Mungkin klaim saya satu ini tidak akan menyenangkan buat orang Ponorogo, tapi berdasarkan pengamatan saya selama merantau di Jogja, saya mau tak mau harus bilang: sate ayam Ponorogo kalah telak dengan sate ayam Madura.
Bentar-bentar, jangan marah dulu. Sabar.
Saya merantau di Yogyakarta. Saya penggemar sate Ponorogo. Namun, di sini, yang paling banyak saya temukan adalah sate ayam Madura. Susah menemukan pedagang sate Ponorogo di Yogyakarta. Padahal kita tahu sendiri, Kota Istimewa adalah tempat berkumpulnya kuliner seantero Nusantara.
Tapi, saya belum pernah menikmati sate ayam Ponorogo di Yogyakarta. Selama 5 tahunan, saya dibuat merasa aneh. Hidangan ini benar-benar langka. Kira-kira, apa saja alasannya?
Inilah pengamatan saya. Tentu saja saya tak mewakili siapa pun, tapi jika kalian ada yang merasakan hal yang sama, well, tentu saja sulit untuk dibilang kebetulan kan?
Sate ayam Ponorogo lebih kompleks
Sate ayam Ponorogo memiliki ciri khas tersendiri. Dagingnya dipotong pipih dan melintang. bukan dipotong-potong persegi. Sate Ponorogo hanya menggunakan daging. Bisa dibilang, tanpa kulit ataupun lemak. Daging sate Ponorogo dimasak terlebih dahulu dengan bumbu rempah sebelum dibakar, yang membuat rasanya lebih meresap dan awet.
Pembuatan sate Ponorogo membutuhkan waktu panjang. Tenaga-tenaganya pun perlu lebih banyak. Sangat berbeda dengan sate ayam Madura. Ini kendala bagi beberapa penjualnya.
Dengan kata lain, sate ini lebih kompleks. Tidak bisa asal-asalan. Karena begitu kompleks inilah, banyak orang enggan menjualnya. Padahal, sate ayam ini begitu nikmat. Rasa tidak pernah mengkhianati prosesnya.
Hidangan berat dan tidak cocok jadi camilan
Sate ayam Ponorogo ini sangat berbeda dengan sate ayam Madura. Sate ayam Madura bisa dinikmati tanpa nasi. Bisa dijadikan semacam camilan gitu. Sedangkan, sate Ponorogo tidak bisa.
Sate Ponorogo hanya nikmat disantap sebagai hidangan berat. Harganya juga bisa dikatakan lebih mahal dibandingkan sate ayam Madura. Kuliner ini termasuk hidangan yang tidak sepele. Baik dari segi harga maupun rasa, itu juara.
Nah, karena itulah, jangan dibandingkan harganya. Tapi, ada harga, ada rupa. Meski lebih mahal, rasanya jelas jauh lebih maknyus. Makanya, sate ayam Ponorogo ini susah bersaing. Mau dibuka di pinggir jalan pun susah. Perlu dipikirkan matang-matang biar tidak merugikan.
Tidak memiliki jaringan, hanya punya branding
Sate ayam Madura itu ada satu keunggulan: punya jaringan yang amat luas. Artinya, ada lebih satu penjual di satu kawasan. Hal ini mempercepat pelayanan terhadap pelanggan. Pelanggan tidak dibuat menunggu lama.
Berbeda sekali dengan sate ayam Ponorogo, mereka itu tidak memiliki jaringan. Justru, sate ayam ini punya branding. Dari branding inilah, bermunculan cabang-cabang.
Masyarakat pun dibuat bingung. Setiap branding sate Ponorogo itu khas. Masyarakat akan lebih memilih sate Ponorogo yang ber-branding kuat. Kalau pedagang tidak memiliki branding yang kuat, jelas akan kalah. Walaupun, rasanya mungkin tak kalah enak.
Hal ini yang membuat sate ayam Ponorogo terkesan eksklusif. Branding juga membuat sate ayam ini lebih mewah. Kalau tidak terkenal, masyarakat enggan untuk makan. Itulah yang membuat sate ini sulit bersaing di luar Jawa Timur.
Sate ayam Ponorogo tidak memakai sistem jemput bola
Sate ayam Madura itu dekat dengan masyarakat. Maksudnya adalah, para penjualnya menghampiri pembeli. Sistem jemput bola ini ternyata berhasil. Masyarakat sangat dipermudahkan akan strategi ini.
Kalau sate ayam Ponorogo itu beda. Mereka stay di satu tempat. Pengunjung harus datang kalau ingin menikmatinya. Tidak pernah ditemukan pedagang sate Ponorogo yang berkeliling. Inilah salah satu kelemahan kuliner tersebut di dunia bisnis.
Sangat disayangkan, setidaknya di Yogyakarta, Ponorogo tak bertaji di depan Madura. Padahal, sate ayam Ponorogo itu adalah top satu dunia persatean Indonesia. Tapi sayangnya, susah sekali menikmatinya. Butuh effort kalau mau makan hidangan ini.
Penulis: Marselinus Eligius Kurniawan Dua
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Ironi Sate Madura: Primadona di Luar, Merana di Tanah Sendiri, Kalah sama Bebek!
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.



















