3 Hal yang Bisa Dipetik dari Jadoo dan Ibunya dalam Kartun Hello Jadoo

3 Hal yang Bisa Dipetik dari Jadoo dan Ibunya dalam Kartun Hello Jadoo Terminal Mojok

3 Hal yang Bisa Dipetik dari Jadoo dan Ibunya dalam Kartun Hello Jadoo (YouTube Hello Jadoo TV)

Ngomongin tentang kartun Hello Jadoo, hal pertama yang terbersit di pikiran saya adalah pecicilan dan suara nyaring Jadoo. Saking ributnya, nggak jarang tiap kali saya nyetel kartun ini di TV, orang rumah langsung memprotes saya, “Mbok dikecilin volume TV-nya.” Maklum saja, saya sendiri juga kadang merasa suara Jadoo terlalu berisik apalagi kalau sedang gelut sama ibunya.

Meski begitu, Hello Jadoo adalah salah satu tontonan favorit saya. Ceritanya yang relate dengan kehidupan sehari-hari adalah alasan saya suka nonton kartun asal Negeri Ginseng itu. Salah satu yang menarik perhatian saya juga adalah soal hubungan Jadoo dengan ibunya. Kerasnya didikan Ibu Jadoo ditambah Jadoo yang kepala batu, memang memberi kesan yang kurang baik apalagi ditonton anak-anak. Namun, di balik itu semua, sebenarnya ada beberapa hal yang bisa kita pelajari dari Jadoo dan ibunya.

#1 Ibu Jadoo tetap kreatif dalam kesederhanaan dan rela berkorban untuk anak-anaknya

Dalam kartun Hello Jadoo, keluarga Jadoo digambarkan sebagai keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah. Saking sederhananya, kadang saya merasa iba dengan kehidupan mereka.

Suatu ketika, ada episode di mana Ibu Jadoo tengah berpikir keras gara-gara harga sembako naik. Ibu Jadoo berusaha berhemat dengan menyetok acar untuk bisa dimakan selama satu tahun. Saya langsung terbayang, betapa stresnya Ibu Jadoo sebagai menteri keuangan keluarga mereka.

Gambaran kesederhanaan keluarga Jadoo memang cukup sering diperlihatkan secara eksplisit. Namun, ada beberapa episode yang membuat saya melihat betapa besar pengorbanan Ibu Jadoo. Seperti hari di mana Ibu Jadoo rela membelikan baju baru untuk anak-anaknya, namun di sisi lain, blio hanya mampu membeli baju bekas untuk dirinya sendiri. Ibu Jadoo juga rela membuatkan DIY meja belajar bekas dan tempat tidur dari kotak apel. Hebatnya, Ibu Jadoo berhasil menyulapnya jadi furnitur berkelas. Hal tersebut dilakukannya supaya Jadoo nggak malu ketika ada teman berkunjung ke rumahnya. Salut banget, deh, sama Ibu Jadoo.

#2 Meski galak, Ibu Jadoo selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya

Omelan demi omelan yang lantang disemprotkan Ibu Jadoo bukan tanpa alasan. Blio hanya ingin Jadoo jadi anak yang bisa membedakan mana yang benar dan salah. Lagi pula, di belahan dunia mana pun, sosok ibu yang suka marah itu sudah biasa, apalagi kalau punya anak kayak Jadoo. Hehehe. Ibu mana coba yang nggak naik darah punya anak ngeyelan dan suka ngajak duel?

Ibu Jadoo memang berjiwa tegas dalam mendisiplinkan anak-anaknya. Jika kita perhatikan, pola parenting blio itu yang pada akhirnya membentuk Jadoo jadi anak yang nggak cengeng dan pemberani. Di beberapa episode Hello Jadoo, si Jadoo bahkan rela jadi garda terdepan dalam melindungi teman-temannya. Saking beraninya, dia juga pernah menangkap hantu pencuri sepatu, lho. Bukan main memang si Jadoo, ya.

#3 Punya ibu yang galak tak membuat kasih sayang Jadoo pada ibunya berkurang

Saya akui, Jadoo bukan anak biasa. Walau dia bandel, tomboi, dan suka ngegas, sebenarnya dia anak yang perhatian dan penyayang. Hari di mana ibunya jatuh sakit, Jadoo merasa sangat terpukul melihat ibunya yang tak berdaya. Tapi, bukan Jadoo namanya kalau cuma berdiam diri di saat ibunya terbaring lemas di rumah sakit.

Alhasil Jadoo mengajak tiga orang temannya nekat mendaki gunung untuk mencari ginseng liar yang digadang-gadang menjadi obat herbal termujarab. Bayangkan saja, anak seumuran Jadoo punya inisiatif seberani itu demi mencari obat buat ibunya. Wah, ini sudah another level of kasih sayang, sih.

Saya nggak menyangka, Hello Jadoo ternyata jadi tontonan yang mengajarkan saya arti penting kasih sayang ibu kepada anak, begitupun sebaliknya. Selain menghibur, Hello Jadoo juga memberikan cerminan kisah yang nggak beda jauh dengan kehidupan nyata. Pesan-pesannya langsung ngena banget di hati saya sebagai penonton.

Penulis: Adissa Indriana Putri
Editor: Intan Ekapratiwi

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version