberapa Pertashop memang menyediakan fasilitas umum yang bisa digunakan, baik oleh pelanggan, maupun yang hanya numpang saja. Fasilitas yang sudah pasti ada sih toilet, ada juga sebagian yang menyediakan musala untuk salat.
Nah, suatu ketika, saat sedang perjalanan ke rumah mertua, istri saya kebelet pipis yang tak tertahankan. Saya pun memutuskan untuk berhenti sementara di sebuah Pertashop yang masih masuk Kabupaten Sragen.
Saat itu, mereka sudah tutup dan ditinggal pulang oleh operatornya. Saya amati di sana ada tiga CCTV. Hmm, ngapain juga ya saya menghitung CCTVnya?
Baru beberapa detik, istri saya langsung keluar, bahkan dia baru masuk dan belum sempat menutup pintu. Katanya, toilet yang ada di sana sangat menjijikkan dan tak layak untuk digunakan walaupun hanya untuk pipis saja. Kami pun melanjutkan perjalanan menuju SPBU terdekat untuk menuntaskan hajat istri saya.
Baca halaman selanjutnya
#3 Nggak stand-by di mesin pompa…