Saling Tuding Tak Siap Debat Capres, Kubu Jokowi dan Prabowo Banyak Omong Kosong

Debat capres Jokowi Prabowo MOJOK.CO

MOJOK.CO – Masa kampanye dihabiskan untuk berdagang omong kosong. Lantas, apa yang akan disajikan kubu Jokowi dan Prabowo ketika debat capres nanti?

Tanggal 17 Januari 2019, hari Kamis, bertempat di Hotel Bidakara, Jakarta, debat cepres pertama untuk Pilpres 2019 akan dimulai. Debat yang pertama akan mengambil tema hukum, HAM, korupsi, dan terorisme. Debat capres yang pertama ini akan dimoderatori oleh Ira Koesno dan Imam Priyono.

Ketika tulisan ini selesai dibuat, yaitu pada tanggal 8 Januari 2019, masih jauh dari tanggal debat yang resmi diumumkan, kisruh sudah terjadi. Kedua kubu saling tuding. Kubu Jokowi menuding kubu Prabowo tak siap debat. Sementara itu, kubu Prabowo memandang kubu Jokowi tidak bisa debat jika tidak membawa contekan.

Ace Hasan Syadzily, juru bicara TKN Jokowi dan Ma’ruf Amin menuding kubu Prabowo masih kurang panggung karena terlalu banyak membuat sensasi menjelang debat capres.

“Kubu 02 sadar masih kurang panggung, maka yang sekarang mereka gencar lakukan adalah mencari panggung untuk menarik perhatian pemilih terutama media. Memanipulasi hasil rapat KPU merupakan bagian dari mencuri panggung itu.”

Ace menyebut kubu 02 memanipulasi hasil rapat dengan KPU. Ketika rapat, kubu opisisi setuju-setuju saja, namun di luar koar-koar dengan hasil rapat.

“Siapa yang memanipulasi hasil rapat KPU, TKN, dan BPN? Di dalam rapat setuju, tapi di luar rapat berbeda. Di luar setelah rapat koar-koar berbeda dengan hasil rapat. Seharusnya KPU buka saja notulensi rapat KPU siapa yang tidak setuju debat,” kata Ace.

Menyusul Ace, Wakil Ketua TKN Jokowo-Ma’ruf, Abdul Kadir Karding buka-bukaan dengan menyebut bahwa sebenarnya, Priyo Budi Santoso yang menjabat Wakil Ketua BPN Prabowo-Sandi yang mengusulkan supaya tidak ada debat capres. Ia bahkan heran mengapa kubu oposisi membocorkan hasil rapat tertutup dengan KPU kepada publik.

“Pertama, jelas bahwa di dalam rapat-rapat itu yang meminta tidak ada debat pertama itu Pak Priyo Budi Santoso. Alasannya, cukup pemaparan visi, kemudian kita tak usah saling menyerang. Tapi oleh KPU dijawab bahwa itu tidak mungkin, jadi harus ada debat,” ungkap Abdul Kadir.

“Beberapa rapat KPU dinyatakan tertutup. Tapi kami heran kok dibuat framing 02. Pertama, kita tidak setuju dengan visi-misi, lalu kita takut dengan debat, dan ketiga pertanyaan diberitahukan ke paslon itu permintaan kami. Kami sebenarnya menjaga fatsun, tidak ingin membuka yang tertutup. Tapi kami tidak bisa membiarkan narasi yang sengaja di-framing bahwa seluruhnya itu atas kehendak kami,” tambahnya.

Sementara itu, kubu Prabowo tentu tidak tinggal diam. Andre Rosiade, Jubir BPN Prabowo-Sandi berpandangan bahwa pemberian pertanyaan sebelum debat capres itu akan menguntungkan Jokowi.

“Ini menguntungkan petahana, karena kita tahu petahana itu kadang butuh contekan. Kalau itu dibocorkan dulu, akhirnya Pak Jokowi bisa diberikan contekan dulu sehingga tinggal menghapal saja. Ini jadi tidak orisinal,” kata Andre.

Andre mengungkapkan bahwa dirinya sering mengamati Jokowi. Petahana sering membawa contekan saat menjawab pertanyaan jawaban atau mendapat bisikan dari pembantunya. Hmm..sering mengamati? Secret admirer, yha?

Nah, terlepas dari segala retorika dan alibi yang diungkapkan masing-masing paslon terkait debat capres, toh kita memang tidak pernah mendapatkan pelajaran politik yang menyenangkan. Apa yang akan mereka bawa di debat capres ketika berkampanye saja tidak pernah menyinggung soal visi dan misi? Kalaupun ada, paparannya sangat terbatas.

Kampanye dihabiskan dengan menyerang pasangan lain. Bukan menyerang kebijakan, tetapi memproduksi hoaks hingga menyerang sisi personal.

Tak perlu saya menjelaskan lagi soal kasus hoaks Ratna Sarumpaet, satu pasangan menyebut Indonesia bubar tahun 2030 tapi pasangannya menegaskan Indonesia berjaya di tahun yang sama, tempe setipis kartu ATM, 99 persen warga Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan, Indonesia bubar jika salah satu pasangan tidak terpilih, penggunaan diksi genderuwo dan sontoloyo, salah satu paslon tidak bisa memimpin salat berjamaah, salah satu paslon tidak pernah salat Jumat, dan lain sebagainya.

Waktu kampanye dihabiskan dengan menyerang sisi personal, lantas apa yang akan mereka sajikan ketika debat? Bahkan ketika debat saja belum dimulai, kegaduhan sudah mereka buat.

KPU bahkan sampai menegur masing-masing kubu untuk tidak “senyam-senyum” setuju waktu rapat, namun “teriak-teriak” tidak setuju di luar. Tingkat kegaduhan yang ditimbulan sudah keterlaluan, lantas apa yang mau mereka sajikan ketika debat capres?

Ada lima kali debat capres yang sudah dijadwalkan. Masing-masing debat, kemungkinan berlangsung selama dua jam. Jelas, dua jam tidak akan cukup untuk memaparkan visi dan misi, ditambah debat dengan paslon lawan. Masa kampanye, yang seharusnya dimaksimalkan untuk “menjual program” justru habis untuk berdagang omong kosong.

Saya setuju kalau debat tidak perlu diadakan. Boros anggaran saja. Toh nanti debat justru akan berisi kepalsuan. Sok manis di layar kaca. Sementara rakyat sudah tahu busuknya politikus ketika tidak ada acara debat. Mending anggarannya bisa buat beli tempe, dipotong tipis-tipis, digoreng kering, dan dijadikan camilan sembari nobar omong kosong para politisi.

Exit mobile version