3 Alasan Saya Lanjut Kuliah di MM UGM, Kampus yang (Katanya) Paling Bergengsi di Jogja  

3 Alasan Saya Lanjut Kuliah di MM UGM , Kampus yang (Katanya) Paling Bergengsi di Jogja  

3 Alasan Saya Lanjut Kuliah di MM UGM, Kampus yang (Katanya) Paling Bergengsi di Jogja  

Kata banyak orang, UGM itu sudah seperti kasta tertinggi di dunia perguruan tinggi di Jogja. Apalagi kalau bicara soal Magister Manajemen (MM) UGM, reputasinya nggak main-main. Gengsinya selangit, biaya kuliahnya seluas samudera.

Dulu, saya sempat melongo saat pertama kali menginjakkan kaki di sana sekitar tahun 2011. Gedungnya sudah pakai lift dan lobi ala hotel, bahkan ada lounge dan meja biliar. Awalnya saya pikir, kampus ini cuma buat anak orang kaya. Makanya, saya sempat mengurungkan niat buat lanjut S2.

Namun, setelah pikir-pikir, saya nekat daftar juga. Ternyata, bukan cuma karena terpesona sama kemewahannya. Ada beberapa faktor lain yang bikin saya yakin kalau MM UGM adalah pilihan yang paling pas buat lanjut S2.

MM UGM linier dengan studi S1 saya, tapi nggak bikin otak meledak seperti kuliah di Magister Sains

Sebagai lulusan Manajemen FEB UGM, memilih MM UGM itu terasa seperti jalan ninja yang paling masuk akal. Liniar, tapi nggak bikin otak mendidih. Beda jauh sama Magister Sains yang lebih banyak mengulik teori rumit. Di MM UGM gaya belajarnya santai, lebih banyak diskusi, dan fokus ke hal-hal yang aplikatif.

Kuliah di sini terasa lebih nyata. Mahasiswa nggak cuma dicekoki teori, tapi langsung memecahkan studi kasus dari perusahaan. Bahkan, kadang disuruh bikin proposal bisnis lengkap dengan prototipe produk. Semua itu terasa kayak simulasi dunia kerja, bukan lagi sekadar menghafal. Jadi, ilmunya langsung bisa diterapkan, apalagi kalau memang berniat buka usaha sendiri.

#2 Belajar itu soal kenyamanan, meski harus dikompensasi harga mahal

Kalau ada yang bilang belajar cuma butuh niat, coba suruh mereka datang ke MM UGM. Di sini, kenyamanan itu nomor satu. Dan, memang harus dibayar mahal.

Pertama, parkirannya luas dan ada taman yang tinggi rumputnya selalu rata buat sekadar melepas penat. Kedua, keberadaan lift membuat mahasiswa nggak perlu ngos-ngosan naik tangga ke lantai atas. Terlebih, saat buru-buru di pagi hari sambil bawa buku dan laptop yang berat.

Selain adanya ruang rekreasi, perpustakaannya juga sangat bersih dan aman. Saat itu, hanya ada satu pintu putar untuk akses keluar dan masuk. Makanya, saya merasa aman saja meninggalkan laptop di sana untuk sekadar ke kamar kecil atau kantin.

Ditambah lagi, ada sejumlah ruang diskusi yang dilengkapi pendingin udara, kunci, dan white board. Mahasiswa bisa pinjam kunci dan memakai ruangan itu kapan pun, bahkan di malam hari setelah jam kuliah usai. Pun, setiap mahasiswa disediakan loker gratis sampai lulus. Semua fasilitas ini menunjukkan kalau MM UGM mengerti betul kebutuhan mahasiswanya, yaitu kenyamanan.

#3 Ada kelas internasional, kesempatan ke luar negeri jadi lebih terbuka

Salah satu keistimewaan MM UGM yang jarang diketahui orang adalah adanya kelas internasional. Di kelas ini, penggunaan bahasa Inggris jadi keharusan dan dipakai setiap hari. Jadi, saya dipaksa fasih dan terbiasa. Setiap semester, ada juga mahasiswa asing yang ikut bergabung sehingga membuat saya bisa dapat cerita seru soal negara dan budaya mereka.

Yang paling menggiurkan, kelas internasional ini juga mewajibkan mahasiswanya untuk ke luar negeri. Pilihannya beragam, mulai dari summer school, exchange, atau bahkan double degree. Asyiknya, biaya studi sudah ditanggung kampus.

Sisanya, saya hanya perlu memikirkan biaya hidup dan tiket pesawat, yang bisa dikumpulkan dari awal semester karena sudah berkomitmen masuk ke kelas internasional. Menurut saya, ini peluang bagus untuk mencicipi pendidikan di negeri orang. Bonusnya, saya bisa jalan-jalan ke luar negeri. Tentunya, dengan biaya yang lebih sedikit. Intinya, sekali dayung, dua-tiga pulau terlewati.

Keputusan untuk meneruskan pendidikan di MM UGM adalah sebuah langkah besar yang nggak saya sesali. Kampus ini menawarkan pengalaman, relasi, dan wawasan yang sulit didapatkan di tempat lain. Sebab, percaya atau nggak, di balik predikatnya sebagai kampus paling mahal di Jogja, MM UGM menyimpan banyak cerita yang sukses membuat hidup saya lebih berwarna.

Penulis: Paula Gianita Primasari
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Pedihnya Lulusan S2 UGM, Ijazah Mewah Cari Kerja Susah: Jangankan Berharap Gaji Dua Digit, Tidak Diejek karena Kelamaan Nganggur Saja Sudah Baik

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version