4 Alasan Kenapa Kalian Perlu Belajar Bahasa Jerman selain biar Nggak Norak Pakai Salam Nazi

bahasa jerman mojok.co

bahasa jerman mojok.co

“Guten morgen”

“Guten tag”

“Guten abend”

Saya tidak tahu kapan tepatnya kalian akan membaca tulisan ini. Tapi tiga kata di atas adalah ucapan salam yang setara dengan “good morning”, “good afternoon”, dan “good evening” dalam bahasa Inggris. Ya, lumayan toh agak mirip dengan bahasa Inggris sekilas. Sebagai Sarjana Pendidikan Bahasa Jerman, saya ingin menulari kalian semua tentang serunya belajar bahasa Jerman.

Banyak kata bahasa Jerman yang mirip dengan bahasa Inggris. Kemiripan itu bukan karena tidak sengaja. Menurut sejarah, pada awal abad 19 ilmuwan mengungkap bahwa bahasa Inggris dan bahasa Jerman berasal dari bahasa kuno yang sama. Bahasa Kuno itu disebut sebagai Indo-Eropa. Bahasa tersebut menempuh proses panjang dan jadilah bahasa Jerman, bahasa Inggris dan bahasa-bahasa lainnya yang sejarahnya tidak habis-habis untuk diceritakan. Sampai disini aja ya kita membahas sejarah, biar kepala tidak semakin nyut-nyutan.

Banyak orang awam bilang belajar bahasa Jerman itu sulit, apalagi setelah membaca kata yang panjang dalam bahasa tersebut. Saya kasih contoh kata panjang dalam bahasa Jerman. Coba baca “Siebenhundertsiebenundsiebzigtausendsiebenhundertsiebenundsiebzig”. Kalian akan dibikin kenyang untuk membacanya. Padahal kata tersebut hanya memiliki makna berupa nominal 777.777.

Belajar bahasa emang nggak mudah, apalagi belajar bahasa Jerman. Tapi bahasa tersebut cukup menantang untuk dipelajari. Apalagi bagi kalian yang mengaku sebagai penggemar sepak bola Jerman. Saya akan berikan alasan-alasan kenapa ada orang yang mau-maunya belajar bahasa tersebut.

Mengikuti jalan ninja B.J Habibie

Banyak calon-calon mahasiswa menginginkan kuliah di Jerman untuk mengikuti jejak B.J Habibie. Sebenarnya alasannya nggak hanya itu sih, ada aspek-aspek yang menjanjikan lainnya, contohnya Jerman yang merupakan negara maju dan punya institut pendidikan yang berkualitas. Sekedar info, B.J Habibie melanjutkan pendidikan S2 dan S3 di Jerman. Habibie berkuliah di Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule, Aachen-Jerman.

Alasan-alasan itu akan mendorong (calon) mahasiswa ambisius untuk belajar bahasa Jerman dengan baik dan saksama. Karena siapa juga yang mau tersesat kalau di negara asing. Apalagi di Jerman yang warganya lebih menyukai menggunakan bahasanya sendiri.

Ingin mempelajari budaya dan sejarah Jerman

Dalam hidup manusia, setidaknya mereka tahu salah satu dari sekian nama yang saya sebutkan. Tokoh yang saya maksud adalah Gutenberg, Marx, Hegel, Nietzche, Beethoven, Kafka, dan Einstein. Mereka adalah sebagian tokoh yang berkontribusi dalam dunia ilmu pengetahuan. Hal tersebut menjadi sebuah pertanda bahwa Jerman cukup memiliki sejarah dan budaya yang panjang.

Mempelajari bahasa asing akan menuntun kita untuk belajar budaya dari negara asal bahasa tersebut. Setelah belajar budaya, maka kita akan dituntun lagi untuk belajar sejarah. Proses belajar tersebut akan kita temui jika kita membaca karya-karya asing, terutama negara yang kita pelajari bahasanya.

Ini sesuai dengan apa yang dikatakan Kartini putri,“saya bersemangat untuk belajar bahasa, bukan hanya untuk bicara dalam bahasa itu, melainkan supaya saya dapat membaca karya para pengarang asing yang bagus dalam bahasa aslinya. Mantap.

Tertarik dengan sejarah Adolf Hitler

Ketika saya menyebutkan Jerman, otomatis orang-orang akan menyangkut-pautkan dengan Adolf Hitler. Bahkan banyak yang memberi salam Nazi pada saya. Norak emang, saya paham. Anak-anak sekolah yang belajar sejarah biasanya tertarik dengan cerita Nazi Jerman dan Adolf Hitler. Padahal salam Nazi dan pembahasan mengenai Hitler merupakan hal yang tabu di Jerman.

Orang-orang yang tertarik belajar bahasa tersebut karena terobsesi untuk memperdalam sejarah Nazi, saya yakin orang itu adalah orang yang unik. Saya semogakan tidak surut semangatnya ketika sudah bertemu dengan gramatikanya yang ribet dan menantang. Tentu saja saya berharap orang itu nggak mengadopsi pahamnya Hitler.

Tersesat di Jurusan Bahasa dan Sastra Jerman

Banyak orang yang bertanya kepada saya kenapa ambil jurusan bahasa Jerman, bukan bahasa Inggris. Kalau itu teman saya, mungkin ia akan bilang “karena saat sekolah SMA saya tertarik belajar bahasa Jerman dan budaya Jerman lebih lanjut”. Ada juga yang bilang “karena guru saya mengajari bahasa Jerman dengan menyenangkan, jadi saya tertarik”. Bahkan ada yang lebih elegan lagi. Menggunakan kutipan jerman dia menjawab “Englisch ist ein Muss, Deutsch ist ein Plus!” (Bahasa Inggris sebuah keharusan, Bahasa Jerman merupakan nilai tambah).

Saya jujur bukan golongan mereka. Saya tidak pernah mendapat pelajaran tersebut semasa sekolah. Bisa dibilang saya asal saja memilih jurusan ini karena gagal di jurusan bahasa Inggris. Ternyata bahasa Jerman tidak buruk-buruk amat, nyatanya saya bisa lulus.

Sebagai lulusan jurusan Bahasa dan Sastra Jerman, saya berharap kalian termotivasi untuk mempelajari bahasa Jerman yang (sebenarnya) menyenangkan. Belajar bahasa (lalu lanjut belajar budaya dan sejarah) Jerman itu penting, supaya kalian nggak malu-maluin gara-gara neriakin salam Nazi, ikut-ikutan B.J. Habibie yang kuliah di Jerman, atau koar-koar mengenai kerennya sepak bola di Jerman.

BACA JUGA Beda Puasa di Jerman dan di Indonesia Selain Durasi Puasa yang Lamanya 17 Jam.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version