4 Alasan Motor Tukang Galon Selalu Butut dan Jadul, kayak Zombie yang Dipaksa Bekerja

4 Alasan Motor Tukang Galon Selalu Butut dan Jadul, kayak Zombie yang Dipaksa Bekerja

4 Alasan Motor Tukang Galon Selalu Butut dan Jadul, kayak Zombie yang Dipaksa Bekerja (Shutterstock.com)

Kalau ada satu pemandangan yang konsisten di jalanan komplek ataupun pedesaan Indonesia selain ibu-ibu arisan dan anak kecil main layangan, itu adalah motor tukang galon.

Motor-motor ini, entah kenapa, kok rasanya punya ciri khas yang sama: body lecet di sana-sini, bahkan nggak ada kerangkanya, suara knalpot berisik kayak lagi konser underground, dan umur mesin yang kayaknya sudah lebih senior daripada usia sebagian besar warga komplek.

Kadang saya mikir, motor-motor ini seolah punya daya tahan level Dewa. Tiap hari dihajar beban berton-ton (oke, dilebihin dikit), jalan bolong, tanjakan curam, panas-panasan, hujan-hujanan, tapi tetap setia mendistribusikan air ke rumah-rumah yang kehausan. Tanpa mogok, tanpa ngambek, tanpa minta disayang-sayang.

Saking penasaran, saya sampai melakukan riset kecil-kecilan—alias ngobrol-ngobrol santai sama beberapa tukang galon langganan. Dari obrolan itu, saya baru sadar: ternyata ada banyak alasan logis (dan sedikit filosofis) kenapa motor mereka tetap jadul dan butut, dan bukan malah ganti Vespa Matic atau skuter listrik kekinian.

Dan anehnya lagi, hampir semua jawabannya masuk akal, bahkan bikin saya sedikit terharu.

Dari segi bisnis, sayang kalau harus beli baru

Dalam dunia pertukangan galon, prinsip utamanya sederhana: modal sekecil-kecilnya, untung sebesar-besarnya. Beli motor baru sama saja bunuh diri finansial pelan-pelan. Harga motor sekarang bukan main, sementara satu galon cuma untung berapa ribu. 

Kalau modal motor baru diitung-itung, bisa-bisa butuh ngangkut galon sekomplek penuh setiap hari selama bertahun-tahun baru balik modal. Belum lagi risiko di jalan: jatuh, kepleset, galon bocor, motor baret. Aduh, hati mana yang siap motor barunya lecet dalam sebulan?

Lebih hemat dan masuk akal kalau tetap pakai motor lawas. Uang yang tadinya buat DP motor baru bisa dialihkan buat nambah armada galon, modal usaha lain, atau sekadar ditabung buat persiapan hari tua. Motor boleh butut, tapi bisnis harus tetap jalan. Toh, yang penting bukan tampilannya, tapi isinya: air bersih yang mengalir sampai ke isi hati pelanggan.

Jadi kalau ada yang nyeletuk, “Kenapa nggak ganti motor aja, Bang?” jawabannya simpel: motor baru bikin bangga sebentar, tapi motor lama bikin usaha bertahan lama.

Sistem keamanan paling murah

Salah satu alasan kenapa motor tukang galon jarang ganti baru: soal keamanan. Ini bukan soal suuzan sama tetangga, bukan juga karena kampung penuh maling. Tapi ya namanya juga hidup di dunia fana, waspada itu tetap wajib hukumnya.

Motor baru, apalagi yang kinclong dan kekinian, itu kayak manggil maling buat datang. Parkir sebentar, lengah sedikit, eh motor udah berpindah tangan. Lain cerita kalau yang diparkir motor butut, jok udah robek, cat pudar, spion cuma sebelah. Maling pun mikir dua kali, “Buat apa gue ambil, ini bawa galon aja ngos-ngosan?”

Motor tua dengan luka-luka medan perang itu justru jadi anti-theft device alami. Nggak perlu pasang alarm ribut-ribut, nggak perlu pasang GPS mahal-mahal. Cukup dengan tampil apa adanya, motor sudah punya aura, “Kalau diambil juga nggak worth it, Bang.”

Dengan begitu, tukang galon bisa nganter air dengan tenang, pelanggan puas, dan motor tetap setia menemani tanpa harus diawasi 24 jam kayak lagi jagain emas batangan.

Motor jadul, simbol kesetiaan dalam dunia yang cepat berubah

Ini agak filosofis memang. Pada zaman sekarang, segala sesuatu berlomba-lomba untuk jadi cepat, kinclong, dan instan. Gadget baru keluar tiap enam bulan, tren fashion berubah tiap dua minggu, bahkan hubungan asmara kadang lebih pendek dari masa cicilan motor. Tapi di tengah hiruk-pikuk dunia yang kejar-kejaran itu, motor tukang galon tetap kokoh berdiri sebagai simbol kesetiaan.

Motor butut itu bukan sekadar alat kerja. Ia adalah saksi bisu perjuangan, partner hidup yang sudah melewati panas terik, hujan badai, jalanan becek, dan tanjakan bikin lutut gemeteran. Setiap goresan di bodi, setiap bunyi aneh dari mesin, itu bukan aib, itu kenangan. Tanda bahwa motor ini sudah menempuh ribuan kilometer tanpa pernah mengeluh minta pensiun.

Di dunia yang makin banyak tipu-tipu, motor tukang galon mengajarkan satu hal sederhana: kadang, yang sudah tua dan sederhana itu justru yang paling bisa diandalkan. Bukan soal tampang, tapi soal keteguhan menemani perjalanan hidup, sejauh apa pun dan seberat apa pun galon yang harus dibawa.

Motor tukang galon dan seni merawat yang seadanya tapi sepenuh hati

Kalau orang-orang kota sibuk baca manual book dan tutorial YouTube buat ngerawat motor, tukang galon punya metode sendiri: dirawat seperlunya, disayang sepenuh hati. Nggak perlu ribet soal oli merek premium, nggak pusing sama salon motor bulanan, apalagi poles bodi biar kinclong.

Perawatan motor tukang galon itu sederhana: kalau rantai mulai bunyi cempreng, ya dikasih oli bekas. Kalau ban gundul, ya diganti satu biji dulu, yang satunya nunggu rezeki bulan depan. Kalau mesin ngadat, dipukul-pukul dikit sambil doa: “Ayo, Bang, jangan mati dulu.”

Buat mereka, motor bukan sekadar kendaraan, tapi sudah kayak keluarga sendiri. Dirawat bukan buat gaya-gayaan, tapi supaya tetap kuat menemani mencari rezeki. Dan motor-motor itu, entah kenapa, ngerti banget. Meskipun sudah aus di sana-sini, mereka tetap ngaspal setia, mengantar harapan dari satu rumah ke rumah lain, dari satu galon ke galon lainnya.

Di dunia yang kadang terlalu memuja kesempurnaan, motor tukang galon justru menunjukkan: kesetiaan, ketangguhan, dan sedikit improvisasi sederhana kadang jauh lebih berharga daripada kemewahan yang gampang rusak.

Penulis: Raihan Muhammad
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Penderitaan yang Saya Rasakan Saat Menjajal Usaha Air Isi Ulang

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version