Mending Jujur Seperti Prabowo, Ketimbang Munafik Sok Paham Soal Unicorn

Prabowo nggak paham unicorn MOJOK.CO

MOJOK.COBegitulah tipe kebanyakan warganet Indonesia, sok paling pintar dan menertawakan Prabowo yang tidak paham unicorn. Munafik!

Warganet Indonesia yang budiman paruh waktu dan mahafilsuf, sudahi kemunafikan kalian. Nggak perlu merundung seseorang hanya karena nggak paham konsep akan sesuatu. Sangat mungkin terjadi kalian pun belum lama memahami konsep akan sesuatu itu, tapi blas nggak bisa menjelaskan dengan benar ketika diminta.

Yes betul, yang saya maksud adalah Prabowo dan unicorn. Capres 02 yang mencoba menjawab sebiasa mungkin, sejauh pengetahuan yang ia pelajari tentang unicorn. Memangnya ada yang salah ketika seseorang belum sepenuhnya memahami tentang sesuatu? Baik calon, maupun ketika sudah menjadi presiden, yang namanya manusia ya selalu penuh dengan kekurangan dan ketidakbisaan.

Pak Jokowi pun, ketika sudah menjadi presiden, butuh bantuan menteri. Banyak lagi jumlahnya. Mulai dari Menteri Perdagangan, Pertahanan, Sosial, Hukum, dan lain sebagainya. Presiden boleh memahami semua dasar pekerjaannya, tetapi sangat bisa terjadi ia tidak paham detail yang dibutuhkan. Oleh sebab itu, semasa memerintah, beliau juga belajar. Supaya punya bekal ketika kelak ikut debat capres menjelang Pilpres.

Soal Prabowo dan unicorn, saya pakai gambaran diri saya sendiri supaya mudah menganalogikan. Jujur saja, saya baru banyak membaca lagi soal unicorn ketika ontran-ontran Bukalapak dan Achmad Zaky mewarnai kehidupan.

Ketika itu, Gibran Rakabuming Raka, anak Pak Jokowi mengingatkan warganet mahacorrect pendukung bapaknya sendiri, yang begitu brutal menghakimi Achmad Zaky, CEO Bukalapak.

“Saya pikir uninstall Bukalapak itu terlalu berlebihan (dan norak). Pelaku UMKM seperti saya sangat terbantu dengan adanya Bukalapak. Brand jas hujan saya gak akan bisa seperti sekarang kalau gak dibantu mas Achmad Zaky,” begitu Gibran mencuit. Ia lalu menambahkan:

“Tau gak Bukalapak itu unicorn kebanggaan Indonesia? Tau gak Bukalapak itu ngasih makan banyak orang? Ayo kalian belajar memaafkan.”

Unicorn? Kuda mitos yang punya tanduk seperti badak itu? Imajinasi ini lalu tiba-tiba membentuk gambaran Achmad Zaky yang sedang menungang kuda bertanduk. Lalu, tak sampai dua detik, imajinasi semakin liar ketika kata “kuda” itu terlalu kuat terasosiasikan dengan Prabowo.

Bayangkan, capres 02, pakai baju safari warna krem, bersepatu boot tinggi menutupi betis, naik kuda bertanduk, naik unicorn, berkeliling Hambalang untuk refreshing. Menyegarkan diri dari gaduhnya Pilpres 2019 karena banyak hoaks dan ujaran ketakutan. Huh, siapa sih yang bikin ketakutan begitu? Dasar nggak peka.

Tiba-tiba, lamunan saya buyar. Saya sendiri sadar sudah berimajinasi terlalu jauh. Tentunya, laman Google menjadi rujukan paling akrab ketika kita tak paham akan sesuatu. Lewat laman tersebut, setidaknya saya belajar konsep unicorn. Hanya dasarnya saja karena perhatian saya terlalu terkonsentrasi ke trending-nya tagar-tagar not berfaedah seperti uninstall Bukalapak, uninstall Jokowi, dan install Prabowo.

Dan tibalah saat Debat Capres kedua, Jokowi vs Prabowo dengan tema energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam, dan lingkungan hidup. Salah satu pertanyaan Jokowi kepada Ketum Gerindra tersebut berbunyi:

“Infrastruktur apa yang akan Bapak bangun untuk mendukung pengembangan Unicorn-unicorn Indonesia?” tanya Jokowi.

Prabowo menjawab:

“Yang bapak maksud unicorn, maksudnya yang online-online itu? Ya kita akan fasilitasi, kita kurangi regulasi kurangi pembatasan karena mereka lagi giat-giatnya pesat-pesatnya, berkembang. Saya akan dukung segala upaya untuk memperlancar mereka.”

Jawaban itu dihakimi oleh banyak orang. Dianggap sebagai jawaban yang gagap. Menggambarkan ketidaktahuan capres 02 akan perkembangan zaman, apalagi di dunia bisnis. Dalam sekejap, capres 02 dianggap menjadi orang paling bodoh se-Indonesia dan tidak paham dengan arus perubahan global generasi milenial.

Memang, warganet mahayakin, kalau mendapatkan satu “bangkai” saja, langsung dikerubungi seperti lalat dapat kotoran ayam. Langsung dikeroyok, dikerjai bersama-sama. Padahal, jujur saja, di antara warganet mahasegalanya, jumlah orang yang paham betul soal unicorn jauh lebih sedikit ketimbang yang tidak tahu atau paling tidak cuma pernah mendegar.

Mereka-mereka ini yang baru tahu istilah unicorn, berani bertaruh, pasti nggak paham betul istilah decacorn dan hectocorn.

Namun, demi yang namanya menjatuhkan “lawan politik”, mereka mencuit, membagikan, menyukai tautan-tautan soal ketidaktahuan Prabowo soal unicorn. Sudah merasa paling betul, mereka menghakimi orang lain. Padahal kalau dicobai dengan pertanyaan yang sama, belum tentu mereka berani menjawab, lantaran takut kegoblogkannya terbongkar.

Di media sosial, orang bisa menjadi siapa saja. Ketidaktahuan bisa ditutupi dengan beberapa ketikan kata kunci di keyboard. Tinggal copy lalu paste, orang paling goblog bisa menjadi seperti profesor. Coba mereka berdiri di mimbar debat yang sangat menentukan perjalanan politik seseorang. Yang akan keluar dari mulut mereka adalah rentetan bentuk tegun tiada ujungnya. Dasar munafik!

Tapi memang begitulah tipe kebanyakan warganet Indonesia. Sok tahu, lalu ikut senang menghakimi. Sok tahu, lalu ikut berkomentar. Sok paling pintar dan menertawakan orang lain yang lebih goblog. Maka dari itu, masih lebih mulia menjadi Prabowo yang tidak tahu, ketimbang munafik sok paham soal unicorn.

Exit mobile version